Cerita Mahendra Siregar Soal Diplomasi Ekonomi Hingga Vaksin

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
26 October 2020 06:10
Briefing Wamenlu RI Mahendra Siregar 17 Juli 2020. Ist
Foto: Mahendra Siregar (Ist)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Mahendra Siregar merupakan salah satu sosok yang komplet di antara para pejabat tinggi di tanah air. Betapa tidak, sejumlah amanah pernah diemban Mahendra, mulai dari wakil menteri perdagangan, wakil menteri keuangan, dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ia juga pernah menjadi Duta Besar RI untuk Amerika Serikat (AS).

Namun, tak dapat dimungkiri, semua itu berawal dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu), tempatnya bertugas saat ini.

"Mungkin kalau dilihat dari sejarahnya, betul (saya) mulai di Kementerian Luar Negeri. Tapi perjalanan keseluruhannya banyak berjalan di birokrasi pemerintah. Sebagian besar ada di kompartemen ekonomi. Walaupun saat ini kembali ke Kemlu, dan ditugaskan khusus untuk diplomasi ekonomi," ujar Mahendra dalam program IMPACT With Peter Gontha, Kamis (22/10/2020) lalu.



Lantas, jabatan apa yang paling berkesan bagi sosok Mahendra?

"Mungkin agak klise menjawabnya, tapi yang saya lihat justru karena ada di beberapa posisi tadi, sehingga pemahaman, cara pandang, dan juga konteksnya, saya berharap tentunya tidak mau menyombongkan diri, menjadi lebih lengkap dan relevan untuk konteks yang makin kompleks, saya rasa begitu," katanya.

Selain berbicara perihal diplomasi ekonomi yang menjadi fokus penugasannya, Mahendra juga menceritakan soal banyak hal, mulai dari investasi, ASEAN, isu Palestina hingga perburuan Indonesia memperoleh vaksin Covid-19. Berikut adalah petikannya:

Siapa Mahendra Siregar?
Mungkin kalau dilihat dari sejarahnya, betul (saya) mulai di Kementerian Luar Negeri. Tapi perjalanan keseluruhannya banyak berjalan di birokrasi pemerintah. Sebagian besar ada di kompartemen ekonomi. Walaupun saat ini kembali ke Kemlu, dan ditugaskan khusus untuk diplomasi ekonomi.

Jabatan yang paling berkesan?
Mungkin agak klise menjawabnya, tapi yang saya lihat justru karena ada di beberapa posisi tadi, sehingga pemahaman, cara pandang, dan juga konteksnya, saya berharap tentunya tidak mau menyombongkan diri, menjadi lebih lengkap dan relevan untuk konteks yang makin kompleks, saya rasa begitu.

Sekarang diplomasi ekonomi paling penting. Instruksi presiden, Duta Besar RI adalah duta investasi. Bagaimana anda menerjemahkan perintah presiden?
Interpretasi dan eksekusinya itu adalah menyampaikan potensi dan peluang ekonomi dan investasi Indonesia ke pihak investor, maupun keseluruhan pemangku kepentingan di negara masing-masing, tempat bertugas dubes.

Tetapi yang menjadi penekanan saat ini dan perbedaan yang lalu adalah pengawalan sampai tuntas dari langkah-langkah pendekatan promosi di awal, terus penjajakannya, prosesnya, pelaksanaannya, dan tentu sampai sedapat mungkin pemenuhan izin-izin dan operasionalisasi.

Ini yang sebelumnya dianggap bagian dari pihak lain, kalau dilihat dari kacamata kedutaan besar adalah mereka yang bertugas di kementerian lembaga terkait. Tapi saat ini adalah sampai ke eksekusinya.

Mengawal sampai bisa datang untuk investasi di Indonesia?
Dan tidak mudah, apalagi dalam kondisi Indonesia sekarang. Tetapi sekalipun dalam kondisi pandemi seperti ini, pengawalan yang mengikuti, atau mengambil perumpamaan pesepakbola man to man marking, di mana dari kedubes apakah pimpinannya atau staf bidang ekonominya ditugaskan sehingga yang bersangkutan bisa melihat langsung ke Indonesia, bahkan melihat lokasinya, bahkan bertemu dengan pejabat yang berhubungan dengan bisnisnya, dan juga mulai membahas pelaksanaan kalau ada yang masuk ke tahap negosiasi.

Tentu tidak sampai ke tahap negosiasi, tapi (kami) mengantarkan sehingga mereka, walaupun di tengah pandemi merasa bahwa kebutuhan, penjagaan, dan pengawalan bagi mereka extra effort dan terus terang, saya yakin sampai sekarang yang sulit membuat investor maupun calon mitra kita itu adalah datang ke Indonesia.

Begitu datang, mereka akan melihat sendiri dan kita hanya perlu eksekusi, tidak perlu jual banyak kecap lagi. Beda kalau mereka belum datang ke Indonesia dan hanya mendengar dari pihak lain.

Berapa jumlah perwakilan Indonesia di luar negeri?
Seluruh KBRI, KJRI, dan Perwakilan Tetap kita di PBB ada 132.

Perlu (ada perwakilan di LN)?
Perlu. Memang dengan penajaman, konsentrasi, dan pembagian tugas yang harus lebih customize, tidak bisa lagi pukul rata bagi semua pihak, sebab ada negara yang memang dari segi ekonomi sudah mapan, ada yang sedang emerging, tapi memang ada yang secara pendapatan belum terlalu tinggi tetapi secara konkrit untuk kebutuhan perdagangan, investasi real bagi kita.

Misalnya kebetulan tadi siang kami baru melakukan virtual meeting dengan belasan Duta Besar negara-negara Afrika yang ada di Jakarta. Untuk kita, kemitraan dengan Afrika ini adalah kemitraan yang tepat bagi sejumlah produsen dan eksportir dari produk-produk kita yang tidak harus high-end tapi memang kurang lebih sama dengan kebutuhan kita dan dengan persyaratan yang tidak terlalu berat.



Jadi gak harus selalu soal investasi, bukan tujuan dagang?
Sebaliknya dengan Afrika ini kita (Indonesia) yang investasi di sana. Tadi kami sampaikan sejumlah perusahaan, baik perusahaan swasta di bidang migas, farmasi, di beberapa bidang manufacturing, ada juga perkebunan dan beberapa BUMN untuk konstruksi, pembangunan infrastruktur, kita yang investasi. Jadi Indonesia sekarang pun sudah masuk ke dalam outworld investment.

Apa yang dilihat Kemlu untuk menempatkan dubes di sebuah negara, misalnya di Rumania, apa keuntungan ekonominya dan tujuan dagangnya?
Pertama pertimbangannya di awal untuk membuka satu perwakilan tentu tidak hanya dari satu sisi. Ekonomi, perdagangan, investasi salah satunya. Kebutuhan lain tentu dari pertimbangan politik, dan segi strategic.

Saya rasa kurang etis menyebut salah satu negara tertentu. Seperti yang saya sampaikan tadi, suatu negara yang memang secara ekonomi, dibandingkan kawasannya, atau belum tentu sebanding dengan Indonesia, tetapi kita tidak menutup mata bahwa justru dari segi kebutuhan atau keunggulan tertentu, memberikan peluang yang tidak terbayangkan.

Contohnya di negara-negara Afrika itu, mulai dari furniture, garmen, sepatu, elektronik, makanan dan minuman, farmasi kita. Ini memang tidak bisa kita lihat sebagai one size fits all. Apalagi kalau kita melihat tingkat pertumbuhan negara-negara secara umum, negara yang makin tinggi ekonominya, pertumbuhannya jadi rendah. Sementara sebaliknya, negara yang ekonominya rendah, pertumbuhannya lebih cepat.

Kemlu dan Kedubes di LN merupakan etalase Indonesia. Bagaimana upaya Menlu berkoordinasi dengan BKPM, dan kedua, kita sering melihat kampanye negatif yang dilakukan oleh negara-negara tertentu, contohnya Australia, Norwegia, Singapura, Malaysia yang sering kampanye negatif terhadap Indonesia?
Saya melihatnya memang dalam perspektif yang lebih luas. Pertama memang ada pihak-pihak di negara tertentu yang fokus terhadap isu-isu tertentu, dan tidak mau melihat realita di belakangnya dan juga tidak peduli dengan persoalan kompleksitas dari masalah yang ada di situ. (masalah di Indonesia yang dilihat oleh negara lain)

Tetapi di lain pihak, terkadang cara pandang yang superfokus itu juga tidak mencerminkan perspektif yang lengkap. Konkretnya, saya membaca berapa besarnya area kebakaran liar (wildfire) di Amerika Serikat dan di Australia sepanjang tahun 2020. Di Australia, itu 12 juta hektare. Di Indonesia, bahkan dalam tahun tertentu, yang paling berat kebakaran hutannya tahun 2015, itu tidak sampai setengahnya itu.

Setelah 2015, (kebakaran hutan) kita turun terus. Kemampuan kita untuk mengurangi emisi karbon, sehingga baik dengan Norwegia maupun dengan Global Climate Fund kita diakui, dan kemudian ada semacam kompensasi karena kita telah melakukan carbon emission reduction.

Tetapi di lain pihak, begitu saya melihat Amerika sama, itu perkiraannya 10 juta ha (hutan terbakar). Untuk tahun 2020 hingga selesai, kita tidak pernah sebesar itu. Kalau di peribahasa kita, "Semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tidak terlihat".

Pertanyaan saja belum terjawab, kampanye negatif yang dilakukan oleh negara-negara tertentu, contohnya Australia, Norwegia, Singapura, Malaysia terhadap Indonesia?
Dalam konteks apa yang kita lakukan, apabila ada indikasi hal seperti itu, tentu kita konfrontasi, dalam arti kita cek langsung apakah benar dan sebagainya, dan kemudian kita sampaikan pertanyaan-pertanyaan dan bukti sebagainya, dan kemudian tentu kita melihat dan menunggu responnya, dan kita tindak lanjuti dan memang ada hal-hal seperti itu.

(Dari yang ditanyakan oleh Pak Peter) memang ada organisasi-organisasi yang dibiayai oleh dana bantuan dari pemerintah tertentu yang kemudian dana itu antara lain dipakai untuk mengkritisi secara tajam dan tidak proporsional kontekstual oleh organisasi itu terhadap UU Ciptaker pada saat RUU belum selesai atau baru saja disetujui padahal jumlahnya 800-an lembar, terdiri dari revisi untuk 80 UU, dan 1.500-an pasal. Jadi tidak mungkin hal itu bisa dilakukan dalam waktu begitu singkat.

Memang ada hal seperti itu, ini yang kita konfrontasikan dan kroscek persoalannya, dan tentu langkah kita ke depan akan tergantung dari bagaimana kita melihat hal itu, dan membuktikannya, termasuk dari pihak yang terkait apabila memang terbukti itu terjadi sepengetahuannya dan persetujuannya.

Kembali ke pertanyaan saya, Australia sering memberitakan yang negatif tentang Indonesia, tapi jarang sekali dubes kita melakukan protes, selain itu soal Norwegia yang mengiring soal anti Omnibus Law, kita tidak pernah mendengar dubes kita memprotes hal ini. Apakah itu bukannya salah satu tugas dubes?
Oh iya itu (tugas dubes). Kalau itu di media dan berita yang berat sebelah, tidak obyektif dan justru tidak kroscek kepada narasumber dari pihak Indonesia harus kita klarifikasi, kita counter, dan kita hak untuk menjawab. Tetapi memang, saya sendiri mengalami, dan melihat bahwa hak jawab dan akses kita untuk merespon itu dari media-media di LN itu memang diminimalisir.

Tugas dubes tidak diberitakan di media lokal?
Saya lihat itu masuk akal. Ini menjadi koreksi di masa depan, sebab saya lebih berfokus kepada bagaimana mengklarifikasi dalam konteks yang terjadi di LN.

Investasi datang dari negara-negara besar, seperti AS, China, Jepang. Tapi yang sangat mengherankan investasi juga datang dari negara kecil Singapura dan Hong Kong. Ini investasi orang Singapura atau orang Indonesia yang memiliki kekayaan di Singapura?
Bisa dua-duanya, tapi juga ada kemungkinan ketiga adalah investasi dari negara ketiga, apakah investasi dari Eropa atau AS, Jepang atau negara lain yang memiliki cabang atau kantor pusat regional di Singapura atau Hong Kong, yang merupakan financial and trading hub. Mereka mencatatkan di sana dan keluar dananya dari sana, sehingga kemudian tercatatnya sebagai Singapura based.

Banyak orang Indonesia, pengamat, politisi yang tidak sekubu dengan pemerintahan, sering sekali memberikan komentar-komentar negatif soal perdagangan dan ekonomi Indonesia. Tapi kalau kita lihat PM Jepang bukan datang ke AS, tapi ke Indonesia. Apa mereka sedemikian bodoh? Memang tujuan investasi Jepang ke AS dan Indonesia. Apa pendapat anda?
Saya berpandangan bahwa negara-negara mitra investasi kita memiliki kepentingan jangka panjang yang strategik, tapi juga secara berkala ingin meng-update hubungannya dengan Indonesia karena negara ini begitu dinamis, baik dari potensi investasinya. Apa yang ada sekarang, lima tahun lalu belum ada, dan apa yang akan ada lima tahun mendatang, sekarang mungkin belum ada.

Jadi untuk mereka "ketinggalan" atau tidak up to date mengenai potensi investasi kemajuan di Indonesia dan pertumbuhan ekonominya adalah sebuah resiko yang terlalu besar. Jadi bagi mereka, realistis aja. Indonesia terlalu penting untuk dilewatkan atau tidak menjadi prioritas. Saya rasa, saya sebagai pejabat, Indonesia ya merasa senang menjadi prioritas, dan pantas juga.

Negara-negara tersebut sangat mengevaluasi keadaan ekonomi Indonesia?
Dan dari semua sisi, bukan hanya pemerintahannya. Bisnisnya, rating agency-nya, lalu investor portofolionya, mereka akan diketahui ya kalau menganalisis suatu masalah itu 360 derajat ya, tidak dari satu sisi saja. Jadi kalau bicara analisis resiko, saya rasa salah satu yang paling lengkap adalah Jepang terutama.

Jadi menurut Jepang yang konservatif, Indonesia masih layak untuk melakukan hubungan perdagangan?
Ya, lagi-lagi mereka punya kepentingan strategis yang jelas dan di luar kepentingan ekonomi, mereka juga punya kepentingan untuk berhubungan baik dengan Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN, dan kemudian juga menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan ini.

Sedangkan kalau kaitannya dengan pengamat, juga evaluasi yang berbeda dari dalam negeri, saya rasa mungkin kepentingannya yang berbeda, dan juga mungkin alat analisisnya berbeda.

Jepang berada di posisi kedua negara asal investasi, padahal sebelumnya nomor satu. Sekarang China atau Tiongkok mengambil posisi pertama. Apakah ini salah satu natural cost atau karena satu perkembangan yang memang terjadi karena pergeseran ekonomi atau pergeseran kekuatan sebuah negara, atau apakah itu hasil dari diplomasi?
Saya melihat lebih yang beberapa alasan di awal. Jadi memang dinamika perkembangan pembangunan di RRT dalam beberapa tahun terakhir jauh lebih cepat dibandingkan negara manapun di dunia. Dan dari segi kapasitas untuk investasinya, di dalam negeri, maupun di global, saat ini adalah yang terbesar.

Sehingga perkembangan tadi memang refleksi dari apa yang terjadi dalam perekonomian RRT. Terkait dengan Indonesia, ada beberapa sektor, mulai dari yang berkaitan dengan pertambangan, sumber daya mineral, dan juga terkait dengan infrastruktur dan juga beberapa manufaktur yang, saya rasa dengan pengalaman RRT yang begitu cepat tadi, bisa melihatnya sebagai potensi juga sama besarnya, maupun di re-ekspor dari kawasannya.



Kepentingan-kepentingan lain, seperti di Laut China Selatan: China, AS, Jepang sangat mempengaruhi stabilitas keamanan di daerah sini. Apa yang ada lihat 5-10 tahun ke depan?
Memang trennya dapat diperkirakan perkembangan dan persaingan geopolitik ini mungkin akan meninggi dalam beberapa tahun ke depan ini. Karena pergeseran dari posisi kekuatan tadi menimbulkan reaksi dari pihak-pihak lain.

Pertama dari kondisi ekonomi dan kapasitas suatu negara tersendiri hampir tidak terelakan bahwa RRT akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Saya rasa itu yang tidak terelakan, walaupun tidak 100% pasti. Tentu hal tadi mengundang reaksi yang belum tentu semuanya positif dari negara lain. Saya lihat apa yang terjadi sekarang ini adalah pengejawantahan dari dua kondisi aksi dan reaksi.

Nah, tanpa memperpanjang bagian situ, saya justru ingin menyampaikan bagaimana perspektif Indonesia dalam hal itu. Dalam kawasan kita ASEAN, dan juga di dalamnya termasuk negara-negara claimed state dari wilayah di LCS, merupakan upaya bagi kita untuk tidak menjadikan isu yang menjadi potensi konflik yang real.

Ini yang kemudian oleh ASEAN dan RRT membahas dan kemudian diharapkan disetujui code of conduct.

ASEAN masih aktif? Soalnya saya lihat sekarang seperti jalan sendiri-sendiri?
Masih aktif. Memang banyak yang berpandangan karena tidak ada lagi relatif pertikaian di antara negara-negara ASEAN, seakan-akan visi dan tujuan ASEAN itu sudah selesai. Tidak seperti itu karena sekarang ASEAN malah victim of its own success. Ekspektasi kepada ASEAN malah jadi lebih besar pada ASEAN itu sendiri.

Yang terakhir adalah terminologi ASEAN outlook on the Indo-Pacific. Jadi nilai-nilai yang selama ini kita terapkan di ASEAN untuk inklusif mempromosikan stabilitas dan pertumbuhan kesejahteraan, lalu menjaga stabilitas keamanan dan tidak memberikan peluang untuk negara-negara yang ingin melihat persaingan yang tidak sehat untuk berkembang.

Jadi nilai-nilai yang tadinya hanya berupa nilai-nilai ASEAN, kemudian diperluas menjadi negara-negara dialogue ASEAN, jumlahnya juga makin besar. Sekarang kita mau terapkan di seluruh kawasan Indo-Pasifik, yang mencakup 50 negara. Jadi The ASEAN values sekarang sudah memiliki cakupan lebih luas.

Sekarang saya lihat banyak diplomasi timteng, ASEAN kayaknya sekarang terlupakan, apakah kesan yang salah?
Ada kemungkinan kalau hal tadi dilihat dari perspektif news value-nya, karena kalau berita tentang ASEAN tidak begitu seksi. Kalau semuanya lancar dan jalannya mulus, mungkin news valuenya kurang. Jumlah negara maju dan berkembang, yang mendaftarkan diri untuk menjadi mitra dialog ASEAN itu ngantrinya panjang benar. Kalau ASEAN tidak relevan dan penting, atau tidak semakin penting, kok repot banget.

Tapi tidak ada jalan Jokowi di Kamboja, adanya di UAE. Hubungan kita dengan Timteng terlihat lebih berkembang daripada dengan ASEAN. Ini fokus perubahan Indonesia terhadap Timteng tersebut. Selain itu Jepang mau memindahkan industri mereka dari Tiongkok ke Indonesia?

Ini satu berita yang baik. Karena ada isu pengalaman selama pandemi ini ada kesulitan rantai pasok dunia yang terlalu berlebihan tergantung pada 1 atau 2 negara tertentu menjadi sensitif untuk keberlanjutannya dan resikonya.

Politik Indonesia bebas aktif, masih?
Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif masih tetap relevan. Makin relevan dibuktikan mereka (negara lain) yang datang dan membutuhkan Indonesia karena justru Indonesia menjalankan politik luar negeri yang seperti itu. Dan saya tidak mau mengatakan terlalu berlebihan, dan mungkin menjadi unik dan sangat diperlukan justru dalam konteks geopolitik yang semakin tajam.

Hubungan AS naik turun. Partai yang berkuasa, Partai Republik, hubungannya lebih warm dengan Indonesia. Sementara Partai Demokrat, jika menang, akan membicarakan soal HAM, perdagangan, dan lain-lain. Jika Trump kalah, Prabowo bisa ke AS lagi?

Prabowo ke AS atas undangan menteri pertahanan AS. Meskipun dia dari Partai Republik, tapi secara de facto dia menteri pertahanan. Jika diundang ya pasti datang dan Prabowo datang sebagai menteri pertahanan Indonesia. Saya rasa ya wajar.

Menurut Anda, siapa yang lebih baik untuk Indonesia, partai Republik atau Demokrat?
Saya tidak akan menjawab. Sebagai rujukan, kita berhubungan baik dengan presiden dan pemerintahan dari partai Republik dan pemerintahan dari Demokrat.

Kalau style memang pasti lain-lain (presiden AS). Tapi kalau prinsip dan saling menghormati saya rasa berlanjut. Waktu saya jadi dubes di AS, saya menyampaikan ke masyarakat AS, apakah bapak ibu tahu bahwa sekarang the largest presidential democracy in the world is no longer you, it's us (Indonesia).

Karena Indonesia tahun lalu jumlah turn out dalam pilpresnya di atas 150 juta orang. AS, sampai sekarang tidak pernah mencapai 140 juta orang. Jadi walaupun populasi AS banyak, tetapi in term of representation dari presiden maupun pemerintahan, Indonesia lebih besar.

Dan saya sampaikan lagi, apakah anda bisa bayangkan itu dari satu negara yang 20 tahun lalu mengalami economic collapse anda political disintegration and now we're the largest democracy in the world.

Ada desas-desus Indonesia membuka hubungan dengan Israel, seperti UAE dan Yordania?
Dalam konteks Timur Tengah dan meletusnya isu penyelesaian Palestina, kebijakan Indonesia sangat jelas dan selalu konsisten, yaitu bahwa penyelesaian berkaitan dengan Palestina adalah penyelesaian dua negara. Two states solution yang merupakan resolusi dari PBB.



Apakah Indonesia bisa memainkan peranan yang jauh lebih penting?
Kita selalu berusaha untuk itu, dan saat ini kita melihat membuka hubungan berdampak positif. Malah sebagian besar akan merugikan posisi Indonesia yang sudah jelas.

Kenapa UAE dan Yordania membuka hubungan dengan Israel?
Mereka mempunyai pandangan yang berbeda. Seperti ekonomi, kemungkinan atau teknologi. Tapi bagi kita tentu kemerdekaan bagi bangsa Palestina yang sudah begitu lama terjajah adalah hal yang tidak bisa ditawar.

Pemerintah AS ingin mendapatkan kerja sama dengan Indonesia untuk menjadikan Indonesia basis mendaratnya pesawat Poseidon tapi tidak disetujui?
Indonesia berpandangan bahwa pesawat serupa itu tidak bisa diterima di dalam kawasan kita karena secara konstitusi wilayah Indonesia tidak memungkinkan dan tidak bisa dilakukan sebagai basis atau pangkalan militer negara lain. Tidak bisa membenarkan hal itu. Di lain pihak kita melihat hal serupa ditawarkan negara lain. Dari sisi urgensinya kita tidak melihat.

Diplomasi vaksin dengan China dan Inggris. Apa peranan Kemlu?
Dalam confidence saya menyatakan Kemlu sebagai penjuru karena memang yang perlu dilakukan dalam konteks membangun akses dan kerja sama untuk vaksin memerlukan koordinasi yang baik dalam negeri dan mitra di luar negeri yang memiliki kapasitas, sehingga kita berhasil dengan baik memperoleh vaksin dari perusahaan di RRT, UAE, Inggris, dan Korsel.

Dengan kerja sama yang baik dan saling menguntungkan, kita bisa memperoleh akses untuk jumlah vaksin yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan Indonesia.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular