Erick Bicara 'Bersih-bersih' Garuda Hingga Transformasi PLN

Syahrizal Sidik & M. Gibran, CNBC Indonesia
17 February 2022 19:21
Menteri BUMN Erick Thohir
Foto: Menteri BUMN Erick Thohir (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terus menggencarkan transformasi di Kementerian BUMN maupun BUMN-BUMN yang merentang dari sektor keuangan hingga pangan. Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia dan ditayangkan dalam POWER LUNCH, Kamis (17/2/2022), Erick membeberkan sejumlah gebrakan yang dilakukan.

Terhadap Garuda Indonesia, Erick berkomitmen menyelamatkan BUMN penerbangan tersebut.

"Kan Garuda sudah beberapa kali diselamatkan, tentu kalau sudah beberapa kali diselamatkan, yang perlu dipelajari ini kenapa? Apakah karena memang manajemennya, apakah juga karena industrinya yang memang kita tidak besar industri ataupun konteks-konteks yang lain. Apakah kita terlalu bergantung dengan tentu beberapa pihak, misalnya pesawat terbangnya," papar Erick.

Dalam kesempatan itu, Erick juga bicara soal rencana PLN ke depan di tengah fenomena transisi energi global. Berikut petikannya.

Seperti apa rencana kelanjutan 'bersih-bersih' Garuda Indonesia?
Kan Garuda Indonesia sudah beberapa kali diselamatkan, tentu kalau sudah beberapa kali diselamatkan, yang perlu dipelajari ini kenapa? Apakah karena memang manajemennya, apakah juga karena industrinya yang memang kita tidak besar industri ataupun konteks-konteks yang lain, apakah kita terlalu bergantung dengan tentu beberapa pihak, misalnya pesawat terbangnya.

Karena itu, kita dalam perbaikan restrukturisasi Garuda saat ini, justru kita ingin membenahkan dari titik awalnya. Memang salah satunya yang harus dibenahi di Garuda itu penyewaan pesawat terbangnya, lalu SOP dalam menjalankan daripada Garuda itu sendiri. Ketiga model bisnis atau rencana bisnisnya seperti apa. Jangan sampai nanti restrukturisasi Garuda ini selalu berulang-ulang, akhirnya kita selalu terjeblos dalam titik yang sama. Itu kan bodoh.

Karena itu, kita sedang lakukan bagaimana PKPU, kita bisa memmastikan keputusan daripada pebaikan dari segi pembiayaan, atau juga keuangan itu benar-benar konkret. Tentu kita harapkan kemarin kan Alhamdulillah kita sudah mendaftarkan 21 Desember, nanti 21 Maret ini kita ada bayangan seperti apa keputusannya.

Pihak lessor positif. Keadaan industri saat ini memang dalam keadaan di seluruh dunia tidak baik, tapi ada tanda-tanda perbaikan ketika Covid-19 membaik. Phillipine Airlines adalah salah satu contoh yang berhasil keluar. Ini menjadi contoh bagi Garuda bahwa ada jalan keluar ke arah sana.

Perbaikan manajemen, kenapa kita laporkan ke Kejaksaan Agung supaya ke depan, namanya penyewaan pesawat harus punya rencana bisnis, tidak hanya menentukan karena saya dirut, tanpa memperhitungkan kenapa beli pesawat. Jangan sampai kita selalu menjadi jumlah pesawat terbanyak, akhirnya biaya perawatannya sangat kompleks.

Setelah PKPU Garuda, bisnis model Garuda seperti apa?
Itu poin ketiga, tidak hanya perbaikan manajemennya, pengambilan keputusan, sekarang namanya bisnis modelnya. Sejak awal kalau kita lihat, kadang-kadang kita ini suka euforia negara lain, padahal kita punya yang namanya bisnis kita sendiri, ekosistem kita sendiri.

Jelas sebelum Covid-19 itu, 72% turis kita turis domestik, 28% turis dari luar negeri. Kue dari turis domestik ini hampir Rp 1.400 triliun, sehingga apa? kalau kita melihat, apalagi kita negara kepulauan, penduduknya 270 juta, mestinya kita fokus pada domestik, buka ke luar negeri, bukan berarti kita menomorduakan kedatangan turis dari luar negeri.

Yang namanya industri pesawat terbang bisa interkoneksi, kemarin Garuda kerja sama dengan Emirates, atau Qatar, penerbangan luar negeri masih bisa dilayani, yang di dalam negeri kita maksimalkan. Industri penerbangan di dalam negeri ini memerlukan 400 pesawat, artinya cukup besar. Inilah kenapa rute-rutenya kita ingin pelajari mana yang memang bisa menguntungkan, atau pun rute-rute yang memang harus kerja sama dengan pemda dalam memastikan pelayanan lebih baik.

