
Jokowi Buka-bukaan Soal Krisis, Subsidi BBM, hingga IKN

Banyak pihak yang mengatakan jelang tahun politik pemerintah tidak akan melakukan kebijakan yang tidak populer seperti tidak menaikkan harga BBM subsidi. Apakah seorang Joko Widodo berani mengambil kebijakan yang tidak populer demi menyalamatkan ekonomi dan kondisi keuangan negara seperti menaikkan harga BBM?
Kebijakan itu yang paling penting harus mengutamakan rakyat. Itu yang harus diutamakan dengan kalkulasi yang detail. Ada angka-angkanya. Bukan karena populer dan tidak populer.
Yang paling penting jangan membebani rakyat. Tetapi kalau APBN tidak mampu, ya memang harus kita putuskan. Dan ingat ya, meskipun tadi disampaikan tahun politik, tahun politik itu berlaku bagi yang mengikuti pemilu. Artinya kandidat presiden, bukan buat saya. Saya udah enggak ikut kontestasi pemilu lagi.
Jadi prinsipnya kepentingan rakyat dan negara itu yang diutamakan. Kalau risiko politik saya kira, saya ulang pemimpin harus berani memutuskan apapun risikonya kalau itu baik untuk negara.
Ada wacana bergulir soal subsidi BBM. Apakah akan naik atau tidak naik. Kenapa pemerintah tidak mengubah subsidi BBM menjadi subsidi orang?
Ya selalu problemnya di data. Apapun. Selalu di data, sehingga kalau kita buat sebuah platform aplikasi untuk subsidi masuk ke orang, masih sering kementerian itu ragu-ragu karena keakuratan data masih banyak yang mempertanyakan.
Kalau subsidi bisa masuk ke orang, bisa tepat sasaran. Misalnya Pertalite, mobil-mobil mewah masih mengisi bahan bakar dengan Pertalite. Harusnya kan ndak seperti itu. Harusnya kaya solar yang berkaitan dengan truk untuk transportasi barang atau bus untuk transportasi orang mestinya seperti itu. Atau Pertalite khususnya buat kendaraan.
Ini yang masih dalam hitung-hitungan kita bagaimana bangun sistem agar subsidi ini bisa tepat sasaran. Jangan yang kaya masih menikmati subsidi yang seharusnya bukan untuk mereka. Platform aplikasi ini yang sedang disiapkan dan itu memerlukan waktu.
Siapa yang layak disubsidi? Pembatasan konsumsi nantinya akan seperti apa? Apakah mobil dengan CC tertentu atau sepeda motor saja?
Bisa masuk ke CC tertentu, bisa masuk dipisah antara mobil dan sepeda motor, bisa juga nanti kalau data kita sudah siap betul, hanya untuk warga yang tidak mampu angkanya subsidinya kita berikan mereka misalnya lewat PKH, BLT, kemudian bansos sembako. Itu yang mungkin bisa kita pakai, tapi masih ada alternatif yang belum final.
Bicara data, ini juga jadi persoalan di negeri ini. Bagaimana kita mau mempersatukan data. Kita ingat di awal bapak juga ingin membuat kebijakan satu data. Ini tanggung jawab siapa sebenarnya?
Kalau ingin satu data, itu mestinya yang paling pas BPS. Tapi karena masih ada data-data di kementerian, ini yang belum klop. Ini masih dibersihkan agar datanya itu betul-betul akurat, dan juga dikroscek dengan pemda agar betul-betul sesuai dengan keadaan di lapangan.
Kan sekarang ada data BPS, Kemensos, bagaimana bapak melihat itu?
Masih dalam proses penyatuan menjadi satu data. Tapi sekali lagi, menyiapkan seperti itu juga bukan sesuatu yang mudah seperti kita kemarin ingin memberikan bansos saat Covid-19 kita memisahkan antara pedagang kaki lima, UMKM, itu juga kesulitan. Kemudian bansos PKH dengan yang mau kita beri BLT, juga masih karena datanya belum satu data.
Kembali lagi ke kondisi fiskal, dalam hadapi situasi krisis. Kita tahu ada satu negara yang sudah jatuh seperti Sri Lanka, Argentina, mengalami gejolak politik ekonomi. Banyak orang yang membandingkan Sri Lanka dan Indonesia. Bagaimana pak Jokowi melihat anggapan seperti itu?
Ya kalau kita lihat angka pertumbuhan ekonomi ya jauh. Angka inflasi juga jauh. Angka pertumbuhan ekonomi kita 5,44%, inflasi kita masih di 4,9%. Dan yang paling sering disorot debt to GDP ratio kita masih 39,6%.
Coba dilihat negara negara lain, Jepang berapa, Amerika berapa sudah di atas 100%. Artinya, asal pengelolaan pinjaman itu dikelola dengan baik, saya kira nggak ada masalah. Asal pinjaman utang dipakai untuk hal produktif, yang memberikan return yang baik kepada negara, jangan dipakai untuk hal-hal yang berkaitan dengan konsumsi. Kalau untuk yang kegiatan produktif gak ada masalah.
Yang produktif misalnya seperti apa pak?
Ya banyak. Infrastruktur, itu memberikan return daya saing, membuat pelabuhan juga memberikan kecepatan distribusi barang ke daerah antar pulau dan lain-lain. Airport juga sama. Mobilitas barang, mobilitas orang jadi lebih cepat. Ini menyangkut daya saing sehingga kita harapkan stok infrastruktur kita naik.
Kecepatan kita dalam distribusi logistik akan menjadi lebih baik. Saya kira kalau arahnya ke sana nggak masalah. Apalagi kalau masih di angka 39,6%. UU menyampaikan maksimal 60%.
Berarti masih ada batasan yang harus dijaga? Semua utang-utang dalam pengawasan bapak ya?
Iya. Paling penting setelah masuk ke APBN, fiskalnya kita jaga untuk hal produktif. Masuk ke pertanian yang menghasilkan, infrastruktur yang memberikan pendapatan kepada negara. Saya kira arah ke depan harus ke sana.
![]() |
