
Duh! Omicron & Ancaman The Fed Bikin IHSG Nggak Bertenaga

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah meningkatnya kasus Covid-19 Omicron di berbagai negara serta keputusan The Fed yang akan segera menaikkan suku bunga acuan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada pekan ini.
Sebelumnya, pada minggu perdana perdagangan bursa, performa indeks semarak dan mampu menguat signifikan, salah satunya dikarenakan beragam sentimen positif yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaan perdagangan bursa tahun 2022.
Akan tetapi setalah meluasnya wabah Omicron dan sinyal buruk dari Gubernur The Fed Jerome Powell, investor akhirnya kembali mengukur langkahnya. IHSG tercatat melemah 0,12% ke level 6.693,40, dengan tiga hari awal terseret di zona merah dan dua hari terakhir mampu menembus zona hijau.
Meski IHSG melemah, Investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 2,57 triliun, Namun inflow besar-besaran tersebut belum cukup kuat membuat aset keuangan domestik menunjukkan kinerja yang positif.
Total nilai transaksi pekan lalu bursa turun 13,08% menjadi Rp 57,65 triliun. Volume perdagangan mencapai 93,80 miliar dan ditransaksikan sebanyak 6,83 juta kali.
Dari bursa global, Wall Street juga kembali ditutup melemah pekan ini karena pergerakan saham raksasa, terutama saham-saham teknologi di AS, sangat volatile sejak awal tahun 2022. Setelah sempat menguat dalam tiga hari perdagangan terakhir, harga saham-saham teknologi kembali berguguran.
Investor cenderung cash out untuk saat ini. Lagi-lagi pergerakan harga aset keuangan masih dibayangi dengan arah kebijakan moneter The Fed yang lebih ketat ke depan.
Jika di tahun 2021 saham teknologi menjadi primadona, kini justru banyak dilego investor. Seperti yang sudah diketahui bersama, saham teknologi memang sangat sensitif di tengah siklus pengetatan yang dilakukan otoritas moneter AS.
Aksi profit taking dari saham-saham teknologi di Wall Street juga disampaikan oleh Peter Boockvar dari Bleakly Advisory Group.
"Ketika The Fed tak bersahabat, investor akan cenderung menjual [saham] setelah reli," kata Peter.
Selain itu dari rilis data ekonomi, sentimen kurang sedap yang menjadi pemberat harga aset berisiko seperti saham datang dari laporan sektor ketenagakerjaan di AS.
Data klaim tunjangan pengangguran tercatat mencapai 230 ribu, lebih tinggi dari perkiraan pasar di angka 200 ribu.
Pada hari Rabu, indeks harga konsumen menunjukkan lonjakan 7% secara tahunan, angka tertinggi dalam empat dekade. Laporan indeks harga produsen hari Kamis mencerminkan kenaikan 9,7% dibandingkan periode yang sama. Namun, hasil tersebut lebih baik daripada yang dikhawatirkan beberapa investor, membantu menstabilkan pasar minggu ini.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Fantastis, Investor Happy IHSG Terbang 3,25% Pekan Ini