Travis Kalanick Meninggalkan Uber Dengan Segunung Uang

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
19 January 2018 16:28
Travis Kalanick Meninggalkan Uber Dengan Segunung Uang
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia -- Dipaksa mundur dari jabatan chief executive Uber Technologies Inc dan beralihknya kepemilikan saham mayoritas ke SoftBank tak sepenuhnya jadi nasib buruk bagi Travis Kalanick. Pasalnya, Kalanick meninggalkan Uber dengan tumpukan dollar di rekening pribadinya.

Rampungnya perjanjian investasi antara perusahaan transportasi  online Uber dengan SoftBank membuat Kalanick mengantongi dana US$1,4 miliar atau setara Rp 18,9 triliun (asumsi US$1 = Rp 13.500). Jadi beralihnya kepemilikan saham perusahaan rintisan (startup) ke investor tak membuat pemiliknya jatuh miskin.

Sebelum kaya raya dari Uber, Kalanick lebih dahulu mengembangkan mengembangkan Scour, teknologi mesin pencarian dan pertukaran dokumen dan Red Swoosh yang berfokus untuk memudahkan perusahaan media mengirim dokumen video secara online.

Scour bangkrut setelah dituntut oleh beberapa perusahaan hiburan. Adapun  Red Swoosh dijual ke perusahaan penyedia konten bernama Akamai Technologies seharga US$23 juta.

Pada tahun 2009, Kalanick mendirikan Uber bersama dengan rekannya Garett Camp. Awalnya, mereka berdua hanya membuat sebuah aplikasi bernama UberCab untuk memberi kemudahan menyewa kendaraan. Layanan tersebut resmi diluncurkan tahun 2010 dan mulanya hanya digunakan layaknya mainan oleh Kalanick dan teman-temannya untuk berkeliling kota San Francisco.
Kalanick menyadari bahwa startup yang dibangunnya dapat menghasilkan untung. Ia mengembangkan aplikasinya, menetapkan tarif yang lebih rendah dari transportasi angkutan lain untuk menarik lebih banyak penumpang dan pengemudi. 

Uber pun termasuk menjadi perusahaan yang berkembang dengan pesat sepanjang sejarah Silicon Valley, setara dengan Google dan Facebook. Perusahaan itu meraup pendapatan melebihi US$1.000 di kuartal kedua, mempekerjakan lebih dari 9.000 karyawan dan bekerja sama dengan 1,5 juta pengemudi.

Uber mulai dilirik investor. Pada Oktober 2010, perusahaan rintisan ini mendapatkan suntikan dana untuk pertama kalinya senilai US$1,25 juta dari perusahaan permodalan First Round Capital. Tidak berhenti di situ, pada awal tahun 2011 Uber kembali mendapatkan pendanaan mencapai US$11 juta dari Benchmark Capital yang membuat bisnisnya berkembang sampai ke New York, Seattle, Boston, Chicago, Washington D.C dan Paris, Perancis, seperti dilansir dari situs Investopedia.

Di tahun yang sama, perusahaannya kembali menerima suntikan dana sebesar $37 juta dari Menlo Ventures, Jeff Bezos dan Goldman Sachs. Kalanick dapat lebih jauh mengembangkan bisnisnya di tahun 2016 setelah mendapatkan pendanaan sebesar $3,5 miliar dari Wealth Fund asal Arab Saudi.

Namun, di tahun yang sama Kalanick mengakui bahwa bisnisnya mengalami kerugian secara global sebesar $3,8 miliar, salah satunya diakibatkan oleh kekalahan di China yang menyebabkannya harus menutup bisnis di negara tersebut.

Di tahun 2017, bisnis Uber meluas ke berbagai belahan dunia dengan beroperasi di 76 negara. Di tahun ini pula Kalanick menghadapi tantangan berat. Ia harus kehilangan ibunya yang meninggal karena kecelakaan kapal. Di bulan Januari muncul kampanye untuk menghapus aplikasi uber di media sosial dengan tagar #DeleteUber. Hal ini dipicu oleh cara Uber menyikapi protes terhadap kebijakan larangan bepergian ke Amerika Serikat dari 7 negara muslim. 

Alih-alih menghentikan operasi di sekitar Bandar Udara John F. Kennedy di New York, tempat aksi demonstrasi terhadap  kebijakan tersebut digelar layaknya New York Taxi Workers Alliance (NYTWA), Uber justru tetap beroperasi meskipun dengan menghapus kenaikan harga, seperti dilansir dari Vox.

Tindakan tersebut dianggap publik sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan pemerintahan Trump dan usaha untuk meraup untung dari aksi demonstrasi. Meskipun sebelumnya Travis sempat memberikan edaran bahwa perusahaannya siap melindungi mitra pengemudi yang terdampak kebijakan tersebut, kemarahan publik tetap tidak dapat dibendung.

Di bulan Februari, Kalanick kembali menghadapi krisis ketika salah seorang mantan teknisi bernama Susan Fowler mengungkap skandal diskriminasi gender dan pelecehan seksual yang terjadi di perusahaannya lewat sebuah blog. Kalanick menginstruksikan investigasi menyeluruh untuk menangani kasus ini, dan akhirnya harus memecat 20 karyawan dari berbagai tingkat posisi.

Sebagai pendiri sekaligus CEO Uber, posisi Kalanick mulai diragukan oleh investor dan jajaran direksi perusahaannya. Mereka menganggap Kalanick sudah menjadi beban untuk Uber. 

Puncaknya, Kalanick menerima surat di bulan Juni 2017 dari lima investor utama Uber termasuk Benchmark dan Fidelity Investments yang berisi beberapa permintaan, salah satunya mengundurkan diri dari Uber.

Kalanick langsung menolak permintaan itu. Ia pun langsung menghubungi Arianna Huffington, salah satu direksi perusahaan tersebut, untuk meminta saran, seperti dilansir dari CNBC. Arianna pun menjelaskan bahwa permintaan itu patut untuk dipertimbangkan.

Akhirnya setelah berunding seharian dengan Matt Cohler dan Peter Fenton dari Benchmark, Kalanick setuju untuk mundur dari posisinya sebagai CEO demi perkembangan Uber.

“Saya mencintai Uber lebih dari segalanya di dunia ini, dan ini adalah saat yang sangat sulit di sepanjang hidup saya. Saya harus menerima permintaan investor untuk mengundurkan diri agar Uber dapat kembali berkembang daripada terus menerus terganggu dengan masalah lain,” kata Kalanick seperti dikutip oleh CNBC.
Next Page
Uber Merugi
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular