Duh...Nasib Saham Farmasi, Habis Manis Sepah Dibuang?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
15 March 2021 12:22
Antrean calon penumpang pesawat yang melakukan test rapid  di Shelter Kalayang Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Senin (21/12/2020). Antren panjang ini terjadi karena banyak penumpang yang ingin melakukan rapid test antigen yang disediakan pihak bandara. Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta sempat ramai tadi pagi. Antrean mengular karena antrean rapid test penumpang. Pantauan CNBC pukul 11.30 terlihat antrian namun sudah kondusif. Sejumlah calon penumpang yang menunggu di luar area ruang test bisa duduk. Jelang liburan Natal dan akhir tahun, pemerintah menerapkan syarat minimal berupa hasil tes rapid antigen bagi traveler yang mau bepergian naik kereta api, pesawat terbang hingga kendaraan pribadi. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Antrean calon penumpang pesawat yang akan melakukan Rapid Test Antigen dan PCR di Shelter Kalayang Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Senin (21/12/2020). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Jelang program vaksinasi massal Covid-19 di Tanah Air, saham-saham farmasi sempat terbang tinggi. Namun saat vaksinasi sudah dimulai pada Februari lalu, saham-saham sektor ini malah turun beramai-ramai.

Anggaraksa Arismunandar, Head of Research NH Korindo Sekuritas dalam wawancara InvesTime CNBC Indonesia, Selasa, (9/3/2021) mengatakan sektor farmasi bagi investor asing bisa dilihat sebagai sebuah kesempatan untuk mencari keuntungan.

Menurutnya ada fenomena akumulasi buy (beli) banyak di saham-saham farmasi, namun harga saham emiten tersebut tetap stagnan atau turun. Artinya dibeli banyak investor, namun harganya masih dijaga.

"Saya sharing tips, ini jadi opportunity [kesempatan], akumulasi buy banyak tapi saham stagnan atau turun artinya dibeli banyak tapi masih dijagain harga sahamnya. Ini kadang bisa dilihat kesempatan," paparnya, Selasa malam, (09/03/2021).

Dia membagi saham vaksin dalam dua kriteria. Pertama saham-saham farmasi BUMN yang mengalami kenaikan signifikan jelang vaksin. Namun saat vaksin sudah berjalan malah harga sahamnya biasa-biasa saja.

"Pasar saham melihat ke depan dengan program vaksin jalan, malah realisasikan keuntungan," jelasnya.

Kedua, ada juga saham farmasi seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang memiliki fundamental kuat. Di dalam saham ini partisipasi dari asing cukup banyak.

"Vaksinasi masih di tahap awal, setelah tenaga kesehatan, lalu lansia, harus 200 juta orang sebenarnya ini nggak akan bisa dikerjakan perusahaan farmasi BUMN," paparnya.

Perusahaan-perusahaan swasta seperti Kalbe bakal dilibatkan, baik untuk storage (tempat penyimpanan), distribusi, dan bahkan pengembangan vaksin.

"Nggak mau terus-terusan beli dari luar, masih cukup menarik (saham farmasi)," ungkapnya. 

Berdasarkan data BEI, jelang penutupan sesi I, saham KLBF stagnan di level Rp 1.595/saham. Meski stagnan, saham KLBF diborong asing Rp 12,44 miliar, sebulan asing masuk Rp 264 miliar, dengan kenaikan harga saham sebulan 5%. Sejak awal tahun hingga saat ini, saham KLBF menguat 8%.

Saham duo farmasi BUMN, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF) juga dalam tren turun. Data BEI mencatat, saham KAEF jelang sesi I melorot 1,24% di level Rp 3.190/saham dengan koreksi sebulan 14%. Asing keluar Rp 1,39 miliar hari ini dan sebulan asing net sell Rp 4,5 miliar.

Adapun saham INAF juga minus 0,65% di level Rp 3.080/saham. Sebulan sahamnya minus 8,33% dengan catatan jual bersih asing Rp 6,3 miliar.

Saham emiten distribusi farmasi PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) ambles 2,71% di level Rp 2.150/saham, dengan koreksi sebulan 6,11% dan net buy asing Rp 45 miliar.

Padahal, mengacu data BEI, saham KAEF misalnya menjadi salah satu saham terbaik sepanjang 2020 dengan kenaikan 112%.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gerak Duo Saham KAEF-INAF Gila-Gilaan, Ini Analisisnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular