Fakta Kondisi Bumi yang Makin Mengerikan, Ini Buktinya

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
11 November 2021 14:35
Ilustrasi Bumi (Pixabay)
Foto: Ilustrasi Bumi (Pixabay)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi gas pemanasan iklim di atmosfer Bumi makin mengkhawatirkan. Bahkan ini terjadi saat hampir seluruh pemerintah negara di dunia memberlakukan lockdown besar-besaran akibat virus Covid-19.

Laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyebutkan tingkat pemanasan itu mencapai rekor tertinggi pada tahun lalu. Konsentrasi karbondioksida mencapai 50% dibanding sebelum Revolusi Industri karena pembakaran massal bahan bakar fosil.

Selain itu, konsentrasi metana juga mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat sejak 1750, dikutip The Guardian, Kamis (11/11/2021).

Peningkatan terjadi pada semua komponen gas rumah kaca sejak tahun lalu dan terus berlanjut hingga 2021, ini jauh dari rata-rata dalam dekade sebelumnya.

Bahkan menurut data krisis iklim terus memburuk. Menurut Kepala WMO, Prof Petteri Taalas, kondisi telah jauh dari yang telah ditetapkan.

Pesan juga disampaikan pada negara-negara yang melakukan pertemuan di KTT iklim COP26 di Glasgow belum lama ini. Taalas mengharapkan acara tersebut bisa meningkatkan komitmen negara dunia berkaitan dengan masalah tersebut.

"Pada tingkat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca saat ini, kita akan melihat peningkatan suhu pada akhir abad ini jauh melebihi target Perjanjian Paris 1,5° C [celcius] hingga 2°C. [Meningkatnya tingkat GRK] memiliki dampak negatif yang besar bagi kehidupan dan kesejahteraan kita sehari-hari, dan untuk masa depan anak dan cucu kita," kata Taalas.

Taalas menambahkan perlu mengubah komitmen dan juga meninjau kembali sistem pada sejumlah sektor termasuk bagaimana cara hidup.

"Kita perlu mengubah komitmen kita menjadi tindakan yang akan berdampak pada gas rumah kaca. Kita perlu meninjau kembali sistem industri, energi dan transportasi dan seluruh cara hidup kita, perubahan yang diperlukan dapat terjangkau secara ekonomi dan memungkinkan secara teknis. Tidak ada waktu untuk kalah," ungkapnya.

Negosiator di KTT harus memberikan tindakan dalam rangka mempertahankan komitmen mengakhiri emisi gas rumah kaca tahun 2050, ungkapnya.

Caranya adalah dengan menghentikan emisi. Karena kondisi tersebut mendorong peningkatan kerusakan dari gelombang panas, banjir hingga kekeringan.

Laporan WMO melalui Global Atmosphere Watch Programme menyebutkan pembakaran batu bara, minyak dan gas adalah sumber terbesar karbondioksidan dan menyebabkan 66% pada pemanasan global.

Sebenarnya tahun lalu emisi karbon menurun 5% dibandingkan 2019 akibat pembatasan Covid-19. Namun WMO menyebutkan ada miliaran ton ga yang masih masuk ke atmosfer.

Artinya pelambatan ekonomi era Covid-19 tidak berdampak pada lingkungan khususnya tingkat pertumbuhan gas rumah kaca di atmosfer. Setengah karbondioksida berasal dari aktivitas manusia masih ada di atmosfer, sisanya diserap lautan, pepohonan dan tanaman.

WMO juga memperingatkan pemanasan global bisa merusak kemampuan alam untuk menyerap emisi. Misalnya Amazon beralih dari menyerap karbondioksida mengembalikannya ke atmosfer saat kebakaran hutan, kekeringan dan penebangan menghancurkan pohon.

Sementara Metana menyumbang 16% dari pemanasan global. Metana sebagian besarnya disebabkan adanya peternakan sapi dan produksi bahan bakar fosil. Metana adalah gas yang kuat dan berumur pendek jadi bisa mengurangi emisi memiliki dampak yang cepat.

Gas rumah kaca lain adalah dinitrogen oksida atau N20 yang berkontribusi 7% pada pemanasan global. Ini berasal dari pupuk kimia yang digunakan berlebihan saat pertanian dan kotoran ternak.

Tingkat gas rumah kaca dilaporkan lebih tinggi dari yang pernah dialami manusia sepanjang masa dan kondisi tertinggi 3-5 juta tahun. Saat itu suhu global hanya 2-3 derajat celcius lebih panas dan permukaan laut 10-20 meter tingginya dari hari ini. "Tapi saat itu tidak ada 7,8 miliar orang," kata Taalas.

Prof Dave Reay dari University of Edinburgh mengatakan hasil COP26 akan dibuktikan dengan konsentrasi gas rumah kaca di masa depan. Laporan WMO jadi refleksi soal apa yang telah ditulis dalam gelaran tersebut.

"Jendela kecil peluang untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca pada tingkat yang memenuhi tujuan iklim Paris akan segera hilang. Akankah Cop ke-26 ini berhasil di mana 25 sebelumnya gagal? Suasana kita akan menjadi saksi," jelas Reay.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Astronaut Ini Sedih Lihat Bumi Dari Antariksa, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular