CNBC Indonesia Economic Update

Menlu Retno Buka-bukaan Soal Diplomasi Vaksin di Era Pandemi

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
15 July 2021 15:20
Diplomasi Retno Marsudi Bagi Pemenuhan Vaksin Covid-19 di Indonesia(CNBC Indonesia TV)
Foto: Retno Marsudi (Tangkapan Layar CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Diplomasi yang dilakukan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia di bawah komando Menteri Luar Negeri RIĀ Retno Marsudi merupakan salah satu kunci penanganan pandemiĀ Covid-19 di tanah air. Betapa tidak, sejak awal pandemi tahun lalu, Retno bersama sejumlah menteri dalam Kabinet Kerja turut serta mengamankan pasokan vaksin Covid-19.

Pasokan itu tidak hanya datang datang dari sisi komersial semata, melainkan juga bilateral dan multilateral via COVAX. Kendati demikian, semua itu bukannya tanpa tantangan. Sebab, ada situasi di mana negara-negara lain pun memperebutkan pasokan vaksin.

Dalam CNBC Indonesia Economic Update yang tayang pada, Selasa (13/7/2021), Retno buka-bukaan perihal diplomasi Kemenlu RI di tengah pandemi Covid-19. Berikut adalah petikan wawancaranya:

Bisa diceritakan diplomasi vaksin yang Anda lakukan selama pandemi Covid-19?
Dari kontak, komunikasi, serta kunjungan saya bersama Pak Menteri BUMN (Erick Thohir), Menteri Kesehatan pada saat itu (Terawan Agus Putranto), kalau kita lihat sampai titik ini kita sudah mengamankan lebih dari 100 juta dosis baik dari secara komersial namun juga ada dukungan dari bilateral dan melalui jalur multilateral via COVAX.

Jadi per 12 Juli kita sudah memiliki 132.727.140 dosis vaksin yang terdiri dari Sinovac 118 juta. Ini paling banyak berbentuk bulk, kemudian AstraZeneca dari COVAX itu 8.228.400, kemudian dari Sinopharm ada 2 juta, kemudian AstraZeneca dari Jepang hampir 1 juta dan akan datang lagi 1 juta dan yang terakhir dari AS itu Moderna kurang lebih 3 juta yang dilewatkan melalui jalur COVAX.

Intinya dari awal kita sudah garap dan banyak dinamikanya dan dinamika itu berdampak pada keterlambatan pasokan dan oleh karena itu kita mencari cara agar ketersediaan vaksin untuk masyarakat Indonesia tercukupi. Kita juga sekarang mencoba mekanisme dose sharing yang dilakukan Jepang dan AS.

Mekanisme dose sharing itu seperti apa?
Jadi begini, saya salah satu co-chair COVAX AMC engagement grup. Di dalam konteks multilateral konsep dose sharing itu sudah dibahas dari awal. Jadi di awal pandemi kita sudah lakukan dua hal, yakni melakukan penggalangan dana sehingga bisa beli vaksin di pool kemudian dibagi kepada negara-negara yang berpenghasilan menengah ke bawah. Jadi uang untuk beli vaksin. Yang kedua, untuk negara-negara yang memiliki vaksin lebih banyak dari yang dibutuhkan penduduk maka sangat dianjurkan WHO agar kelebihan ini bisa dibagi melalui COVAX.

Nah saya mau memulai begini, uang sudah terkumpul namun ada dinamika begini. Jadi di India yang merupakan pusat farmasi dunia tiba-tiba kasusnya naik tajam sehingga pemerintahnya melarang ekspor vaksin dan obat. Akibatnya pasokan vaksin ke seluruh dunia mengalami delay. Oleh karena itu kita sekarang masuk ke opsi 2 ke dose sharing. Jadi dari mekanismenya sudah dibahas sejak awal tapi kelebihan ini kan baru terjadi akhir-akhir ini.

Seperti apa kontribusi RI untuk mendorong penghapusan hak paten vaksin?
Jadi ke manapun kita pergi dalam forum internasional termasuk yang saya hadiri terakhir yakni pertemuan Menlu G20 di Italia selalu kita membahas isu-isu kesehatan. Jadi kesehatan merupakan hal yang utama dalam diplomasi. Dalam setiap momen diplomasi tentu setiap negara pertama kali berjuang untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Ini kita lakukan. Contohnya kita berdiskusi dengan semua pihak terkait seperti produsen vaksin dan menghasilkan hal-hal yang saya paparkan.



Yang kedua, Indonesia kan bagian dari dunia sehingga di situ juga ada tanggung jawab terhadap dunia dan kalau Indonesia bicara selalu mewakili kepentingan negara berkembang. Jadi karena itu saat saya terpilih menjadi salah satu cochair COVAX AMC engagement group buat saya ini adalah tanggung jawab yang sangat besar. Di sini kita dapat memperjuangkan banyak hal pertama, yaitu menjamin kesetaraan akses vaksin ke seluruh negara. Ini nggak mudah. Vaksin ada, distribusi gimana. Dan data menyatakan bahwa sebagian besar vaksin dimiliki negara-negara maju dengan angka yang minim dimiliki negara berkembang. Oleh karena itu prinsip kesetaraan vaksin kita tonjolkan dan ini diamini seluruh negara.

Kedua, kalau kita ingin mempercepat berarti produksi harus didiversifikasi. Ada ketentuan mengenai paten dan di dalam kondisi emergency harus ada pengecualian dari kewajiban. Oleh karena itu RI menjadi salah satu trips waiver di tatanan WTO. Intinya ingin mengesampingkan beberapa ketentuan untuk mengatasi hambatan produksi alat kesehatan. Jadi konteksnya emergency dan harus ada yang dipercepat. Oleh karena itu Indonesia jadi bagian terdepan untuk memperjuangkan trips waiver.

Lalu juga berbicara mengenai vaksin dan alat kesehatan serta komponen kerja sama kesehatan lainnya, seperti apa diplomasi yang dilakukan Kemlu RI dengan negara lain dalam kerja sama ini?
Sebenarnya sejak awal ada dua hal yang kita lakukan. Jangka pendek pemenuhan kebutuhan sekarang. Tapi karena penduduk besar mau nggak mau kita harus berpikir ketahanan kesehatan di Indonesia. Nah ini dilakukan berlapis dengan ketahanan kesehatan nasional, kawasan, dan dunia. Namun ketahanan kesehatan dunia tidak akan tercapai bila ketahanan nasional negara-negara dunia tidak tercapai.

Oleh karena itu, Indonesia serius untuk menciptakan ketahanan kesehatan. Antara lain yang penting adalah mengenai ketahanan dalam memproduksi obat-obatan karena kita tahu bahwa obat-obatan menjadi bagian penting dan sebagian bahan baku obat masih impor. Dalam kondisi krisis ini usaha untuk mencukupi kebutuhan sangat luar biasa dan kita harus belajar dari pandemi ini salah satunya adalah melakukan lompatan besar dan serius agar kita dapat membangun ketahanan paling tidak di bidang farmasi soal bahan baku.

Ada kah langkah-langkah dari Kemenlu untuk mencoba menarik investasi dari luar negeri untuk membangun ketahanan kesehatan?
Jadi kita sudah mulai membahas isu ini bersamaan secara pararel saat kita sedang mencoba memenuhi kebutuhan saat ini. Saya masih ingat PT Bio Farma melakukan kerja sama dengan CEPI yang melaksanakan RnD vaksin sehingga in terms of capacity ada kerja sama multilateral.

Untuk investasi kita bicara dengan banyak pihak, dengan AS, Rusia, China, untuk membahas kerja sama produksi vaksin dan obat-obatan di Indonesia. Dengan China waktu State Counsellor Wang Yi datang ke Indonesia, kita membahas mengenai kemungkinan Indonesia jadi hub vaksin Asia Tenggara. Kalau melihat kapasitas kita, terlepas dari hanya vaksin Covid-19, tapi juga polio dan sebagainya, maka yang diproduksi Bio Farma merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.

Tapi karena perkembangan dengan makin banyaknya penyakit dan ini bukanlah pandemi yang terakhir, maka kita berpikir perlu adanya penguatan kapasitas. Maka itu kita bicara juga dengan Rusia, termasuk kunjungan Menlu Rusia baru-baru ini dan ini kita sdh bahas bagaimana kita bisa kerja sama untuk produksi vaksin, demikian juga dengan produsen vaksin di AS. Jadi kita betul-betul menjajaki dengan beberapa pihak untuk membentuk ketahanan kesehatan.

Lalu kita juga memiliki beberapa kandidat vaksin seperti Vaksin Merah Putih yang mudah-mudahan hasilnya baik karena pengembangan vaksin ini tidak mudah. Tapi mudah-mudahan pengembangan vaksin ini hasilnya bagus sehingga ini jadi penopang ketahanan kesehatan Indonesia di masa depan.

Berbicara mengenai Vaksin Merah Putih, bila hasilnya sesuai yang diharapkan, kira-kira bagaimana langkah Indonesia ke depan? Apa juga akan ikut mendistribusikan vaksin?
Saya kira iya kalau kita memiliki vaksin dan bisa produksi jumlah besar kalau kita lihat sejarah diplomasi luar negeri Indonesia saya kira kita termasuk negara yang bertanggung jawab tidak hanya untuk sendiri tapi untuk dunia. Dalam konteks itulah pengembangan vaksin sendiri itu ditujukan selain untuk sendiri itu juga untuk membantu dunia.

Pandangan negara maju dan pemain industri global melihat potensi Indonesia menjadi produsen vaksin terbesar di Asia?
Misalnya dengan CEPI. Itu setelah proses due diligence mereka akhirnya memasukan Bio Farma sebagai partner kerja sama. Tentunya mereka melihat ada kapasitas dari Indonesia. Contohnya vaksin polio di mana Bio Farma sudah menyuplai ke ratusan negara termasuk untuk negara-negara OKI itu vaksin banyak yang disuplai Indonesia.

Maka itu kalau yang ditanya pandangan negara-negara lain, kapasitas kita ada, namun sebagai negara besar seperti ini kapasitas itu masih bisa dikembangkan plus mengenai bahan baku. Karena kalau kapasitas ada, bahan bakunya tergantung dari luar, maka kalau ada gangguan supply chain maka produksi akan terganggu. Termasuk dari hulu ke hilir.

Bicara Asia Tenggara, peran Indonesia dalam mendorong pemulihan ekonomi dan kesehatan di Asia Tenggara?
Dalam konteks Asia Tenggara tentunya kita harus bicara ASEAN di mana dalam beberapa pertemuan kita telah membahas hal ini dengan antara lain pooling dana sebagai bantuan untuk mendukung negara-negara lain dalam pemenuhan ketahanan kesehatan nasionalnya itu kita sudah memiliki dengan cara realokasi plus dukungan dari negara mitrawicara.

Saat ini saya ingin menyampaikan tren seminggu ke belakang kasus dunia untuk menggambarkan negara-negara dunia. Kalau kita lihat tren penambahan kasus negara-negara dunia itu naik 12%, ASEAN kenaikannya 37,4%. Jadi cukup banyak kenaikan kasus tetapi regardless kita menghadapi masalah kita nggak lupa kerja sama kawasan karena ini tidak akan tercipta tanpa ketahanan nasional.

Bisa diceritakan kerja sama COVAX dengan Indonesia?
Intinya adalah kesetaraan akses vaksin bagi semua negara, termasuk negara berkembang dan berpenghasilan rendah. Kalau dilhat dari dana, maka kita melihat dukungan negara donor sudah mencukupi, yang jadi tantangan adalah pengadaan vaksinnya.

Tentunya GAVI sudah melakukan kontrak dengan banyak produsen tetapi dinamika banyak terjadi sehingga banyak keterlambatan distribusi ke negara-negara dunia. Kalau negara kaya apalagi punya industri vaksin di dalam negeri seperti AS, atau Eropa, itu dia perusahaannya produksi, negara beli, beres. Tapi sebagian besar negara tidak punya keberuntungan itu, apalagi negara-negara berpenghasilan rendah yang mereka betul-betul mengandalkan persediaan vaksin COVAX ini.

Oleh karena itu, ketika ditanya seberapa penting COVAX facility, saya menganggap bahwa COVAX adalah pilar utama dalam rangka menjalankan kesetaraan akses vaksin. Karena kita tahu karena kalau tidak semuanya selesai maka pandemi belum selesai. No one is safe until everyone is.

Setelah pandemi Covid-19 selesai, apa COVAX akan beralih fungsi?
Tentunya COVAX adalah platform multilateral dan akan di-adjust sesuai situasi dan saya kira pengalaman kita ini memberikan pelajaran berharga mengenai pentingnya solidaritas, kerja sama, dan kolaborasi multilateral.

Bagaimana dengan pemenuhan oksigen dari berbagai negara?
Untuk oksigen kita mengambil dua cara. Pertama, pengadaan. Kita memesan beberapa oksigen baik silinder maupun konsentrator tetapi kita juga menerima tawaran-tawaran dari negara sahabat misal dari Singapura sudah mulai tiba ventilator dan oksigen pertama datang melalui udara dan yang kedua mulai jalan melalui laut dan tiba 14 Juli yang intinya bantuannya oksigen related supply.

Kedua saya juga sudah dihubungi beberapa negara. Oh saya lupa Australia sudah kirim 1.000 ventilator dan sudah membahas akan terus mendukung suplai oksigen. Kemudian India juga, menlunya sudah kontak karena saat Indonesia perlu, kita juga sudah kirim oksigen dan tabungnya ke sana sehingga mereka juga menanyakan apakah dapat menawarkan yang diperlukan. Semua upaya kita lakukan karena kesehatan rakyat nomor 1 dan kita bekerja sama untuk itu.

Langkah Kemlu ke depan?
Kita jangka panjang adalah untuk membangun ketahanan kesehatan global dan saat ini sedang dibahas sebuah treaty untuk prepareness pandemic masa depan. Dan Presiden RI termasuk satu di antara pemimpin dunia yang mendorong kemungkinan dunia punya perjanjian dalam menghadapi pandemi masa depan.

Ini masih awal tapi Indonesia terus bekerja selain untuk kepentingan nasional dan mendukung terciptanya ketahanan kesehatan global dan ini kita lakukan melalui banyak sekali channel baik dari segi non setting mulai dari WHO, PBB, dan juga practical cooperation seperti investasi dan bahan baku dengan luar negeri.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular