
Waspada Panas Kering di Wilayah RI, BRIN Beberkan Fakta

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena El Nino yang menyebabkan panas kekeringan mendidih di wilayah RI diprediksi akan berlangsung hingga Mei 2024 mendatang. Hal tersebut diungkap Peneliti Ahli Utama Kepakaran Klimatologi dan Perubahan Iklim BRIN Erma Yulihastin.
Ia mengatakan El Nino yang terjadi saat ini sudah tidak bisa diprediksi perilakunya. Polanya mirip dengan El Nino pada tahun 1997-1998 yang disebut sebagai salah satu peristiwa El-Nino terkuat sepanjang sejarah.
"Jangan lupa saat itu manusia terjebak dalam asap. Itu tidak dapat dipungkiri, itu sejarah yang tercatat dan Indonesia mendapat keluhan dari banyak negara karena asap sulit sekali dipadamkan," ia menjelaskan, dalam segmen Profit CNBC Indonesia, Jumat (29/9/2023).
"Dampaknya terbanyak, terluas. Tidak hanya kita kekeringan tapi juga memproduksi asap," kata dia.
Erma mengatakan Pulau Jawa sudah tiga bulan tidak hujan di wilayah timur. Ia melakukan survei langsung ke daerah Lamongan dan mendapati waduk terbesar yang menjadi sentra padi nasional sudah tidak dialiri air.
"Padahal, itu waduk terbesar yang mengairi pertanian di lokasi Jawa Timur yang merupakan sentra," ujarnya.
Ia memprediksi tiga bulan ke depan situasi panas kekeringan akan terus berlanjut. Untuk itu, Erma mengimbau agar Pulau Jawa segera diselamatkan, mengingat perannya yang penting.
"Ini harus dimitigasi. Pertanian, pangan, itu hal-hal penting. Jangan sampai kita paceklik," ia menuturkan.
Selanjutnya, hal yang perlu diantisipasi adalah potensi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Erma mengatakan Karhutla terbesar ada di wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.
"Nah, itu antisipasinya tiga lokasi tersebut karena berhubungan dengan pertanian soal pangan. Kedua, ini akan menyuplai asap. Itu yang harus ditekan, diredam, dan kebijakan harus berupaya supaya tak ada Karhutla yang masif terjadi di Sumatera dan Kalimantan," ia menjelaskan.
Adapun mitigasi yang dilakukan, kata Erma, harus bersifat spesifik sesuai dengan karakteristik tiap daerah. Harus diidentifikasi daerah tertentu merupakan penghasil apa. Dari situ ditetapkan kebijakan untuk memelihara produktivitasnya.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cuaca Panas Mendidih di RI Berakhir Kapan? BMKG Jawab Ini
