Perkembangan teknologi

Credit Suisse: China Akan Menangkan Kompetisi AI Dari AS

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
22 March 2018 18:58
China akan unggul dari AS dalam artificial intellegence karena China tidak punya aturan hukum yang serius tentang kerahasian data pribadi.
Foto: Reuters
Hong Kong, CNBC Indonesia - Dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia mendominasi riset dan pengembangan global di bidang kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), tetapi Credit Suisse berpendapat China kemungkinan besar akan muncul sebagai pemenang.

Prediksi tersebut sebagian besar berdasar pada satu alasan, yaitu kurangnya "hukum yang serius" di China tentang perlindungan data yang memberi perusahaan kendali yang cukup bebas untuk mengembangkan teknologinya, kata Dong Tao, Wakil Kepala untuk China di Credit Suisse Private Banking Asia Pacific.

Saat ini, China tertinggal dari Amerika Serikat (AS) di semua aspek dalam pengembangan AI seperti perangkat keras (hardware), riset dan algoritma, serta komersialisasi industri. Melansir dari CNBC Internasional, China tidak tertinggal dalam satu aspek yaitu data, menurut laporan terbaru dari Oxford University.

"Saya tidak mengatakan perusahaan China lebih baik daripada perusahaan Amerika, saya tidak mengatakan insinyur China lebih baik daripada insinyur Amerika. Apa yang akan membuat China menjadi besar dalam AI dan big data adalah China tidak memiliki hukum yang serius dalam melindungi data pribadi," kata Tao ke para reporter pada hari Kamis (22/3/2018) di acara Credit Suisse Asian Investment Conference di Hong Kong, sembari menjelaskan himbauannya untuk raksasa Asia Timur itu agar menjadi pemain nomor satu di AI.

"WeChat memproses 7 miliar foto per hari, itu sumber data yang sangat, sangat besar. Mereka akan memiliki keunggulan dalam pengenalan gambar [image recognition]," tambahnya.

Komentar Tao, seorang pakar China yang terkenal, muncul di tengah meningkatnya reaksi hukum tentang masalah data dan privasi di beberapa negara. Facebook, misalnya, diperiksa tentang caranya menangani data pengguna oleh pihak regulator.

Perusahaan teknologi China tidak akan terhindar dari hal ini, kata Tao. Ia menjelaskan bahwa hukum privasi data yang ketat suatu saat akan diperkenalkan. Hal itu akan menjadi tantangan bagi para otoritas untuk menyeimbangkan perlindungan privasi dari pengguna teknologi dan tidak merugikan pertumbuhan sektor itu, tambahnya.

Perusahaan teknologi dari China telah tumbuh pesat dan melewati batas selama satu dekade terakhir. Tao memberi contoh kapitalisasi pasar Tencent yang melonjak dari 105 miliar dolar Hong Kong (US$13,38 miliar atau senilai Rp 184,2 triliun) di tahun 2007 menjadi 3,86 triliun dolar Hong Kong ($491,57 miliar) 10 tahun kemudian.

Pada masa ketika perekonomian China menjalani perubahan struktural dan proses deleveraging yang sulit, Tao berkata inovasi yang dipimpin oleh perusahaan teknologi dapat mempertahankan pertumbuhan negara.

"Secara siklus, mungkin China akan menghadapi angina kencang karena deleveraging [...] yang akan mengarah pada melambatnya pertumbuhan PDB [Produk Domestik Bruto]. Risiko penyesuaian yang lebih akut itu mungkin [terjadi]," katanya.

"Untuk saat ini perekonomian China bergerak ke dekade selanjutnya dengan konsumsi baru dan inovasi. Risiko dan peluang berdampingan di China," tambahnya.
(roy/roy) Next Article Ingin Tingkatkan Industri AI, India Harus Kejar China dan AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular