Wamenkeu Ungkap Rahasia RI Tak Anjlok Saat Dunia Gelap Gulita

- Pandangan Anda terkait kondisi APBN Kita di Semester I-2022 khususnya menghadapi harga pangan dan energi, seperti apa sebetulnya?
Kalau kita lihat angka inflasi, maka inflasi kita sangat terkendali 4,9%, itu sangat terkendali kalau dibandingkan dengan negara-negara peer group kita yang lain.
Tapi di dalam inflasi kita ada beberapa harga yang kelihatan sekali meningkat, terutama harga pangan. Namun, kita menganggap bahwa inflasi saat ini menjadi salah satu game changer Indonesia.
Kita harus bisa menjaga inflasi itu jangan naik dulu terlalu cepat, supaya pemulihan ekonomi bisa berjalan sepanjang mungkin. Beberapa jenis harga kebetulan di dalam setting Indonesia, ini beda dengan setting negara-negara lain.
Di dalam setting Indonesia, beberapa harga terutama harga energi itu harganya ditentukan oleh pemerintah, paling tidak untuk komoditas yangs angat basic, listrik, LPG 3 kg, dan BBM terutama yang Pertalite yang merupakan konsumsi banyak sekali masyarakat.
Kita putuskan tahun ini APBN akan membuat harga-harga tersebut kita stabilkan, artinya jangan naik. Tapi harus ada yang bayar, karena harga di internasional itu meningkat, pasti harga di dalam negeri juga meningkat. Tapi pemerintah memutuskan kita bayar, namanya membayar subsidi dan kompensasi.
Ibaratnya itu, ini inflasinya kita beli dengan anggaran pemerintah. Anggaran pemerintah dari mana? kita mendapat dari windfall revenue karena harga komoditas naik. Jadi ada penerimaan yang meningkat, kita pakai sebagian untuk membayar kompensasi dan subsidi tambahan, makanya total kompensasi dan subsidi itu mencapai Rp 502 triliun.
- Langkah-langkah apa lagi yang diantisipasi pemerintah untuk mencegah beban subsidi ini semakin membengkak?
Tentu yang pertama kita pastikan pasokan. Harus ada keyakinan PLN, Pertamina sebagai penyedia pasokan yang utama untuk energi dan BBM itu tetap harus bisa menjalankan fungsinya.
Saat ini, kalau misalnya Pertamina, tentu pasokan dari luar negeri, harus lancar. Jadi, kita bersedia bayar tapi barang harus tersedia. Juga untuk LPG seperti itu. Kemudian untuk PLN, kita sudah memberikan beberapa kekhususan harga, termasuk untuk harga batubara yang menjadi energi primer PLN dan harga gas.
Tapi, kita tidak boleh berhenti disitu, kita harus lanjutkan dengan beberapa antisipasi dan upaya-upaya membuat supaya penggunaan energi itu semakin efisien.
Termasuk sekarang pemerintah mendorong kendaraan listrik, sepeda motor listrik, mobil listrik itu banyak mendapatkan insentif, karena dalam hitung-hitungan kita, yang kendaraan listrik itu lebih efisien secara nilai dalam rupiah, dibandingkan pakai BBM. Nah ini kita teruskan.
Kita juga punya upaya, kita sedang minta kepada PLN untuk membuat kompor listrik untuk rumah tangga. Jadi ini juga harus diuji cobakan, disosialisasikan, mungkin terbatas dulu. Tapi kita berharap nanti akan lebih masif lagi ke depannya. Ini banyak upaya kita untuk efisiensi ini.
- Kalau membahas inflasi di Indonesia, bisa dibilang inflasi di Indonesia saat ini dikategorikan mild atau moderat, langkah apa yang dilakukan pemerintah untuk menekan lonjakan inflasi?
Inflasi kalau lihat sekarang, yang paling utama adalah harga energi, kan dipegang oleh pemerintah. Indonesia beda dengan negara-negara lain.
Di Indonesia harga energi yang paling besar ditentukan pemerintah, ini menjadi sangat penting, karena harga energi punya re-precaution effect ke berbagai macam kegiatan ekonomi dan ke harga-harga produk lain.
Namun, selain harga BBM, kita juga melihat angka inflasi terakhir itu 4,9%, satu komponen yang sangat tinggi inflasinya itu adalah harga pangan, terutama harga pangan yang kalau istilahnya harga pangan yang volatile, yang tergantung musim.
Disini ada berbagai harga produk pangan yang memang harus kita perhatikan, pemerintah kalau untuk produk-produk pangan, itu sangat banyak memberikan subsisi, melalui subsidi pupuk, jadi pupuknya yang disubsidi.
Namun, kunci utama berikutnya untuk memastikan volatile food ini bisa kita kendalikan, menurut saya adalah supply. Jadi supply harus tersedia dan distribusinya harus lancar.
Oleh karena itu, banyak sekali, kalau kita ingin memastikan harga inflasi volatile food itu rendah, pastikan ada supply dan distribusi. Pemerintah pusat dan daerah harus sama-sama memastikan jalanan utk ke pasar tersedia, produksi di seluruh sentra-sentra produksi itu menghasilkan.
Terus ada pemantauan, yang mengatakan kapan kira-kira yang mengatakan kira-kira kapan ada lonjakan permintaan, terutama hari raya, hari libur atau hari besar yang lain, biasanya permintaan melonjak. Ini harus sangat-sangat detail.
On top of that, ada harga-harga yang sifatnya itu. Kalau kita bilang inflasi itu komponennya tiga; administered price itu dia BBM dan energi, kemudian volatile food dan core inflation yang merupakan inti dari inflasi yang tidak terpengaruh dari harga-harga volatile dan ditanggung pemerintah. Ini tiga komponen yang harus kita perhatikan dengan baik.
Angka terakhir 4,95, kita harapkan di tahun ini bisa tetap terkendali, sehingga kegiatan ekonomi itu berlanjut terus. APBN terus akan memberi support, jadi tugas APBN adalah menjadi shock absorber.
Artinya, memastikan daya beli masyarakat jalan terus. Kedua, memastikan inflasi bisa kita tangani. Memastikan daya beli masyarakat itu terutama yang miskin dan rentan, program perlindungan sosial, bantuan sosial harus kita jalankan.
Memastikan inflasi bisa kita tangani dan ketiga APBN-nya mesti terus kita bikin sehat, jadi sambil dia menggelontorkan terus untuk menangani inflasi, naikin subsidi dan kompensasi, naikin perlindungan sosial, tapi harus membuat APBN lebih sehat.
Lebih sehat itu defisitnya, karena kalau defisit kita turunkan artinya pembiayaan kita turunkan, artinya utang kita juga minimalkan. Ini situasi APBN sekarang.
- Inflasi dan kaitannya dengan suku bunga, hingga akhir tahun ini BI bisa menaikan 100bps, sebetulnya kebijakan ini sudah tepatkah untuk dijalankan?
Klarifikasi terlebih dahulu, yang waktu itu disampaikan oleh Bu Menteri Keuangan adalah recap dari pendapat para analis, yang mengatakan BI melakukan kebijakan suku bunganya secara independen.
Teman-teman di BI menjalankan kebijakan moneter, kita di pemerintah tidak melakukan estimasi apapun atau tidak melakukan apapun perkiraan yang dilakukan BI.
Namun teman-teman analis banyak sekali yang melihat data dan angka, mereka melakukan berbagai macam prakiraan. Kalau kita melihat sekarang ini terjadi di pemerintah, pokoknya pemerintah mengusahakan sedapat mungkin, karena kita tahu inflasi akan mempengaruhi kondisi ekonomi, termasuk suku bunga, makanya kita upayakan saja semaksimal mungkin inflasi bisa kita tahan dari APBN.
Itu membutuhkan APBN yang fleksibel yang bisa menyerap shock-nya atau menjadi shock absorber. Jadi, kalau memang APBN bisa absorb, kita absorb, tapi APBN kalau absorb itu tidak bisa selamanya, gak sehat nanti APBN-nya
APBN meng-absorb dalam batas yang kita anggap baik dan secara bertahap perekonomian dibuka kemudian APBN kita sehat, kita turunkan lagi intensitas kerjanya.
APBN itu kalau defisit tinggi, artinya intensitas kerjanya tinggi banget. APBN yang defisitnya tinggi itu boleh atau tidak? Boleh. Tapi di dalam situasi-situasi yang sangat critical seperti 2020. Kritis kita sediakan.
Namun ketika ekonomi sekarang pertumbuhannya sudah 5,4%, semua orang senang sekali, APBN kemudian winding down, APBN-nya kita turunkan intensitas kerjanya dan kemudian kita APBN siap-siap lagi, kalau-kalau harus menangani situasi kritis lainnya di masa yang akan datang. Ini siklus APBN yang harus kita lakukan.
(cap/mij)