
Proyek Kiamat Iklim Dunia Meroket Jadi Rp79.500 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan biaya biaya bagi seluruh negara-negara berkembang dunia untuk menghindari terjadinya bencana perubahan iklim (climate change) meningkat tajam.
Peningkatan biaya penanggulangan perubahan iklim ini diungkapkan Sri Mulyani dalam Instagram @smindrawati, Rabu (23/6/2023). Seperti diketahui, Sri Mulyani tengah menghadiri Paris Summit 2023 minggu ini. Di sela-sela kunjungannya, dirinya mengikuti Pertemuan A New Global Financing Pact for Climate Change, Kamis (22/6/2023).
Mengutip tulisan mantan ekonomi Bank Dunia Nick Stern dan profesor di Grantham Research Institute on Climate Change and the Environment Amar Battachara, Sri Mulyani menegaskan bahwa diperlukan investasi perubahan iklim senilai US$ 500 miliar - US$ 1 triliun atau Rp 7.500 triliun - US$ 15.000 triliun (kurs US$ 15.000) pada 2019-2025 dan biaya ini meningkat menjadi US$ 2,4 triliun atau Rp 36.000 triliun hingga 2030. Namun, nilai ini ternyata meningkat tajam pasca pandemi Covid-19.
"Pasca pandemi nilai investasi yang diperlukan makin besar yaitu US$ 5,3 triliun. Untuk perspektif (perbandingan) GDP Indonesia saat ini sekitar US$ 1,24 triliun," kata Sri Mulyani, Kamis (23/6/2023).
Lantas, dari mana dana sebesar ini dapat diperoleh?
Sri Mulyani menegaskan prinsip pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development Goals) harus tidak menciptakan trade off (pilihan) antara usaha mengatasi kemiskinan dan upaya menghindari perubahan iklim.
"Setiap negara memiliki kedaulatan dan langkah untuk melakukan program climate change," ujarnya.
Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih besar dan reformasi dari lembaga multilateral dalam mendukung negara berkembang untuk mencapai tujuan pembangunan. Peran sektor swasta sangat penting dan diperlukan namun diperlukan upaya untuk menangani isu resiko dan instrumen katalis untuk mencapai hal tersebut.
Diperlukan mekanisme monitoring dan akuntabilitas agar komitmen negara maju dan dunia dalam pembiayaan dan pelaksanaan program perubahan iklim. "Itu agenda besar dan penting yang dibahas dalam Pertemuan di Paris ini," lanjutnya.
Perubahan iklim adalah ancaman bagi seluruh kemanusiaan dan dunia. Kerjasama global merupakan keharusan. Namun untuk mewujudkan itu sungguh tidak mudah dalam situasi dunia yang makin terfragmentasi.
Sri Mulyani menegaskan Indonesia akan terus berpartisipasi aktif dan konstruktif dalam ikut menjaga ketertiban dan keselamatan dunia berdasarkan perdamaian abadi, kemerdekaan dan keadilan sosial. Itu perintah konstitusi kita.
Komitmen Dunia
Dalam pertemuan A New Global Financing Pact for Climate Change action, Perdana Menteri Barbados Mia Mottley yang negaranya mengalami dampak besar akibat perubahan iklim bicara dalam pembukaan acara.
"Kami datang ke Paris untuk mengidentifikasi solidaritas kemanusiaan yang kita bagi dan keharusan moral mutlak untuk menyelamatkan planet kita dan membuatnya layak huni," kata Mottley, yang negara pulau Karibianya terancam oleh naiknya permukaan laut dan badai tropis.
Mottley telah menjadi advokat yang kuat untuk mengubah peran Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional di era krisis iklim.
Barbados telah mengajukan rencana rinci tentang cara memperbaiki sistem keuangan global untuk membantu negara berkembang berinvestasi dalam energi bersih dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak iklim.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva berjanji untuk mengalihkan US$ 100 miliar dari "hak penarikan khusus" atau Special Drawing Rights (SDR) yang meningkatkan likuiditas ke dalam dana iklim dan kemiskinan telah dipenuhi.
Presiden Bank Dunia Ajay Banga mengatakan pemberi pinjaman akan memperkenalkan mekanisme "jeda" pada pembayaran utang untuk negara-negara yang dilanda krisis sehingga mereka dapat fokus menangani permasalahan lain yang penting dan berhenti mengkhawatirkan tagihan yang akan datang.
Secara terpisah, Senegal dijanjikan 2,5 miliar euro (US$ 2,7 miliar) oleh sekelompok negara kaya dan bank pembangunan multilateral untuk membantu negara Afrika barat itu mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil.
Dan Zambia, yang gagal membayar utangnya setelah pandemi Covid merebak, mendapatkan sejumlah keringanan finansial karena pemberi pinjaman utamanya China dan kreditor lainnya setuju untuk merestrukturisasi pinjaman senilai US$ 6,3 miliar.
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengungkapkan pendanaan iklim senilai US$ 100 miliar per tahun ke negara-negara miskin akhirnya akan terpenuhi tahun ini.
Di sisi lain, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan investasi tahunan hanya untuk energi bersih di negara-negara ini perlu melonjak hingga hampir US$ 2 triliun dalam satu dekade.
Pendanaan yang disampaikan di atas penting untuk mempertahankan tujuan Paris Agreement atau Perjanjian Paris untuk membatasi pemanasan global "jauh di bawah" dua derajat Celcius sejak masa pra-industri, dan di bawah 1,5C jika memungkinkan.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Bicara Imperialisme Gaya Baru, Bisa Bawa Petaka
