Makanan Bisa Ungkap Tanda 'Kiamat', Kok Bisa?

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
25 June 2023 20:00
10 June 2021, Baden-Wuerttemberg, Freiburg: Leftover food lies in the dustbin of a restaurant. On average, every person in Baden-Württemberg throws away 22 kilos of food per year. Politicians want to take countermeasures - just like start-ups and companies in the state. Photo: Philipp von Ditfurth/dpa (Photo by Philipp von Ditfurth/picture alliance via Getty Images)
Foto: dpa/picture alliance via Getty I/picture alliance

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepiring makanan ternyata bisa menjadi tanda 'kiamat'. 'Kiamat' yang dimaksud dalam hal ini adalah terkait dengan perubahan iklim. Rupanya, makanan lengkap lauk dan sayur memiliki jejak karbon dan ini sangat membahayakan bagi lingkungan.

Misalnya pada tiap 3,5 ons daging sapi bisa menghasilkan gas rumah kaca sebanyak 50 kg. Karena ada serangkaian rantai produksi daging dari penggembalaan hingga konsumsi.

Proses penggembalaan ternyata juga membahayakan lingkungan. PBB mencatat para peternak tidak jarang membuka lahan baru untuk hewan ternak seperti sapi bisa hidup, dan biasanya menyasar hutan tertutup dan lahan hijau lain.

Saat berternak sapi-pun juga melewati proses pembuangan emisi gas metan. Gas ini dihasilkan dari proses pencernaan usus dan perut sapi, memiliki kontribusi 30% pada peningkatan suhu Bumi.

Penjagalan juga tidak lepas dari jejak karbon. Energi yang dihasilkan selama distribusi dan konsumsi juga menghasilkan jejak karbon.

Misalkan proses penyimpanan daging di kulkas atau lemari pendingin yang menyumbang 10% emosos karbon global, berdasarkan catatan Birmingham Energy Institute (2016). Kulkas melepaskan senyawa clorofluorocarbon (CFC).

Ingat jika semuanya proses dari hanya sepotong daging. Belum lagi jika dimasak menjadi olahan makanan seperti rendang, atau sepiring makanan lengkap lauk pauk lainnya.

Gabungan peneliti dari University of California dalam riset "The environmental Footprint of Global Food Production" (Nature Sustainability, 2022), mengungkapkan jejak karbon pada makanan bersumber dari peternakan, pertanian, agrikultur, dan hewan air.

World Bank pada 2021 juga pernah mengeluarkan laporan jika kegiatan industri pertanian dan agrikultur berkontribusi pada 19-29% dari total emisi gas rumah kaca secara global. Sistem produksi makanan global juga menyumbang 34% emisi karbon, menurut riset berjudul "Food Systems are Responsible for a Third of Global Anthropogenic GHG Emissions" (2021).


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ilmuwan Tiba-tiba Teriak Tanda Kiamat Semakin Jelas!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular