Tech & Telco Summit 2024

Alasan RI Belum Punya Undang-Undang AI Seperti Eropa

Intan Rakhmayanti, CNBC Indonesia
Selasa, 05/03/2024 14:31 WIB
Foto: Wayan Toni Supriyanto, Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika KOMINFO memberi pemaparan di acara Tech & Telco Summit 2024 di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa 5/3. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatur teknologi kecerdasan buatan (AI) di Indonesia dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE).


SE tersebut merupakan pedoman bagi pengembang AI di Indonesia, baik di sektor publik maupun swasta, untuk membuat produk yang mementingkan keamanan pengguna dan etika yang berlaku di lingkungan masyarakat.


Harapannya, SE itu mampu mendukung perkembangan teknologi AI yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, sekaligus mereduksi dampak negatifnya.

Kendati demikian, SE tersebut belum bersifat mengikat. Jika terjadi pelanggaran, hukuman yang diberikan masih berupa teguran.

Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar, SE AI yang dikeluarkan Kominfo merupakan langkah awal. Kendati demikian, langkah selanjutnya perlu dibuat Undang-Undang (UU) yang mengikat dengan pendekatan hukum.

Sebab, AI akan mengubah model bisnis dan cara hidup manusia. Risikonya pun bisa fatal, mulai dari penyebaran disinformasi yang lebih mudah, penipuan, dan sebagainya.

Menanggapi hal ini, Dirjen PPI Kominfo, Wayan Toni, Wayan mengatakan pemerintah berupaya untuk menerapkan regulasi yang lebih longgar. Hal ini untuk memberikan ruang bagi teknologi yang baru berkembang agar mencapai potensi maksimalnya.

"Dari sisi regulator, apapun industrinya kami berupaya less regulation. Kita akan hadir apabila ada masalah antara penyelenggara dan pelanggan," ia menjelaskan dalam acara Tech & Telco Summit 2024 yang digelar CNBC Indonesia, Selasa (5/3/2024).

Ia memberi contoh Undang-Undang Telekomunikasi yang mengatur ruang lingkup industri telekomunikasi. Hingga kini, aturan itu masih mengatur pada penyelenggara itu sendiri, antara lain penyelenggara jaringan, jasa, dan sebagainya. Aturan itu belum mengatur soal bagaimana pemanfaatannya untuk masyarakat.

Begitu juga dengan AI. Wayan mengakui bahwa banyak disinformasi berupa deepfake yang tersebar di media sosial dan merupakan ulah suatu oknum.

Untuk itu, menurut dia yang perlu digenjot adalah membangun literasi digital yang lebih mapan.

"Hanya beberapa orang atau oknum yang melakukan tindakan-tindakan tidak baik. Kami tidak mengatur ke sana, yang kami atur adalah industrinya," ia menuturkan.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Adopsi Teknologi Tinggi, Infrastruktur Digital Makin Diperkuat