
OC Kaligis Beli HP Tak Ada Sinyal, Habibie Harus Turun Tangan

Jakarta, CNBC Indonesia- Pada 17 Februari 1992, Otto Cornelis Kaligis membeli telepon genggam (handphone) merek Motorolla tipe T.A.C 950 setelah melihat iklan di surat kabar. Namun, sebulan setelah pembelian, dia kesal bukan main. Dia merasa ditipu oleh iklan karena handphone-nya (HP) yang harganya jutaan itu justru tidak berfungsi setelah digunakan.
"Belum sampai sebulan, handphone tersebut sudah tak dapat difungsikan karena belum bayar. Mau bayar ke PT Elektrindo Nusantara ditolak. Ke mana jadinya kalau harus bayar pulsa?," tulis pengacara kondang itu dikutip Kompas 8 Maret 1992.
Apa yang dikeluhkan Kaligis mewakili puluhan ribu pengguna handphone angkatan pertama di Indonesia. Mereka menyesal karena HP yang dibelinya untuk dipakai pribadi justru menyusahkan. Padahal mereka membeli HP untuk memudahkannya berkomunikasi. Saat itu harga telepon genggam berkisar Rp 6-9 juta. Ini belum uang pula yang harus dikeluarkan seharga Rp 400/menit.
Jika ditotal seorang bisa merogoh kocek Rp 14 juta jika ingin memiliki HP. Besaran angka tersebut pada tahun 1990-an tentu sangat fantastis. Mahalnya harga disebabkan karena sistem komunikasi saat itu masih analog. Semuanya manual tanpa elektrifikasi.
![]() Ponsel Motorola MicroTAC |
Karena merasa sudah keluar uang banyak tetapi hasilnya tidak memuaskan mereka kemudian mengamuk. Mau tidak mau mereka terpaksa kembali mengantre menggunakan telepon umum untuk berkomunikasi.
Menyikapi ini pemerintah mulai bergerak. Jika tetap masih menggunakan sistem analog, sudah pasti harga HP tetap akan mahal dan tidak bisa dijangkau masyarakat kelas menengah. Terlebih saat itu keberadaan HP semakin memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin. Alhasil, Menristek, B.J Habibie, ingin HP bisa dimiliki oleh seluruh orang. Harganya harus murah.
Pada 14 Juli 1993 B.J Habibie lewat Telkom setuju menerapkan teknologi digital Global System for Mobile Communications (GSM). GSM diproyeksikan sebagai standar teknologi selular Indonesia. Nantinya untuk merealisasikan ini akan dibangun menara pemancar sinyal atau Base Transceiver Station (BTS) yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antara perangkat komunikasi dan jaringan operator.
Lewat pendirian menara BTS ini niscaya HP dan jaringan telepon akan makin merata dan tentu makin murah.
"Dibandingkan dengan dua teknologi yang digunakan sebelumnya, NMT-470 dan AMPS900, GSM digadang-gadang akan lebih baik. Selain sistem yang digunakan bukan lagi analog, GSM digital bisa digunakan untuk komunikasi data sistem keamanan informasi tinggi. Lebih jauh, kehadiran GSM membuat orang mudah membeli telepon genggam yang praktis serta bisa roaming internasional. Hal ini membuat pemilik SIM Card GSM bisa menggunakannya di mana saja di dunia sepanjang ada kerja sama dengan pemerintah Indonesia," tulis Wahyudi Akmaliah dalam Mobile Phone, Lifestyle, and The Middle Class In The New Order Country.
![]() |
Setahun kemudian, pada 2 September 1994, Habibie meresmikan operasi menara BTS di Batam. BTS ini sekarang dinamakan BTM001 Bukit Dangas.
Peresmian ini menandai pula awal tersebarnya jaringan telepon di Indonesia. Pemegang kendali jaringan GSM adalah PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo). Sementara itu, untuk penjualan kartu SIM dipegang oleh PT Telkom.
Menurut catatan Lim dalam Archipelago Online: The Internet and Political Activism in Indonesia (2005), Habibie mencoba langsung jaringan itu dengan melakukan komunikasi via HP yang sudah dipasang kartu SIM.
Keberadaan menara BTS pertama itulah yang menjadi titik balik perkembangan telekomunikasi di Indonesia. Setelahnya, berdiri Telkomsel sebagai provider yang menyediakan layanan pengguna telepon selular. Kini, Telkomsel menjadi andalan masyarakat di bidang provider telepon.
[Gambas:Video CNBC]
Next Article SMS Ucapan Natal Ternyata Belum Punah, Ini Buktinya