Diusik Jaksa, Apa Kabar Media Sosial Milik Donald Trump?
Jakarta, CNBC Indonesia - Usaha mantan Presiden AS, Donald Trump untuk membangun perusahaan media sosial Truth Social, tak semulus perkiraan. Upaya untuk menjadikannya sebagai perusahaan publik, terus mengalami hambatan.
Baru-baru ini, perusahaan cek kosong Digital World Acquisition Corp yang akan menjadi induk bagi media sosial itu dipersoalkan regulator di AS.
Dewan direksi perusahaan cek kosong atau SPAC, mendapat surat panggilan dari jaksa federal atas rencana merger dengan Truth Social.
Penyelidikan federal menjadi sebuah kemunduran Trump dalam upaya membawa Trump Media & Technology Group (TMTG), pencipta platform media sosial Truth Social, menjadi perusahaan publik.
Untuk diketahui, TMTG setuju untuk bergabung dengan Digital World Oktober lalu dan mengharapkan kesepakatan itu selesai pada paruh kedua tahun ini dan mendatangkan US$1,3 miliar untuk Truth Social.
Kini baik Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) dan Otoritas Pengatur Industri Keuangan, sedang menyelidiki merger tersebut.
"Kami akan bekerja sama dengan pengawasan yang mendukung misi penting SEC untuk melindungi investor ritel," kata TMTG, dikutip dari Reuters, Selasa (28/6/2022).
Saham Digital World langsung merosot 6% dalam perdagangan sebelum pembukaan. Hal tersebut terjadi setelah perusahaan mengatakan dalam pengajuan peraturan bahwa mereka mengetahui dewan juri federal di Distrik Selatan New York telah mengeluarkan panggilan pengadilan kepada direksi mereka.
Digital World sendiri memiliki tujuh direktur di dewan direksi, termasuk Chief Executive Officer Patrick Orlando dan Chief Financial Officer Luis Orleans-Braganza.
SEC sedang menyelidiki apakah Digital World dan Trump Media mengadakan diskusi serius sebelum go public September lalu dan, jika demikian, apa alasan pembicaraan itu tidak diungkapkan ke bursa.
Digital World juga mengatakan Bruce Garelick, chief strategy officer Rocket One Capital, sebuah perusahaan investasi yang berbasis di Miami, mengundurkan diri dari dewan. Beberapa informasi yang diminta oleh grand jury adalah tentang komunikasi dengan Rocket One.
Michael Shvartsman, pendiri dan CEO Rocket One Capital, tidak segera menjawab permintaan komentar Reuters.
(dem)