
Ekspansi Industri Menara Ciptakan Pemerataan Akses Digital

Jakarta - CNBC Indonesia - Pemerintah terus berupaya mendorong pembangunan infrastruktur digital dan memperluas jangkauan internet ke seluruh Indonesia demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Hal ini mengingat potensi ekonomi digital di Indonesia sangatlah besar dan memiliki prospek menjanjikan.
Menurut estimasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, ekonomi digital tanah air bisa mencapai US$360 miliar pada 2030 mendatang. Sementara Studi Google Temasek, Bain & Company (2022), menyebutkan ekonomi digital Indonesia pada 2022 mencapai US$ 77 miliar atau tumbuh 22% dari 2021.
Indonesia pun berhasil menjadi pemain utama dalam ekonomi digital ASEAN, karena sekitar 40% dari nilai total transaksi ekonomi digital ASEAN berasal dari Indonesia. Untuk itu, dalam memperkuat ekonomi digital ke depan, negeri ini membutuhkan sinergi yang kuat dari berbagai pihak, khususnya di industri telekomunikasi, menara dan fiber serta industri penunjangnya.
Industri menara menjadi garda terdepan karena peran strategisnya dalam membangun infrastruktur digital. Ketersediaan menara dan fiber optik menjadi pembuka jalan bagi operator telekomunikasi dalam melayani masyarakat.
Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), sebaran penetrasi internet di Indonesia hingga awal 2024 masih belum merata. Penetrasi internet paling rendah berada di Pulau Sulawesi, yakni 68,35%, diikuti Maluku dan Papua 69,91%. Kemudian penetrasi internet di Bali dan Nusa Tenggara mencapai 71,8%, Sumatera 77,34%, dan Kalimantan 77,42%. Pulau Jawamasih menjadi wilayah dengan penetrasi internet tertinggi pada 2024, yaitu 83,64%.
Selain itu, merujuk Speedtest Global Index milik Ookla, Indonesia berada di peringkat 126 dunia dari total 178 negara dengan kecepatan rata-rata download fixed broadband 27,87 Mbps, upload 16,85 Mbps, dan latensi 7 ms. Negara tetangga Singapura menjadi negara dengan kecepatan fixed broadband terbaik dunia dengan 270,62 Mbps. Thailand berada di peringkat 9 dengan 221,32 Mbps, Malaysia di peringkat 38 dengan kecepatan rata-rata 111,70 Mbps, Vietnam di peringkat 42 dengan 107,42 Mbps, dan Filipina di peringkat 49 dengan 92,92 Mbps.
"Teknologi menara masih diandalkan untuk memperuas jangkauan atau konektivitas," kata Pengamat Ekonomi dan juga Praktisi Pasar Modal Hans Kwee kepada CNBC Indonesia.
Kebutuhan tersebut semakin meningkat seiring tuntasnya konsolidasi perusahaan operator telekomunikasi dan rencana ekspansi ke luar jawa serta rural area.
Salah satu perusahaan yang memainkan peran besar di sektor digital infrastruktur saat ini adalah PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel. Perusahaan ini gencar ekspansi ke pasar luar Jawa lewat cara organik ataupun mengakuisisi menara dan fiber.
Pada akhir 2023, Mitratel tercatat memiliki 38.014 menara di Indonesia usai membangun 682 menara baru dan menambah hampir 2.000 menara lewat akuisisi, termasuk pembelian aset menara milik Indosat Ooredoo (Q1-2023) dan menara PT Gametraco Tunggal/Gametraco (Q4-2023).
Mitratel juga memiliki fiber optik yang bertambah 15.880 km hingga total panjang mencapai 32.521 km, naik 95,4%, usai total akuisisi sepanjang 7.000 km.
Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko atau biasa disapa Teddy, mengatakan upaya yang dilakukan Mitratel sejalan dengan rencana bisnis operator seluler yang akan ekspansi ke luar Jawa, baik untuk memperluas coverage, pangsa pasar hingga meningkatkan kualitas koneksi internet di pedesaan.
"Portofolio menara dan fiber kami tersebar merata di seluruh Indonesia. Sebanyak 22.237 menara atau 58% dari total, ada di luar pulau Jawa. Kami meyakini bahwa industri ini masih memiliki ruang pertumbuhan, yang didorong oleh kebutuhan operator telekomunikasi untuk berekspansi," kata Teddy saat Earnings Call Mitratel FY 2023 tanggal 13 Maret 2024 yang lalu.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]