Suahasil berbicara mengenai kondisi perekonomian terkini di tengah awan gelap dunia serta sederet tantangan yang harus dihadapi ke depannya.
Ingin tahu seperti apa lengkapnya, simak wawancara khusus CNBCÂ Indonesia berikut:
Pertama, tentu geliat ekonomi kita, kita lihat sudah cukup robust selama satu semester 2022 ini, kita lihat bahwa kegiatan ekonomi ini berlanjut terus.
Ada serangan covid, varian baru BA.4 dan BA.5, tapi karena cukup mild, maka kegiatan ekonomi berlanjut terus. Kalau kita ingat setahun lalu, Agustus 2021 adalah hari-hari puncaknya kita kena Delta, gak ada yang berani keluar. Tapi sekarang, setahun kemudian dengan varian yang baru ini, kegiatan ekonomi berlanjut.
Kita lihat angka-angkanya di Semester I-2022, pertumbuhan ekonomi kita baik sekali 5,4%, pertumbuhan year on year. Tapi bukan hanya pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi kalau kita bedah, ternyata transportasi itu tinggi sekali, kita lihat manufaktur juga meningkat, pertanian kita harapkan lebih tinggi lagi nantinya.
Tapi, bukan hanya pertumbuhan ekonomi, di perbankan kredit kita meningkat tinggi, pertumbuhan kredit cukup tinggi, lalu ketahanan perbankan kita NPL (Non performing loan) terjaga, dan selain itu di moneter kita kurs kita kelihatan cukup stabil di antara negara-negara lain.Pasar modal kita juga cukup masih sangat positif pertumbuhannya.
Ini fundamental yang pasti dilihat oleh seluruh perekonomian, seluruh global, dan kelihatan dengan fundamental seperti ini, ini kekuataan ekonomi kita terjaga.
Namun, resikonya ada. Resiko perekonomian hari-hari ini adalah bergeser dari risiko pandemi menjadi risiko global. Perang menciptakan harga-harga komoditas yang relatively cepat.
Lalu kemudian, harga komoditas naik cepat sekali, namun yang kita lihat bukan hanya sekedar cepat, tapi volatilitas yang tinggi, naik turun naik turun. Ini menyulitkan.
Menyulitkan yang namanya perencanaan. Kalau kita lihat harga CPO (Crude Palm Oil) dari US$ 1.800 sekarang US$ 900. Kalau kita lihat harga nikel, pernah tinggi sekali, sekarang rendah atau turun.
Ini dalam jangka pendek menciptakan ifnlasi, namun dalam jangkaa menengah kesulitan untuk melakukan perencanaan. Nah, kita mesti meniti pelan-pelan, sadar dengan semua resikonya, fundamental kita baik, resikonya menghadang risiko global.
Ini situasi yang kita hadapi sekarang, fundamental baik risikonya di tingkat global.
Kalau kita lihat apa yang terjadi di Kuartal II-2022 kemarin itu bulan April, Mei, Juni itu konsumsi luar biasa tingginya. Saya senang sekali melihat angka konsumsi 5,5% itu luar biasa, dan itu footnote lagi, itu di atas konsumsi tahun lalu yang Kuartal II-2021 yang juga tinggi.
Tahun lalu, Q2 kita adalah 7% lebih pertumbuhan ekonomi, sekarang kita 5,4% (Kuartal II-2022) di atas 7% yang tahun lalu, itu berarti tumbuhnya cepat sekali.
Karena apa? satu karena konsumsi. Konsumsi kita itu selalu 56% mayoritas dari PDB (Produk Domestik Bruto) kita, jadi PDB kita mayoritas adalah konsumsi.
Bayangkan kalau masyarakat tidak konsumsi, PDB kita ya anjlok atau pertumbuhan tidak tinggi, itu yang terjadi di 2020 dan 2021. Jadi kalau kita lihat konsumsinya tinggi, kita senang, artinya kegiatan belanja sudah terbuka.
Kita Kuartal II ada mudik Lebaran yang juga sangat baik sekali, lancar, tentu didukung oleh infrastruktur yang baik, BBM (Bahan Bakar Minyak) yang relatif murah tidak ada kenaikan, meskipun harga di luar negeri gonjang-ganjing, tapi di dalam negeri harga BBM kita buat stabil.
Jadi kita ingin dorong terus konsumsi ini ke Q3 dan Q4. Ini adalah fundamental yang baik di Semester I. Kita lihat deh, kalau estimasi kita semoga pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini bisa di sekitar 5% - 5,2% secara keseluruhan.
Moga-moga ini jadi fundamental yang baik, karena tahun depan kita memang akan menghadapi volatilitas yang lebih tinggi, mulai sekarang pun volatilitasnya lebih tinggi, tapi fundamental Semester I-2022 kita sangat baik, moga-moga jadi fundamental yang baik.
- Pandangan Anda terkait kondisi APBN Kita di Semester I-2022 khususnya menghadapi harga pangan dan energi, seperti apa sebetulnya?
Kalau kita lihat angka inflasi, maka inflasi kita sangat terkendali 4,9%, itu sangat terkendali kalau dibandingkan dengan negara-negara peer group kita yang lain.
Tapi di dalam inflasi kita ada beberapa harga yang kelihatan sekali meningkat, terutama harga pangan. Namun, kita menganggap bahwa inflasi saat ini menjadi salah satu game changer Indonesia.
Kita harus bisa menjaga inflasi itu jangan naik dulu terlalu cepat, supaya pemulihan ekonomi bisa berjalan sepanjang mungkin. Beberapa jenis harga kebetulan di dalam setting Indonesia, ini beda dengan setting negara-negara lain.
Di dalam setting Indonesia, beberapa harga terutama harga energi itu harganya ditentukan oleh pemerintah, paling tidak untuk komoditas yangs angat basic, listrik, LPG 3 kg, dan BBM terutama yang Pertalite yang merupakan konsumsi banyak sekali masyarakat.
Kita putuskan tahun ini APBN akan membuat harga-harga tersebut kita stabilkan, artinya jangan naik. Tapi harus ada yang bayar, karena harga di internasional itu meningkat, pasti harga di dalam negeri juga meningkat. Tapi pemerintah memutuskan kita bayar, namanya membayar subsidi dan kompensasi.
Ibaratnya itu, ini inflasinya kita beli dengan anggaran pemerintah. Anggaran pemerintah dari mana? kita mendapat dari windfall revenue karena harga komoditas naik. Jadi ada penerimaan yang meningkat, kita pakai sebagian untuk membayar kompensasi dan subsidi tambahan, makanya total kompensasi dan subsidi itu mencapai Rp 502 triliun.
- Langkah-langkah apa lagi yang diantisipasi pemerintah untuk mencegah beban subsidi ini semakin membengkak?
Tentu yang pertama kita pastikan pasokan. Harus ada keyakinan PLN, Pertamina sebagai penyedia pasokan yang utama untuk energi dan BBM itu tetap harus bisa menjalankan fungsinya.
Saat ini, kalau misalnya Pertamina, tentu pasokan dari luar negeri, harus lancar. Jadi, kita bersedia bayar tapi barang harus tersedia. Juga untuk LPG seperti itu. Kemudian untuk PLN, kita sudah memberikan beberapa kekhususan harga, termasuk untuk harga batubara yang menjadi energi primer PLN dan harga gas.
Tapi, kita tidak boleh berhenti disitu, kita harus lanjutkan dengan beberapa antisipasi dan upaya-upaya membuat supaya penggunaan energi itu semakin efisien.
Termasuk sekarang pemerintah mendorong kendaraan listrik, sepeda motor listrik, mobil listrik itu banyak mendapatkan insentif, karena dalam hitung-hitungan kita, yang kendaraan listrik itu lebih efisien secara nilai dalam rupiah, dibandingkan pakai BBM. Nah ini kita teruskan.
Kita juga punya upaya, kita sedang minta kepada PLN untuk membuat kompor listrik untuk rumah tangga. Jadi ini juga harus diuji cobakan, disosialisasikan, mungkin terbatas dulu. Tapi kita berharap nanti akan lebih masif lagi ke depannya. Ini banyak upaya kita untuk efisiensi ini.
- Kalau membahas inflasi di Indonesia, bisa dibilang inflasi di Indonesia saat ini dikategorikan mild atau moderat, langkah apa yang dilakukan pemerintah untuk menekan lonjakan inflasi?
Inflasi kalau lihat sekarang, yang paling utama adalah harga energi, kan dipegang oleh pemerintah. Indonesia beda dengan negara-negara lain.
Di Indonesia harga energi yang paling besar ditentukan pemerintah, ini menjadi sangat penting, karena harga energi punya re-precaution effect ke berbagai macam kegiatan ekonomi dan ke harga-harga produk lain.
Namun, selain harga BBM, kita juga melihat angka inflasi terakhir itu 4,9%, satu komponen yang sangat tinggi inflasinya itu adalah harga pangan, terutama harga pangan yang kalau istilahnya harga pangan yang volatile, yang tergantung musim.
Disini ada berbagai harga produk pangan yang memang harus kita perhatikan, pemerintah kalau untuk produk-produk pangan, itu sangat banyak memberikan subsisi, melalui subsidi pupuk, jadi pupuknya yang disubsidi.
Namun, kunci utama berikutnya untuk memastikan volatile food ini bisa kita kendalikan, menurut saya adalah supply. Jadi supply harus tersedia dan distribusinya harus lancar.
Oleh karena itu, banyak sekali, kalau kita ingin memastikan harga inflasi volatile food itu rendah, pastikan ada supply dan distribusi. Pemerintah pusat dan daerah harus sama-sama memastikan jalanan utk ke pasar tersedia, produksi di seluruh sentra-sentra produksi itu menghasilkan.
Terus ada pemantauan, yang mengatakan kapan kira-kira yang mengatakan kira-kira kapan ada lonjakan permintaan, terutama hari raya, hari libur atau hari besar yang lain, biasanya permintaan melonjak. Ini harus sangat-sangat detail.
On top of that, ada harga-harga yang sifatnya itu. Kalau kita bilang inflasi itu komponennya tiga; administered price itu dia BBM dan energi, kemudian volatile food dan core inflation yang merupakan inti dari inflasi yang tidak terpengaruh dari harga-harga volatile dan ditanggung pemerintah. Ini tiga komponen yang harus kita perhatikan dengan baik.
Angka terakhir 4,95, kita harapkan di tahun ini bisa tetap terkendali, sehingga kegiatan ekonomi itu berlanjut terus. APBN terus akan memberi support, jadi tugas APBN adalah menjadi shock absorber.
Artinya, memastikan daya beli masyarakat jalan terus. Kedua, memastikan inflasi bisa kita tangani. Memastikan daya beli masyarakat itu terutama yang miskin dan rentan, program perlindungan sosial, bantuan sosial harus kita jalankan.
Memastikan inflasi bisa kita tangani dan ketiga APBN-nya mesti terus kita bikin sehat, jadi sambil dia menggelontorkan terus untuk menangani inflasi, naikin subsidi dan kompensasi, naikin perlindungan sosial, tapi harus membuat APBN lebih sehat.
Lebih sehat itu defisitnya, karena kalau defisit kita turunkan artinya pembiayaan kita turunkan, artinya utang kita juga minimalkan. Ini situasi APBN sekarang.
- Inflasi dan kaitannya dengan suku bunga, hingga akhir tahun ini BI bisa menaikan 100bps, sebetulnya kebijakan ini sudah tepatkah untuk dijalankan?
Klarifikasi terlebih dahulu, yang waktu itu disampaikan oleh Bu Menteri Keuangan adalah recap dari pendapat para analis, yang mengatakan BI melakukan kebijakan suku bunganya secara independen.
Teman-teman di BI menjalankan kebijakan moneter, kita di pemerintah tidak melakukan estimasi apapun atau tidak melakukan apapun perkiraan yang dilakukan BI.
Namun teman-teman analis banyak sekali yang melihat data dan angka, mereka melakukan berbagai macam prakiraan. Kalau kita melihat sekarang ini terjadi di pemerintah, pokoknya pemerintah mengusahakan sedapat mungkin, karena kita tahu inflasi akan mempengaruhi kondisi ekonomi, termasuk suku bunga, makanya kita upayakan saja semaksimal mungkin inflasi bisa kita tahan dari APBN.
Itu membutuhkan APBN yang fleksibel yang bisa menyerap shock-nya atau menjadi shock absorber. Jadi, kalau memang APBN bisa absorb, kita absorb, tapi APBN kalau absorb itu tidak bisa selamanya, gak sehat nanti APBN-nya
APBN meng-absorb dalam batas yang kita anggap baik dan secara bertahap perekonomian dibuka kemudian APBN kita sehat, kita turunkan lagi intensitas kerjanya.
APBN itu kalau defisit tinggi, artinya intensitas kerjanya tinggi banget. APBN yang defisitnya tinggi itu boleh atau tidak? Boleh. Tapi di dalam situasi-situasi yang sangat critical seperti 2020. Kritis kita sediakan.
Namun ketika ekonomi sekarang pertumbuhannya sudah 5,4%, semua orang senang sekali, APBN kemudian winding down, APBN-nya kita turunkan intensitas kerjanya dan kemudian kita APBN siap-siap lagi, kalau-kalau harus menangani situasi kritis lainnya di masa yang akan datang. Ini siklus APBN yang harus kita lakukan.
- APBN harus selalu sehat, tapi harus terus mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah momentum pemulihan ini. Sebetulnya langkah apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menghadapi situasi ini?
Kondisi ekonomi kita kalau dilihat strukturnya, APBN atau pengeluaran pemerintah sebenarnya di seluruh PDB hanya sekitar 15%-an, 80% lagi yang membentuk PDB, tidak lain adalah dunia usaha dan masyarakat.
Nah, dunia usaha dan masyarakat itu ada rumah tangga, ada usaha produsen, kalau rumah tangga pengeluarannya itu konsumsi rumah tangga. Makanya, kita ingin dorong konsumsinya.
APBN bisa gak mendorong konsumsi rumah tangga? Bisa, dengan cara memastikan harga stabil, itu yang kita lakukan.
Jadi, APBN bisa tidak mendorong investasi dari dunia usaha, bisa - dengan membuat harga stabil, biaya energi kita buat stabil. Lalu, kemudian ketika dunia usaha melihat 'oh ternyata pusat perbelanjaan mulai dikunjungi orang', 'pasar sudah dikunjungi pelanggannya'. Lalu kemudian dia berusaha, ini yang harus jadi pembentuk PDB kita.
Pemerintah harus bicara mengenai fundamental, fundamentalnya ditaruh pemerintah menjaga harga, pemerintah menjaga daya beli masyarakat.
Kan kita inginnya daya beli masyarakatnya itu terdistribusi dengan baik. Kelompok ekonomi lemah, menengah, dan kelompok atas biasanya sudah mengurus dirinya sendiri.
Kalau kelompok menengah dan bawah harus kita pastikan punya daya beli, sehingga kemudian dia betul-betul melakukan kegiatan ekonomi - konsumsi, investasi, yang bisa ekspor melakukan ekspor, tapi biasanya kalau teman-teman melihat seluruh perekonomian income naik, impornya juga naik. Nanti kita lihat balancing-nya seperti apa.
- Tapi kalau kita lihat, berdasarkan data, belanja pemerintah masih negatif di Kuartal II-2022, jadi sebetulnya seperti apa?
Pada saat 2020 konsumsinya, investasi negatif, ekspor impor negatif, maka satu-satunya positif adalah pengeluaran pemerintah. Itu diperlukan, karena kalau pada saat 2020 kalau government-nya ikut negatif, kita negatifnya lebih dalam dibandingkan 2%.
Jadi, pada saat itu pengeluaran pemerintah jadi shock absorber-nya. Saat ini, kita lihat kegiatan ekonominya pick up, jadi konsumsinya tumbuh luar biasa, impressive, investasi juga tumbuh positif. Di saat itu lah kemudian pemerintah itu mengurangi intensitas.
Jadi, memang dia negatif, tapi negatif dibandingkan tahun lalu yang luar biasa tingginya. Jadi, tahun lalu pemerintah tumbuh sekitar 7%, sekarang dia negatif sekitar 4% sampai 5%. Itu adalah cara untuk melihat, pemerintah ini intensitasnya diturunkan.
Supaya, APBN sehat. Bayangkan kalau tahun lalu sudah 7%, kemudian tahun ini kita geber lagi, itu tambah defisitnya. Kita mau mengurangi defisit, supaya APBN kembali sehat dan dia siap-siap lagi mengumpulkan kekuatan untuk kalau harus menangani perekonomian ketika konsumsi negatif seperti 2020 itu.
Ini yang disebut countercyclical, ketika perekonomian lagi turun, APBN yang naik. Ketika perekonomian lagi naik, APBN-nya intensitasnya kita jaga.
- Targetnya hingga akhir tahun akan seperti apa untuk belanja pemerintah ini?
Kita tetap membayangkan tahun ini APBN akan tetap defisit, artinya secara nominal belanja akan tumbuh, secara riil kita akan lihat dari inflasinya berapa.
Tapi APBN tetap menjalankan anggaran yang sifatnya defisit, artinya belanja negara akan tetap lebih besar dibandingkan penerimaan negara.
Jadi, efek dari APBN ke perekonomian akan tetap kita optimalkan, tapi kalau ke konsumsi dan investasi ini akan berubah. Beda dengan 2020 dimana yang lain semuanya negatif, tapi satu-satunya government yang positif.
Saat ini, karena yang lain sudah maju, naik dengan sendirinya, government expenditure-nya secara nominal tetap akan tetap positif, dengan defisit di sekitar 3,9% dari PDB. Itu cara menuju tahun depan APBN jadi lebih sehat, nanti tanggal 16 Agustus diumumkan oleh Pak Presiden (Joko Widodo) RAPBN 2023.
- Target pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun akan seperti apa?
Kita akan tetap bayangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di sekitar 5% sampai 5,2%. Moga2 di Q3 dan Q4 ini relatively steady, kalau di Q3 dan Q4 bisa steady di atas 5%, kita punya keyakinan bahwa sampai kahir tahun bisa menyentuh 5% hingga 5,2%. Sekitar angka itu lah.