Setelah PKPU ini akan kita jalankan, perbaikan bisnis model. Kita juga meminta persetujuan Kementerian Perhubungan, open sky policy kita akan ubah bersama-sama yang tadinya banyak sekali bandara terbuka internasional, ini menggerus industri turis kita yang selama ini banyak yang ke luar negeri dibanding ke dalam negeri. Yang berobat ke luar negeri juga sampai 2 juta, nilainya Rp 97 triliun, masa kita tidak memetakan bagaimana yang lebih baik bagi pengembangan bagi industri kita ke depan, sehingga menumbuhkan yang namanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha baru.

Kita tidak anti asing, tetapi sudah wajib dengan market kita yang besar, justru kita harus pro terhadap market ini untuk pertumbuhan bangsa kita, bukan justru menjadi pertumbuhan bangsa lain. Industri pariwisata jika dikelola dengan baik akan mendukung UMKM, ekosistem di bawahnya. Kalau UMKM baik, Himbara bisa perbanyak KUR, ini ekosistemnya luas.

Salah satu pemegang saham, yaitu Chairman CT Corp, bersedia menambah modal, tanggapan Anda?
Sangat positif ya, pengusaha-pengusaha dalam negeri ini kan tentu kan kita harus dorong, pengusaha nasional harus menjadi garda terdepan. Kami tentu BUMN filosifinya tidak mau menjadi menara gading, tapi justru bagaimana kita membangun ekosistem yang baik bagi tumbuhnya pengusaha nasional, tumbuhnya UMKM, pengusaha daerah, dan lain-lainnya.

Untuk Garuda, tahap awalnya memang PKPU dulu, setelah ini nanti ada fondasinya, baru kita bisa bicara penambahan modal atau pengembangan. Ini national flag carrier, pemerintah juga tentu punya keprihatinan dan ingin memastikan national flag carrier ini berjalan dengan baik. Garuda ini sangat juga dibutuhkan dalam kestabilan logistik.

Garuda sekarang tidak hanya bicara transportasi manusia, logistik ekosistem barang jadi sangat penting. Ongkos logistik kita masih tinggi 26% dibanding negara lain 13%. Ini yang kita coba samakan visinya dan kita sangat terbuka kerja sama dengan berbagai pihak dalam memastikan national flag carrier kita ini bisa berjalan dengan baik. Peran Kejaksaan Agung, perbaikan program bersih-bersih jadi solusi ke depan bagaimana ini bisa berjalan. Seperti Jiwasraya dan Asabri, restrukturisasi ada payung hukum yang jelas, restrukturisasi bisa berjalan dengan baik.

Bagaimana dengan PLN yang akan melakukan restrukturisasi dengan membentuk holding dan subholding?
Konsepnya mirip Pertamina, di mana, Pertamina dengan adanya holding dan sub holding, struktur biaya dari masing-masing jenis usaha Pertamina akan lebih terlihat, tidak overlapping angka-angkanya. Di Pertamina mirip, logistik jadi satu ekosistem, sehingga akan jauh efisien. Kilang dan Petrokomia juga satu kesatuan.

Ini yang kita melihat dengan struktur biaya yang lebih terbuka dan transparan, dikelola secara profesional, kita bisa melihat angka-angkanya dengan baik. Sama, di PLN juga kita banyak melakukan benchmarking dengan negara lain, ada Malaysia, Thailand, Korea Selatan, Amerika Serikat, Prancis. Seperti apa sih kita mengelola PLN ke depan, apalagi ada disrupsi listrik hijau, digitalisasi itu sangat perlu diantisipasi. Apalagi Indonesia sudah menandatangani zero emission di 2060, transaksi itu kan harus dilihat. Nah di situlah perlu benchmarking.

Jangan sampai transformasi PLN meliberalisasi kelistrikan nasional, tidak. Kita tetap bagaimana listrik ini jantung daripada pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, kehidupan masyarakat dan desa. Listrik ini menjadi kompenen terpenting sekarang, mobil motor pun sekarang sudah jadi listrik, tidak BBM 10 tahun yang akan datang.

Karena ini merupakan jantung, penting sekali supaya sehat. Awal-awal bagaimana utang PLN yang sampai Rp 500 triliun waktu itu, salah satunya efisiensi capex, karena itu capex kita tekan, efisiensi Rp 26 triliun dan utang-utang PLN kita percepat pembayaran atau di-refinance dengan bunga yang lebih murah. Alhamdulillah utangnya sekarang turun dari Rp 500 triliun menjadi Rp 456 triliun dengan bunga lebih baik.

Sekarang, step berikutnya apa? Harus lebih efisiensi lagi. Itulah kenapa ada holding yang fokus pada distribusi dan namanya pemasaran dan listriknya. Apalagi sekarang PLN sudah punya direktur pemasaran, ini pertama kali dalam sejarah PLN, yang selama ini datang perlu listrik, sekarang sudah gak bisa. Sekarang pabrik dan rumah bisa pasang solar panel, ini kan terjadi perubahan, itu yang pikirkan ada dua sub holding satu power dan turunannya. Power plan dan bagaimana seluruh industri di bawah power plant. Apalagi kemarin ada isu batu bara dengan kompleksitasnya.

Kedua, subholding beyond kWh, di luar listrik. Infrastruktur lain, digitalisasi seperti fiber optik, internet. Kebetulan PLN punya jaringan kabel itu, kenapa tidak create value sendiri untuk PLN. Dengan adanya sub holding, sama seperti Pertamina, akan terjadi transparansi dan efisiensi dengan cost-cost yang lebih jelas. Karena itu, dengan adanya sub holding ini kita melihat potensi yang baik.

Dulu yang namanya negara lain memerlukan listrik kita kirim batu baranya, tapi ke depan kita kirim baterainya, hasil storage atau di satu baterai apakah hasil dari air, geotermal, udara ini bisa kita lakukan. Kita bisa kirim listriknya. Belum lagi negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia memerlukan listrik hijau dengan butuhnya data center yang sangat besar, mereka perlu.

Kita bisa sambungkan sub holding jualan listrik ke luar negeri. Kita harapkan ada subsidi silang, sehingga harga listrik competeable, sehingga keperluan industri yang memang tidak perlu diproteksi lagi, tapi tetap rakyat miskin yang memerlukan listrik murah, kita pastikan mereka mendapatkan.

Seperti apa PLN di tengah era transisi energi, tapi harus menyuplai listrik masyarakat?
Itulah kenapa sub holding power plant ini kita harus bisa berdiri sendiri. Dalam melakukan transisi energi memerlukan dana yang sangat besar, salah satu ekonom ternama dunia, Joseph Stiglitz, beliau menyampaikan dalam transisi kelistrikan tidak bisa hanya dibebankan kepada negara-negara berkembang, tapi perlu ada partisipasi dari negara-negara maju.

Kita tidak mau bergantung kalau sampai misalnya harus bergantung kontekstual negara luar negeri, kita lakukan terobosan sendiri, market listrik Indonesia masih besar, kompor pun ke depan dari LPG akan menjadi listrik. Belum lagi ada akses penjualan ke negara-negara tetangga.

Nah, karena itu kenapa, kesempatan ini harus menjadi sebuah pemikiran, konsep dari bisnis model baru power plant ini. Selain mereka bisa melakukan rights issue, karena ini perlu ada investasi baru mengubah, bayangkan 15 giga watt itu perlu hampir US$ 20 sampai US$ 25 miiliar, itu kan berarti nggak mungkin kita ngutang lagi. Masak yang tadi PLN sudah utang Rp 500 triliun turun Rp 456 triliun tiba tiba naikkan lagi jadi Rp 700 triliun, tidak akan kuat.

Akhirnya beban dari listrik ini beban lagi, akhirnya seperti hari ini, yang kayak pun disubsidi, mestinya yang kaya-kaya tidak boleh disubdisi, peta-petanya kan berubah. Kalau ini berdiri sendiri, transisinya bisa pakai mekanisme go public dan lain, sekalian kita membenahi ini dengan partnership tapi tetap melayani rakyat.

Ini menjadi yang lebih baik seperti ketika rights issue BRI yang sampai Rp 96 triliun waktu itu, awal-awalnya berpikir, wah mana mungkin, ternyata dengan corporate action, kita mendukung pengembangan UMKM, justru kita menjadi rights issue terbesar di Asia Tenggara kedua di Asia, dan 7 di dunia, tapi apa, kepentingan pemerintah untuk meningkatkan UMKM sekarang dengan market, bukan dengan intervensi atau dana dari pemerintah.

Kita coba balance ini, karena dengan situasi Covid-19 seperti ini kan kita harus prihatin dengan pemasukan negara yang tidak hanya bergantung kita membenani terus. Sub holding PLN mirip-mirip, kita coba cari jalan bagaimana melakukan aksi korporasi, sehingga transisi energi ini bisa berjalan dengan konteks lebih profesional dan subsidi tepat sasaran.

Apalagi PLN ini kan perusahaan besar yang bergerak di energi. Apa ada opsi kalau IPO dan rights issue?
Seperti kemarin, ketika Mitratel go public, itu kan valuasi dari Telkom tumbuh Rp 496 triliun, sejarah tertinggi valuasi Telkom, artinya bisa, Mitratel akan terbebani dengan penugasan BTS-BTS yang 5G, ke depan industri kesehatan, pabrik 5.0 semua perlu 5G, hal hal ini kita coba balance.

Target PLN seiring sejalan dengan pemenuhan listrik masyarakat?
Kita tentu tetap berusaha menyeimbangkan pelayanan kepada masyarakat dengan harga listrik yang baik tetapi tentu yang tidak perlu disubdisi lagi jangan. Misal Pertamina buka harga Pertamax Turbo, yang lainnya kita tahan harganya. Rumah-rumah di atas 2.000 nggak boleh terima subsidi. Pabrik punya nilai ekonomi bagus tidak perlu terima subsidi.


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular