Kondisi Bumi Kian Mengerikan, Ini Bukti Terbarunya

Monica Wareza, CNBC Indonesia
07 November 2021 18:40
Seal hunter Henrik Josvasson jumps back onto his boat after searching for puffin eggs near the town of Tasiilaq, Greenland, June 16, 2018. REUTERS/Lucas Jackson  SEARCH
Foto: Penduduk Greenland bergulat dengan pemanasan global (REUTERS/Lucas Jackson)

Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengumumkan tingkat gas pemanasan iklim di atmosfer mencapai rekor tertingginya pada 2020 lalu. Hal ini terjadi kendati pada 2020 lalu terjadi lockdown besar-besaran di seluruh dunia akibat penyebaran virus Covid-19.

Melansir The Guardian, dalam laporan WMO tersebut disampaikan bahwa konsentrasi karbon dioksida saat ini mencapai 50% lebih tinggi dibanding saat sebelum Revolusi Industri akibat pembakaran massal bahan bakar fosil. Sedangkan konsentrasi metana telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1750.

Semua komponen gas rumah kaca disebut meningkat lebih cepat pada tahun 2020 daripada rata-rata untuk dekade sebelumnya dan tren ini berlanjut pada 2021.

Data menunjukkan krisis iklim terus memburuk dan mengirim pesan 'keras' ke negara-negara yang bertemu di KTT iklim COP26 di Glasgow pekan lalu.

Kepala WMO Prof Petteri Taalas menyebut kondisi ini telah jauh dari jalur yang ditetapkan. Dia mengharapkan dengan adanya perhelatan ini akan terjadi peningkatan dramatis dalam komitmen negara-negara dunia berkaitan dengan iklim ini.

"Pada tingkat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca saat ini, kita akan melihat peningkatan suhu pada akhir abad ini jauh melebihi target Perjanjian Paris 1,5° C [celcius] hingga 2°C. [Meningkatnya tingkat GRK] memiliki dampak negatif yang besar bagi kehidupan dan kesejahteraan kita sehari-hari, dan untuk masa depan anak dan cucu kita," kata Taalas, dikutip Minggu (7/11/2021).

"Kita perlu mengubah komitmen kita menjadi tindakan yang akan berdampak pada gas rumah kaca. Kita perlu meninjau kembali sistem industri, energi dan transportasi dan seluruh cara hidup kita, perubahan yang diperlukan dapat terjangkau secara ekonomi dan memungkinkan secara teknis. Tidak ada waktu untuk kalah," ungkapnya.

Menurut dia, para negosiator di KTT harus memberikan tindakan untuk mempertahankan komitmen mengakhiri emisi gas rumah kaca pada 2050 mendatang.

Satu-satunya cara untuk menstabilkan gas dan menghentikan kenaikan suhu adalah dengan menghentikan emisi. Sebab, kondisi ini mendorong peningkatan kerusakan dari gelombang panas, banjir hingga kekeringan.

Menurut laporan yang dirangkum oleh WMO melalui Global Atmosphere Watch Programme, pembakaran batu bara, minyak dan gas merupakan sumber terbesar karbon dioksida yang merupakan penyebab 66% pemanasan global. Pada 2020 emisi karbon dioksida turun sekitar 5% karena pembatasan Covid, dibandingkan dengan 2019.

Tetapi, kata WMO, miliaran ton gas ini masih dipompa ke atmosfer, yang berarti perlambatan ekonomi karena Covid-19 tidak memiliki dampak nyata pada tingkat tingkat pertumbuhan gas rumah kaca di atmosfer.

Sekitar setengah dari karbon dioksida dari aktivitas manusia tetap berada di atmosfer, sedangkan setengah lainnya diserap oleh lautan dan pepohonan serta tanaman di darat.

Namun WMO memperingatkan bahwa pemanasan global merusak kemampuan alam untuk menyerap emisi. Misalnya, saat ini Amazon telah beralih dari menyerap karbon dioksida malah mengembalikannya ke atmosfer saat terjadi kebakaran hutan, kekeringan, dan penebangan menghancurkan pohon.

Sedangkan metana, yang menyumbang 16% pada pemanasan global, sebagian besar emisinya disebabkan oleh aktivitas manusia seperti peternakan sapi dan produksi bahan bakar fosil. Metana merupakan gas rumah kaca yang kuat dan berumur pendek, sehingga pengurangan emisi memiliki dampak yang cepat.

Gas rumah kaca lainnya adalah dinitrogen oksida atau N₂O, berkontribusi 7% terhadap pemanasan global. Emisi ini sebagian besar berasal dari penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dalam pertanian dan kotoran ternak.

Saat ini tingkat gas rumah kaca lebih tinggi dari yang pernah dialami oleh umat manusia sepanjang masa. Ini merupakan kondisi tertinggi selama 3-5 juta tahun, di mana pada saat itu suhu global 2° C-3° C lebih panas dan permukaan laut 10-20 meter lebih tinggi dari hari ini.

"Tapi saat itu tidak ada 7,8 miliar orang," imbuh Taalas.

Sejalan dengan itu, Prof Dave Reay, dari University of Edinburgh mengungkapkan hasil dari Cop26 ini nantinya akan dibuktikan konsentrasi gas rumah kaca ke depannya.

"Keberhasilan atau kegagalan sebenarnya dari Cop26 akan tertulis di langit kita dalam bentuk konsentrasi gas rumah kaca. Laporan WMO ini memberikan penilaian yang sangat jujur tentang apa yang telah ditulis di sana hingga saat ini. Sejauh ini, ini adalah kegagalan yang luar biasa," terang dia.

"Jendela kecil peluang untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca pada tingkat yang memenuhi tujuan iklim Paris akan segera hilang. Akankah Cop ke-26 ini berhasil di mana 25 sebelumnya gagal? Suasana kita akan menjadi saksi," tandasnya.




(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bencana 'Terburuk' Ancam Penduduk Bumi, Sudah di Fase Kritis

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular