
Internasional
Ternyata Kekayaan Juga Terpancar di Wajah Seseorang
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
04 March 2018 16:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah riset terbaru yang dipublikasikan dalam Journal of Personality and Social Psychology menyimpulkan bahwa kita bisa saja mengetahui seseorang kaya atau miskin hanya dengan melihat wajahnya.
"Hubungan antara kesejahteraan dan kelas sosial telah ditunjukkan dalam riset sebelumnya," kata R. Thora Bjornsdottir, seorang mahasiswa di Universitas Toronto yang juga ikut menulis riset tersebut, kepada CNBC Make It.
Secara umum, mereka yang memiliki banyak uang biasanya hidup lebih bahagia, lebih sedikit cemas terhadap kehidupannya dibandingkan orang-orang yang berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bjornsdottir dan timnya menemukan bahwa perbedaan tingkat kesejahteraan itu sebenarnya terpancar di wajah orang-orang.
Ia dan rekan timnya, profesor psikologi Nicholas O. Rule, meminta mahasiswa dari berbagai etnis yang menjadi sample studinya menilai foto hitam putih dari masing-masing 80 laki-laki dan perempuan berkulit putih. Tidak ada satu pun dari wajah dalam foto tersebut yang bertato atau bertindik.
Sebagian dari individu dalam foto itu menghasilkan lebih dari US$150.000 (Rp 2 miliar) per tahun dan dikategorikan sebagai masyarakat kelas atas. Sebagian lainnya berpenghasilan di bawah US$35.000 dan dimasukkan ke dalam kelas pekerja.
Ketika subyek penelitian diminta menebak kelas dari wajah-wajah tersebut, 68% dari mereka menebak dengan benar.
"Saya tidak mengira efeknya akan sekuat itu, terutama bila melihat perbedaan [wajah dalam foto itu] sangat tipis," kata Rule kepada The Cut. "Itu adalah bagian yang paling mengejutkan dari studi ini."
"Orang-orang tidak sepenuhnya menyadari tanda-tanda apa yang mereka gunakan ketika membuat tebakan itu," kata Bjornsdottir kepada Universitas Toronto. "Jika Anda menanyai mereka, mereka akan bilang tidak tahu. Mereka tidak tahu bagaimana mereka melakukannya [menebak dengan benar]."
Namun, para periset tetap penasaran dan mencari tahu. Mereka akhirnya melihat lebih dekat fitur wajah dalam foto-foto itu. Mereka menemukan para subyek penelitian masih dapat menebak dengan benar bila mereka melihat area mata dan mulut orang-orang dalam foto tesebut.
Namun, tetap saja tampilan wajah secara keseluruhanlah yang membuat mereka mampu menebak dengan benar.
Bjornsdottir menduga pola emosi seseorang lama-kelamaan akan terpahat juga di wajah mereka. Kontraksi kronis dari otot wajah tertentu dapat membentuk struktur wajah seseorang yang dapat dikenali oleh orang lain walaupun mereka tidak menyadarinya.
"Dari waktu ke waktu, wajah Anda secara permanen merefleksikan dan menunjukkan pengalaman Anda," kata Rule. "Bahkan ketika kita mengira kita tidak sedang menunjukkan ekspresi apapun, relik dari emosi-emosi itu masih terlihat di sana [wajah]."
Terakhir, untuk mencari tahu bagaimana kesan pertama ini dapat memengaruhi aktivitas di dunia nyata, para periset meminta subyek penelitian menebak siapa di antara foto-foto tersebut yang memiliki pekerjaan sebagai akuntan.
Sebagian besar dari mereka ternyata memilih orang-orang dari kelas atas. Hal ini menunjukkan bagaimana penilaian pertama ini dapat membuat atau bahkan menegaskan bias-bias tertentu.
"Persepsi berdasarkan wajah kelas sosial tertentu memiliki konsekuensi hulu yang penting," mereka menyimpulkan. "Orang-orang berbicara tentang lingkaran kemiskinan dan ini mungkin salah satu penyebabnya," kata Rule.
(prm) Next Article Ini Kegiatan yang Bedakan Anda dengan Orang-orang Kaya
"Hubungan antara kesejahteraan dan kelas sosial telah ditunjukkan dalam riset sebelumnya," kata R. Thora Bjornsdottir, seorang mahasiswa di Universitas Toronto yang juga ikut menulis riset tersebut, kepada CNBC Make It.
Secara umum, mereka yang memiliki banyak uang biasanya hidup lebih bahagia, lebih sedikit cemas terhadap kehidupannya dibandingkan orang-orang yang berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bjornsdottir dan timnya menemukan bahwa perbedaan tingkat kesejahteraan itu sebenarnya terpancar di wajah orang-orang.
Sebagian dari individu dalam foto itu menghasilkan lebih dari US$150.000 (Rp 2 miliar) per tahun dan dikategorikan sebagai masyarakat kelas atas. Sebagian lainnya berpenghasilan di bawah US$35.000 dan dimasukkan ke dalam kelas pekerja.
Ketika subyek penelitian diminta menebak kelas dari wajah-wajah tersebut, 68% dari mereka menebak dengan benar.
"Saya tidak mengira efeknya akan sekuat itu, terutama bila melihat perbedaan [wajah dalam foto itu] sangat tipis," kata Rule kepada The Cut. "Itu adalah bagian yang paling mengejutkan dari studi ini."
"Orang-orang tidak sepenuhnya menyadari tanda-tanda apa yang mereka gunakan ketika membuat tebakan itu," kata Bjornsdottir kepada Universitas Toronto. "Jika Anda menanyai mereka, mereka akan bilang tidak tahu. Mereka tidak tahu bagaimana mereka melakukannya [menebak dengan benar]."
Namun, para periset tetap penasaran dan mencari tahu. Mereka akhirnya melihat lebih dekat fitur wajah dalam foto-foto itu. Mereka menemukan para subyek penelitian masih dapat menebak dengan benar bila mereka melihat area mata dan mulut orang-orang dalam foto tesebut.
Namun, tetap saja tampilan wajah secara keseluruhanlah yang membuat mereka mampu menebak dengan benar.
Bjornsdottir menduga pola emosi seseorang lama-kelamaan akan terpahat juga di wajah mereka. Kontraksi kronis dari otot wajah tertentu dapat membentuk struktur wajah seseorang yang dapat dikenali oleh orang lain walaupun mereka tidak menyadarinya.
"Dari waktu ke waktu, wajah Anda secara permanen merefleksikan dan menunjukkan pengalaman Anda," kata Rule. "Bahkan ketika kita mengira kita tidak sedang menunjukkan ekspresi apapun, relik dari emosi-emosi itu masih terlihat di sana [wajah]."
Terakhir, untuk mencari tahu bagaimana kesan pertama ini dapat memengaruhi aktivitas di dunia nyata, para periset meminta subyek penelitian menebak siapa di antara foto-foto tersebut yang memiliki pekerjaan sebagai akuntan.
Sebagian besar dari mereka ternyata memilih orang-orang dari kelas atas. Hal ini menunjukkan bagaimana penilaian pertama ini dapat membuat atau bahkan menegaskan bias-bias tertentu.
"Persepsi berdasarkan wajah kelas sosial tertentu memiliki konsekuensi hulu yang penting," mereka menyimpulkan. "Orang-orang berbicara tentang lingkaran kemiskinan dan ini mungkin salah satu penyebabnya," kata Rule.
(prm) Next Article Ini Kegiatan yang Bedakan Anda dengan Orang-orang Kaya
Most Popular