
Dana Kelolaan Melesat, Siapa Saja MI yang Cetak Rekor?
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
28 October 2019 18:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketika dana kelolaan reksa dana industri naik Rp 37,82 triliun hingga Rp 543,21 triliun per akhir September 2019 dari akhir tahun 2018, tercatat beberapa perusahaan manajer investasi (MI) yang mengalami kenaikan nilai aktiva bersih (NAB) atau asset under management (AUM) yang signifikan dibandingkan yang lain.
Kenaikan tersebut terutama disebabkan adanya kenaikan nilai portofolio investasi di dalam reksa dananya maupun dari pembelian unit baru reksa dana yang mereka kelola.
Dari sisi nilai, kenaikan dana kelolaan reksa dana terbesar dialami oleh PT BNI Asset Management sebesar Rp 6,27 triliun atau melesat 41,01% dari posisi Desember 2018. Posisi setelahnya ditempati PT Sucorinvest Asset Management dengan kenaikan sebesar Rp 4,17 triliun dan PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen sebesar Rp 3,87 triliun.
Selanjutnya adalah PT Bahana TCW Investment Management dengan kenaikan Rp 3,06 triliun, PT Samuel Aset Manajemen Rp 2,55 triliun, PT Insight Investment Management Rp 2,45 triliun, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Rp 2,44 triliun, dan PT Minna Padi Aset Manajemen Rp 2,31 triliun.
Yang menarik, PT Minna Padi Aset Manajemen yang masuk daftar kenaikan dana kelolaan reksa dana tertinggi justru terkena suspensi penjualan reksa dana bulan lalu karena dugaan menjanjikan return pasti kepada calon nasabahnya.
Dari sisi lain, peningkatan secara persentase terbesar terjadi pada PT Ayers Asia Asset Management 645,95% menjadi Rp 244,09 miliar, PT Kiwoom Investment Management Indonesia 323,7% menjadi Rp 471,34 miliar, dan PT Indosurya Asset Management 182,81% menjadi Rp 29,18 miliar.
Dua perusahaan lain adalah PT Phillip Asset Management 180,4% menjadi Rp 410,41 miliar dan PT Semesta Aset Manajemen 97,29% menjadi Rp 54,44 miliar.
Namun, sebagian besar peningkatan dari sisi persentase tersebut dapat terjadi pada manajer investasi dengan angka dana kelolaan yang memiliki basis penghitungan dasar yang tidak besar.
Karena naik tinggi dari sisi nilai, dalam 9 bulan terakhir, beberapa manajer investasi mampu mendaki tangga urutan MI berdana kelolaan reksa dana terbesar.
Beberapa di antaranya terutama adalah Bahana TCW yang naik ke posisi tiga besar, Insight Investment yang merangkak ke posisi 11 besar, dan Sucorinvest mampu masuk kelas 20 besar.
Edward Parlindungan Lubis, Direktur Utama Bahana TCW, mengatakan ada dua faktor yang mendukung penambahan dana kelolaan reksa dana di anak usaha BUMN PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia tersebut.
"[Pertama adalah dari] pasar obligasi yang [harganya] naik dan [kedua karena adanya dana pembelian atau] inflow ke reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana terproteksi," ujarnya belum lama ini (23/10/19).
Pasar obligasi memang masih menjadi pembeli return investasi yang lebih besar dibanding pasar saham. Hal itu dicerminkan oleh indeks IndoBex Government Total Return keluaran PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) yang menghitung keuntungan investor pada instrumen surat utang negara (SUN) dengan potensi keuntungan investasi 11,08% hingga 4 Oktober.
Selain obligasi pemerintah, obligasi korporasi yang diterbitkan perusahaan BUMN dan swasta juga menunjukkan keuntungan sepanjang periode yang sama, meskipun tidak sebesar SUN. INDOBeX Corporate Total Return menunjukkan keuntungan dari instrumen itu mencapai 10,88% per 4 Oktober.
Jemmy Paul Wawointana, Direktur Utama Sucorinvest Asset Management, mengatakan peningkatan dana kelolaan perusahaan terutama karena penjualan di bank dan agen distribusi berbentuk fintech.
"[Peningkatan dana kelolaan di reksa dana] saham Rp 1,5 triliun menjadi Rp 2,5 triliun, reksa dana pasar uang Rp 1,4 triliun menjadi Rp 4,5 triliun, dan reksa dana terproteksi naik sekitar Rp 600 miliar," jelas Jemmy.
Kenaikan dana kelolaan tersebut mengangkat peringkat Sucorinvest Asset Management hingga merangsek ke posisi 18 besar, yang berangsur naik dari posisi ke-21 pada Desember tahun lalu.
(irv/tas) Next Article Ngeri-ngeri Sedap, Masih Layak Investasi Reksa Dana?
Kenaikan tersebut terutama disebabkan adanya kenaikan nilai portofolio investasi di dalam reksa dananya maupun dari pembelian unit baru reksa dana yang mereka kelola.
Dari sisi nilai, kenaikan dana kelolaan reksa dana terbesar dialami oleh PT BNI Asset Management sebesar Rp 6,27 triliun atau melesat 41,01% dari posisi Desember 2018. Posisi setelahnya ditempati PT Sucorinvest Asset Management dengan kenaikan sebesar Rp 4,17 triliun dan PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen sebesar Rp 3,87 triliun.
Selanjutnya adalah PT Bahana TCW Investment Management dengan kenaikan Rp 3,06 triliun, PT Samuel Aset Manajemen Rp 2,55 triliun, PT Insight Investment Management Rp 2,45 triliun, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Rp 2,44 triliun, dan PT Minna Padi Aset Manajemen Rp 2,31 triliun.
Yang menarik, PT Minna Padi Aset Manajemen yang masuk daftar kenaikan dana kelolaan reksa dana tertinggi justru terkena suspensi penjualan reksa dana bulan lalu karena dugaan menjanjikan return pasti kepada calon nasabahnya.
Dari sisi lain, peningkatan secara persentase terbesar terjadi pada PT Ayers Asia Asset Management 645,95% menjadi Rp 244,09 miliar, PT Kiwoom Investment Management Indonesia 323,7% menjadi Rp 471,34 miliar, dan PT Indosurya Asset Management 182,81% menjadi Rp 29,18 miliar.
Dua perusahaan lain adalah PT Phillip Asset Management 180,4% menjadi Rp 410,41 miliar dan PT Semesta Aset Manajemen 97,29% menjadi Rp 54,44 miliar.
Namun, sebagian besar peningkatan dari sisi persentase tersebut dapat terjadi pada manajer investasi dengan angka dana kelolaan yang memiliki basis penghitungan dasar yang tidak besar.
Karena naik tinggi dari sisi nilai, dalam 9 bulan terakhir, beberapa manajer investasi mampu mendaki tangga urutan MI berdana kelolaan reksa dana terbesar.
Beberapa di antaranya terutama adalah Bahana TCW yang naik ke posisi tiga besar, Insight Investment yang merangkak ke posisi 11 besar, dan Sucorinvest mampu masuk kelas 20 besar.
Edward Parlindungan Lubis, Direktur Utama Bahana TCW, mengatakan ada dua faktor yang mendukung penambahan dana kelolaan reksa dana di anak usaha BUMN PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia tersebut.
"[Pertama adalah dari] pasar obligasi yang [harganya] naik dan [kedua karena adanya dana pembelian atau] inflow ke reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana terproteksi," ujarnya belum lama ini (23/10/19).
Pasar obligasi memang masih menjadi pembeli return investasi yang lebih besar dibanding pasar saham. Hal itu dicerminkan oleh indeks IndoBex Government Total Return keluaran PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) yang menghitung keuntungan investor pada instrumen surat utang negara (SUN) dengan potensi keuntungan investasi 11,08% hingga 4 Oktober.
Selain obligasi pemerintah, obligasi korporasi yang diterbitkan perusahaan BUMN dan swasta juga menunjukkan keuntungan sepanjang periode yang sama, meskipun tidak sebesar SUN. INDOBeX Corporate Total Return menunjukkan keuntungan dari instrumen itu mencapai 10,88% per 4 Oktober.
Jemmy Paul Wawointana, Direktur Utama Sucorinvest Asset Management, mengatakan peningkatan dana kelolaan perusahaan terutama karena penjualan di bank dan agen distribusi berbentuk fintech.
"[Peningkatan dana kelolaan di reksa dana] saham Rp 1,5 triliun menjadi Rp 2,5 triliun, reksa dana pasar uang Rp 1,4 triliun menjadi Rp 4,5 triliun, dan reksa dana terproteksi naik sekitar Rp 600 miliar," jelas Jemmy.
Kenaikan dana kelolaan tersebut mengangkat peringkat Sucorinvest Asset Management hingga merangsek ke posisi 18 besar, yang berangsur naik dari posisi ke-21 pada Desember tahun lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Ngeri-ngeri Sedap, Masih Layak Investasi Reksa Dana?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular