Ini Tips Memilih Reksa Dana Agar Tak Terjebak MI "Nakal"

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
18 February 2020 10:01
Kasus yang terjadi belakangan ini disebabkan karena kedua produk tersebut menjanjikan imbal hasil pasti (guarantee return) pada periode tertentu.
Foto: Reksa Dana (CNBC Indonesia/Irvin Avriano Arief)
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri reksa dana domestik sedang mengalami tekanan setelah terungkapnya kasus gagal bayar manajer investasi dan perusahaan asuransi yang dikelola sejumlah perusahaan manajer investasi dan asuransi yang bermasalah.

Presiden Direktur Schroder Investment Management Indonesi, Michael Tjoajadi menjelaskan, kasus yang terjadi belakangan ini disebabkan karena kedua produk tersebut menjanjikan imbal hasil pasti (guarantee return) pada periode tertentu.

"Produk reksa dana tidak boleh ada guarantee return. Itu menyalahi aturan," kata Michael Tjoajadi, saat wawancara dengan CNBC Indonesia di kantornya, Jakarta, Senin (17/2/2020).


Aturan ini juga tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.39/POJK.04/2014 tentang agen penjual efek reksa dana. Di pasal 37 poin d tertera, "agen penjual efek reksa dana dilarang memastikan atau menjanjikan hasil investasi".

Menurut Michael, penting bagi calon investor untuk memilih manajer investasi yang punya kredibilitas. "Schroders sudah tested [teruji], jadi harus pilih-pilih manajer investasi [yang kredibel]," kata Michael.

Munculnya sejumlah produk reksa dana yang kini bermasalah seperti PT Emco Asset Management (Emco) karena menawarkan imbal hasil tetap 10%-11% per tahun.

Selain itu, Minna Padi Asset Manajemen (MPAM) juga menjanjikan imbal hasil pasti yang bakal dibubarkan dan dilikuidasi. Sementara, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) juga menjanjikan imbal hasil pasti 9-13% per tahun yang berujung gagal bayar Rp 802 miliar sejak 1 Oktober 2018.

"Produk asuransi itu harusnya jangka panjang, kalau menjanjikan imbal hasil akan menghadapi risiko likuiditas," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Utama CSA Institute, Aria Samata Santoso menerangkan, garansi imbal hasil pasti memang dilarang untuk produk reksa dana. Menurut Aria, ini merupakan pelanggaran dari sisi strategi mekanisme penjualan produk.

Aria tidak menampik, kondisi pasar belakangan ini sedang tertekan lantaran sentimen negatif dari perusahaan manajer investasi yang bermasalah karena menawarkan fixed return.

"Sentimen ini ada memberikan kontribusi yang menurunkan kepercayaan dari investor terhadap produk investasi reksadana," kata Aria, saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (18/2/2020).

Namun, Aria melanjutkan, potensi dampak besarnya adalah jika terjadi panik dan penarikan dana secara bersamaan sehingga menurunkan likuiditas di pasar secara cepat dan besar.
(hps/hps) Next Article 5 Tips Investasi: Mudah Kelola Risiko, Optimalkan Imbal Hasil

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular