Jokowi Buka-bukaan Soal Krisis, Subsidi BBM, hingga IKN

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Kamis, 18/08/2022 20:36 WIB
Foto: Presiden Joko Widodo (Jokowi) (Dokumentasi CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi perekonomian dunia dipenuhi dengan ketidakpastian. Krisis kesehatan hingga krisis keuangan mengancam ekonomi berbagai negara. Lantas, bagaimana respons kebijakan pemerintah terkait fenomena yang turut berdampak terhadap perekonomian nasional tersebut?

Lalu, bagaimana dengan beban APBN yang timbul akibat subsidi energi? Kemudian seperti apa kelanjutan rencana pemerintah memindahkan ibu kota ke Kalimantan Timur dan isu periode ketiga kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi)?

Berikut petikan wawancara khusus Pemimpin Redaksi CNBC Indonesia Wahyu Daniel dengan Presiden Jokowi dalam Economic Update 2022 yang ditayangkan pada program Squawkbox, Kamis (18/8/2022). Wawancara ini turut dipersembahkan oleh "BNI For Stronger Indonesia".




Banyak yang bilang kondisi ekonomi sekarang penuh ketidakpastian. Triple crisis akan terjadi, bahkan sejumlah negara dalam jurang resesi, kondisi ekonomi Indonesia seperti apa pak?

Ini keadaan dunia memang sangat sulit dan bahkan lembaga internasional mengatakan tahun depan akan gelap signifikan. Ini kan sebuah keadaan, tantangan yang betul-betul tidak mudah.

Dan negara kita dalam angka-angka dan tadi disampaikan triple crisis, tapi empat ya. Di mulai dari krisis kesehatan, krisis pangan, energi dan keuangan. Semua berbarengan, dimulai dari pandemi Covid-19.

Tapi untuk negara kita angka-angka yang saya ini tiap hari mendapatkan laporan angka-angka ya. Kita harus tetap optimis, realistis, waspada, hati-hati itu penting. Tapi angka yang kita peroleh, misal pertumbuhan ekonomi kuartal II kita 5,44% dari sebelumnya 5,01%. da kenaikan.

Kita cermati lagi, dari mana angka ini? Ternyata konsumsi rumah tangga itu meningkat sangat drastis terutama saat Lebaran. Ini menopang pertumbuhan ekonomi di kuartal II yang angkanya 5,5% di konsumsi rumah tangga. Itu memengaruhi 56% dari PDB kita. Ini sangat bagus.

Inflasi muncul 5,9%. Ini masih di bawah ASEAN, di bawah 7% atau Eropa, Amerika 8-9%. Artinya inflasi bisa dikendalikan. Kalau kita lihat lagi nilai tukar rupiah kita masih stabil. Rp 14.700-Rp. 14.800. Cadangan devisa kita masih 6 bulan impor, US$ 135 miliar. Ini juga saya kira bagus dan fiskal kita bukan defisit tapi surplus Rp 106 triliun.

Angka-angka seperti ini pun harus diwaspadai secara detail. Karena kerja sekarang tidak bisa hanya sekadar makro saja. Gak mungkin. Makro penting, mikro sangat penting. Tapi lebih bagus lagi lebih detail itu bisa banyak menyelesaikan masalah. Jangan hanya terjebak di angka saja, tapi lapangan seperti apa juga dicek.

Bapak dulu sering blusukan. Terima laporan menteri, bapak nggak percaya. Bagaimana bapak melihat kondisi masyarakat saat ini?

Kalau ke pasar saya selalu cek masalah harga-harga seperti apa? ya cabai masih naik turun. Saya kira sudah bertahun-tahunlah kita memiliki harga cabai fluktuatif seperti itu.

Beras masih dalam kondisi yang stabil dan aman dan kalau kita ke kampung, desa, belum ada suara-suara mengenai masalah kenaikan harga, meskipun ada sedikit kenaikan harga di pangan kita.

Memang arahan bapak ke menteri detail ya pak, jangan sampai makronya bagus tapi tiba-tiba ada masalah?

Ya saya sampaikan tadi. Makro harus kita tahu betul, mikro tahu betul dan detail kita harus tahu angkanya, harus tahu lapangan juga, harus dicek Kerja sekarang harus seperti itu.

Soal ketidakpastian dan gelap, ini kan semua gara-gara perang Rusia dan Ukraina. Nah yang salah satu yang menyita publik adalah kunjungan pak Jokowi ke Rusia dan Ukraina bertemu dengan kedua kepala negara ini. Apa yang bapak sampaikan dan merayu mereka supaya damai atau seperti apa pak?
Yang penting kita harus selalu update informasi. Sumber yang memang penting untuk kita dengar. Bank Dunia, IMF, OECD, dan pertemuan di G7, G20 juga sangat penting.

Dan saat saya ke Ukraina dan Rusia, saya berbicara banyak dengan presiden Zelensky selama hampir 1,5 jam. Saya ingin agar kedua negara ini ada ruang untuk dialog. Itu saja gak usah terlalu kita harus damai. Ada ruang ketemu dan dialog terlebih dahulu.

Kemudian tahapan kedua kalau bisa mulai berbicara mengenai gencatan senjata, tapi setelah saya berbicara dengan presiden Zelensky selama 1,5 jam memang ruang itu masih sulit.

Saya bertemu juga dengan presiden Putin, hampir 2,5 jam, lama sekali. Dan saya sampaikan mengenai ruang dialog bisa dibuka dan gencatan senjata tapi saya melihat masih sulit.

Sehingga saya masuk ke hal yang bukan di masalah perang tapi rantai pasok pangan. Dua negara ini menjadi pemasok gandum terbesar di dunia. Saya berbicara dengan presiden Zelensky. Beliau menyampaikan ada stok di gudang 22 juta ton dan panen baru 55 juta ton. Artinya 77 juta ton gandum ada di Ukraina. Saya berbicara dengan presiden Putin, beliau sampaikan ada 130 juta ton gandum. Total 207 juta ton di Ukraina dan Rusia.

Saya tanya presiden Zelensky, masalahnya apa? Masalahnya karena tidak ada jaminan kapal yang masuk ke Odesa Ukraina dijamin keamanannya. Dari situlah saya masuk ke presiden Putin untuk meminta jaminan bagi kapal-kapal yang membawa gandum keluar dari Ukraina dan presiden Putin sampaikan 'oh saya berikan jaminan keamanan, kalau hanya itu' dan saya sampaikan statement ini ke media, oh silakan.

Jadi saya sampaikan ke media saat itu. Dan juga saya menginformasikan ke Sekjen PBB bahwa sudah ada jaminan keamanan sehingga kapal bisa membawa gandum dari Odesa ke Istanbul (Turki) ditindaklanjuti dan saya kira dua minggu lalu sudah keluar satu kapal.

Meskipun sekarang belum normal juga harga gandum ya pak?
Karena belum keluar. 207 juta ton itu baru keluar satu kapal. Kecil banget. Makanya harganya masih tinggi. Itu yang kita kejar. Kalau ini keluar harga pangan akan turun lagi dan itu menyangkut kekurangan pangan dan kelaparan di Afrika dan Asia. Ini harus segera diselesaikan.

Soal perang, selain pangan, juga timbul krisis energi. Indonesia sebagai negara yang mensubsidi energi, prediksinya subsidi membengkak lebih dari Rp 502 triliun. Bagaimana tanggapan bapak?

Harga minyak masih di angka yang tinggi. Di APBN US$ 60an per barel, sekarang US$ 105 per barel untuk rata-rata. Apapun semuanya harus kita hitung, sehingga kita putuskan harga dipertahankan di harga yang sama dan subsidi membengkak sampai Rp 502 triliun.

Kalau konsumsi naik ya bisa naik lagi. Oleh sebab itu, kemarin rapat dengan Pertamina, kita menyiapkan sebuah platform aplikasi yang kita pakai untuk sedikit mengerem agar konsumsinya tidak naik dan itu akan membuat kenaikan subsidi yang sangat drastis.

Aplikasi ini yang baru masuk ke lapangan dan apapun APBN itu ada kekuatannya. Subsidi Rp 502 triliun mungkin masih kuat tapi kalau ditambah mungkin sudah sangat berat sekali. Atau kalau harga komoditas turun, Rp 502 triliun pun mungkin kita juga tidak kuat.

Kalau harga minyak masih tinggi dan subsidi membengkak lebih dari Rp 502 triliun, apakah bapak akan menaikkan harga BBM?

Kalau memang situasi seperti itu, ingat di negara lain itu BBM sudah Rp 17 ribu. Ada yang Rp 31 ribu, kita masih Rp 7.650. Bahkan solar Rp 5.150, padahal harga keekonomian solar itu Rp 19 ribu, harga keekonomian Pertalite Rp. 17.100. Pertamax harusnya Rp 17.300, kita masih Rp 12.500 karena semuanya disubsidi.

Kenapa harus disubsidi?

Ini ada hitungan risiko. Kalau itu kita biarkan sesuai dengan harga pasar dan keekonomian, inflasi kita juga bisa meledak, itu ada plus minusnya atau daya beli masyarakat menjadi turun atau lari lagi ke growth kita menjadi turun juga karna konsumsi rakyat menurun.

Ini pilihan-pilihan. Memang sekali lagi dunia dalam keadaan sulit dan kita pun berada dalam posisi itu. Kita hanya memiliki keuntungan harga komoditas (mengalami kenaikan).

Foto: Infografis/ Indonesia kebal resesi/ Ilham Restu
Simak! Ini Dia 5 Fokus Kebijakan Fiskal APBN 2023

(miq/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Pages