Menkes Jelaskan Kasus Cacar Monyet Pertama di RI

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
22 August 2022 15:35
Ilustrasi cacar monyet (LightRocket via Gett/SOPA Images)
Foto: Ilustrasi cacar monyet (LightRocket via Gett/SOPA Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan kondisi pasien kasus pertama cacar monyet di Indonesia. Menurutnya, pasien tersebut dalam keadaan baik.

"Pertama kali kondisi pasien pada dasarnya baik-baik saja. Jadi itu indikasi bahwa tidak fatal seperti yang kita dengar dari berita," kata Budi dalam Press Conference The 3rd G20 Health Working Group, Senin (22/8/2022).

Kasus pertama itu diumumkan akhir pekan lalu. Pasien tersebut berusia 27 tahun asal Jakarta yang memiliki riwayat perjalanan dari luar negeri sebelumnya.

Budi menjelaskan kasus cacar monyet ini berbeda dengan Covid-19. Keduanya berjalan berbarengan, dengan monkeypox memiliki 35 ribu kasus dan Covid-19 lebih banyak.

Penularannya pun berbeda, Covid-19 terjadi saat belum bergejala berbeda dengan cacar monyet yakni saat bintik-bintik atau nanah sudah keluar baru bisa menularkan. Budi mengatakan jika gejalanya belum keluar maka tidak akan menular.

"Itu sebabnya kenapa dia cepat penularannya kan orang enggak tahu dia sakit, kita dekat-dekat sama dia tahu-tahu kita ketularan. Kalau cacar monyet enggak, dia harus bintik-bintik dulu keluar nanah baru dia bisa menular. Kalau dia belum keluar tuh bintik-bintiknya dia tidak menular," jelasnya.

Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi SadikinFoto: Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin

Oleh karena itu, menurut Budi untuk menghindari tertular cacar monyet pun jauh lebih mudah. Karena gejalanya terlihat maka tidak perlu berkontak fisik dengan pasien dan tidak akan tertular.

"Penularan terjadi pada saat sudah bergejala yang kedua harus kontak fisik. Kita tahu tuh kalau orang udah sakit udah bintik-bintik ya, jangan kontak fisik sama orang yang bersangkutan itu," kata Budi.

Pria yang akrab disapa BGS itu juga menjelaskan tingkat fatalitas monkeypox hingga sekarang masih kecil. Dari sekitar 35 ribu kasus di dunia, 12 orang dilaporkan meninggal.



Dia mengatakan kasus meninggal terjadi bukan akibat virus yang membawa monkeypox. Namun karena infeksi kedua, yakni saat sudah terkena virus kemudian menggaruk bintik yang muncul.

"Orang meninggal biasa karena secondary infection. Udah infeksi di kulit kemudian garuk-garuk macam infeksi yang masuk ke ini kemudian kena infeksi bakteri di paru yang meninggal gara-gara pneumonia atau nanti infeksi ya masuk ke infeksi di meningitis di otak oleh bakteri," jelasnya.

"Tapi bukan meninggalnya gara-gara infeksi oleh virusnya di kulit. Jadi teman-teman enggak usah terlalu khawatir ini sudah terjadi di Indonesia".

Dalam kesempatan itu Budi juga ditanyakan terkait vaksin cacar monyet. Dia menjelaskan vaksin cacar sudah banyak diberikan pada mereka yang lahir 1980 ke atas dan itu berlaku seumur hidup.

"Dia (cacar monyet) virus DNA kalau Covid RNA. Lebih besar nukleotidanya 305.000, kalau virus Covid-19 itu sekitar 31 ribu kalau di Whole genome sequencing. Kalau virusnya cacar monyet ini vaksinasinya, sampai tahun 1980," kata Budi.

"Vaksin Covid-19 yang berlakunya 6 bulan ini sekali divaksin berlakunya seumur hidup. Jadi teman-teman yang lahirnya di 1180 ke bawah kayak saya udah tua-tua itu terproteksi".

Itu juga yang menyebabkan kasus di Asia jauh lebih rendah dibandingkan di Eropa, di mana kasusnya muncul lebih dulu. Karena itu vaksin cacar berhenti dengan cepat dan imunitasnya pun rendah.

Sementara Asia, masyarakatnya banyak yang divaksinasi. Diharapkan ini membuat orang-orang yang lahir hingga 1980 masih memiliki antibodi dari vaksin tersebut.

"Sedangkan orang Indonesia, pandemi cacar masih kena termasuk orang-orang kaya saya itu di vaksinasi situ. Sehingga masih ada antibodi ya. Dengan demikian diharapkan orang-orang yang lahir di bawah tahun 1980 harusnya masih ada antibodinya," ungkapnya.

Selain itu, pendeteksian kasus cacar monyet tetap menggunakan tes PCR. Berbeda dengan Covid-19, tes kali ini mengusap bagian ruam di tubuh.

BGS menjelaskan telah tersedia sekitar 1000 reagen untuk PCR monkeypox. Pihaknya juga melakukan genome sequence pengecekan tersebut.

"Ada dua tipe Afrika barat sama Afrika Tengah yang fatal, yang satu enggak fatal ya dan biasanya yang banyak di Eropa dan yang di Indonesia bukan yang fatal. Sedang kita genome sequence kita belum tahu ini variannya yang mana. Ya kalau kita lihat dia nya masih survive saja itu harusnya yang yang bukan yang fatal," kata Budi.


(npb/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hati-hati Wabah Monkeypox, Cek Daftar Gejala Cacar Monyet

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular