Deal Trump Transfer Data Warga RI ke AS, Menkomdigi Buka Suara

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
23 July 2025 18:35
Menteri Komdigi, Meutya Hafid saat ditemui di Gedung Komdigi, Jumat (16/5/2025). (CNBC Indonesia/Novina Putri Bestari)
Foto: Menteri Komdigi, Meutya Hafid saat ditemui di Gedung Komdigi, Jumat (16/5/2025). (CNBC Indonesia/Novina Putri Bestari)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gedung Putih merilis kesepakatan terhadap tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Tak hanya perdagangan, dalam perjanjian itu juga ada kesepakatan mengenai penghapusan hambatan perdagangan digital, yang mana mencakup poin data pribadi bisa ditransfer ke pihak AS .

"Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayah Indonesia ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia," tulis Gedung putih dalam keterangan.

Merespons hal ini, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengungkapkan saat ini pihaknya juga masih akan berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perkonomian terlebih dahulu.

"Kami ada undangan dari Menko Perekonomian untuk berkoordinasi," kata Meutya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (23/7/2025). Rencananya koordinasi akan dilakukan pada Kamis (24/7/2025) besok.

"Saya besok akan berkoordinasi dulu dengan Menko Perekonomian, saya belum tahu persisnya, topiknya apa, tapi nanti besok tentu akan ada pernyataan dari Menko Perekonomian atau dari kami," kata Meutya.

Sedangkan menurut Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengungkapkan Indonesia saat ini sudah memiliki aturan terkait perlindungan data pribadi, yang dipegang oleh pemerintah.

Sedangkan, terkait dengan kesepakatan dengan Amerika Serikat, menurutnya, hal itu hanya yang bersifat komersial. Bukan data pribadi masyarakat Indonesia dikelola oleh pihak lain.

"Jadi tujuan ini adalah semua komersial, bukan untuk data kita dikelola oleh orang lain, bukan juga kita kelola data orang lain. Itu untuk pertukaran barang dan jasa tertentu, yang nanti bisa jadi bercabang dua. Bisa jadi bahan bermanfaat tapi juga bisa jadi barang berhaya. Itu butuh keterbukaan data, siapa pembeli siapa penjual," katanya.

"Jadi kita hanya bertukar data berdasarkan UU Data Perlindungan Data Pribadi kepada yang diakui bisa melindungi dan menjamin data pribadi. Itu juga dilakukan dengan berbagai negara, dengan Uni Eropa, dan segala macam," tambah Hasan.

Aturan soal penyimpanan data yang saat ini berlaku di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah no. 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Dalam aturan tersebut, pemerintah mewajibkan data sektor publik untuk disimpan di server yang berlokasi di Indonesia.

Data sektor swasta masih diizinkan untuk disimpan di luar tanah air. Pengecualiannya adalah data terkait transaksi keuangan yang harus disimpan di server yang berlokasi di Indonesia.

Indonesia saat ini juga telah memiliki UU Pelindungan Data Pribadi yang seharusnya sudah berlaku efektif mulai Oktober 2024. Namun, pemerintah sampai saat ini belum membentuk badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan UU tersebut sehingga pelaksanaannya masih terus tertunda.

UU PDP di RI merupakan aturan yang mengadopsi aturan pelindungan data pribadi Eropa yaitu GDPR. Di sisi lain, Amerika Serikat sampai saat ini belum memiliki UU khusus tentang pelindungan data pribadi yang berlaku secara nasional. 


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article DPR Desak Pemerintah Bentuk Wasit Data, Warning Data Bocor Makin Parah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular