China Ngaku Korban 'Serangan' AS, Ada Apa ini?
Jakarta, CNBC Indonesia - China menolak tudingan Amerika Serikat dan sekutu baratnya mengenai peretasan sistem email Microsoft Exchange. Negara itu bahkan mengklaim entitas dalam negeri menjadi korban serangan siber AS.
Hal tersebut disampaikan oleh Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian. Dia mengatakan Washington harus membatalkan dakwaannya pada empat warga negara China.
Mereka dituduh bekerja untuk Kementerian Keamanan China untuk mencoba mencuri rahasia dagang, teknologi serta penelitian penyakit AS.
"Amerika Serikat bersekongkol dengan sekutunya untuk membuat tuduhan tidak beralasan terhadap keamanan siber China," kata juru bicara Zhao Lijian dikutip AP, Rabu (21/7/2021).
Dia menegaskan tudingan itu murni noda dan penindasan dengan motif politik, serta mengatakan China tidak akan pernah menerima perilaku AS dan sekutunya itu. Namun Zhao tidak memberikan informasi lebih lanjut apakah ada kemungkinan pembalasan.
China merupakan pemimpin penelitian perang siber bersama AS dan Rusia. Namun pihak Beijing membantah tuduhan peretas China mencuri rahasia dagang dan teknologi.
Sebelumnya pada hari Senin lalu, otoritas AS mengatakan peretas yang terafiliasi dengan pemerintah menargetkan warga Amerika dan lainnya dengan tuntutan jutaan dolar. Sementara itu Microsoft Corp juga menyalahkan mata-mata China atas serangan Microsoft Exchange yang membuat puluhan ribu komputer di seluruh dunia menjadi korban.
Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab di saat bersamaan juga mengatakan peretasan sebagai 'pola perilaku yang sembrono namun akrab'.
Hari Senin lalu juga Departmen Kehakiman mengumumkan dakwaan pada empat warga negara China yang dikatakan jaksa bekerja dengan MSS. Mereka menargetkan komputer di perusahaan, kampus dan pemerintah.
Selain membantah tudingan itu, Zhao juga balik menuduh Badan Intelijen Pusat AS melakukan peretasan pada fasilitas penelitian kedirgantaraan China, industri minyak, perusahaan internet dan lembaga pemerintah. Dia mengklaim aktivitas itu dilakukan selama 11 tahun.
"China sekali lagi meminta AS dan sekutusnya untuk berhenti mencuri dan melakukan serangan siber pada China, hentikan merusak reputasi ke China pada masalah keamanan siber dan menarik apa yang disebut penuntutan," jelasnya.
(roy/roy)