Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Senior Faisal Basri mengkiritik keras keputusan pemerintah menyelenggarakan vaksinasi gotong royong individu atau vaksin Covid-19 berbayar. Ia pun menyebut kebijakan tersebut sebagai vaksin rente.
Faisal Basri mengungkapkan tugas mulia BUMN adalah menciptakan nilai bagi maslahat orang banyak, bukan berburu rente. Faisal Basri pun mengungkap hitung-hitungan betapa menjanjikannya bisnis vaksin.
"Berdasarkan skenario awal, bayangkan betapa menggiurkan bisnis vaksin BUMN. Kalau untungnya Rp 100.000 per suntikan, rentenya senilai Rp 17,2 triliun. Makanya ada vaksinasi 'gotong royong' (lebih tepat vaksin rente)," kritik Faisal Basri melalui akun twitter pribadinya, seperti dikutip Selasa (13/7/2021).
Faisal Basri mengungkapkan untuk berburu vaksin rente, pemerintah ambil alih stok vaksin yang sudah dan akan dibeli. Adapun BUMN-BUMN farmasi murni jadi operator vaksinasi, mempercepat target herd immunity 70% yang dicanangkan pemerintah.
"Kalau audit BPK nantinya menemukan ada praktik mark up, BUMN farmasi wajib kembalikan kelebihan kepada pemerintah. Kalau ada unsur pidana, proseslah sesuai hukum yang berlaku," terang Faisal Basri.
Faisal Basri juga mengingatkan agar pemerintah jangan sekali-kali melakukan privatisasi kebijakan publik. Jangan mengalihkan otoritas negara kepada korporasi swasta maupun BUMN serta organisasi pengusaha seperti Kamar Dagang Indonesia (Kadin).
Informasi saja, harga vaksin gotong royong ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharm Melalui Penunjukan PT Bio Farma (Persero) dalam Pelaksanaan Pengadaan Vaksin Covid-19 dan Tarif Maksimal Pelayanan untuk Pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong.
Harga pembelian vaksin gotong royong ditetapkan sebesar Rp 321.660 per dosis. Lalu tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosisnya. Jadi harganya Rp 439.570 per dosis. Ini merupakan harga tertinggi vaksin per dosis. Harga yang dibeli oleh badan hukum/badan usaha, dan sudah termasuk margin/keuntungan 20%.
Halaman Selanjutnya >> Alasan Pemerintah Hadirkan Vaksin Covid-19 Berbayar
Kehadiran vaksin gotong royong individu atau vaksin berbayar (VGR) menjadi polemik di masyarakat. Kimia Farma sebagai BUMN pelaksana memutuskan untuk menunda pelaksanaan hingga waktu yang tak disebutkan.
Menteri-Menteri Joko Widodo (Jokowi) pun menjelaskan tentang kebijakan. Salah satunya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan vaksin gotong royong individu ini sebagai program sebagai opsi bagi masyarakat.
"Apakah masyarakat bisa mengambil atau tidak, prinsipnya pemerintah membuka opsi yang luas bagi masyarakat yang ingin mengambil VGR baik melalui perusahaan maupun melalui individu," ujarnya sehabis rapat terbatas dengan Jokowi, Senin (12/7/2021).
Alasan dibukanya opsi ini karena banyak pengusaha yang belum mendapatkan akses melalui program vaksinasi gotong royong yang dikoordinasikan Kadin.
"Jadi ada beberapa misalnya perusahaan-perusahaan pribadi, perusahaan-perusahaan kecil, itu juga mereka mau mendapatkan akses ke VGR tetapi belum bisa masuk melalui programnya Kadin, itu dibuka," ujar BGS.
Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan vaksin yang digunakan dalam program ini disebutkan tidak menggunakan vaksin yang berasal dari vaksin yang sudah dialokasikan untuk program vaksinasi pemerintah. Pun tidak menggunakan vaksin yang berasal dari sumbangan ataupun hibah dari kerja sama bilateral dan multilateral.
"Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan yang berlaku, semua vaksin yang digunakan dalam program Vaksinasi Gotong Royong, baik untuk badan usaha/lembaga yang saat ini sudah berjalan maupun untuk individu, tidak menggunakan vaksin yang berasal dari vaksin yang sudah dialokasikan untuk program vaksinasi pemerintah,"ujar Erick Thohir.
"Vaksinasi ini juga tidak menggunakan vaksin yang berasal dari sumbangan ataupun hibah dari kerja sama bilateral dan multilateral, seperti hibah dari UAE dan yang melalui GAVI/COVAX."
Selain itu, Erick mengungkapkan bahwa pengadaan vaksin untuk Vaksinasi Gotong Royong ini tidak menggunakan dana yang bersumber dari APBN. Dana tersebut berasal dari keuangan korporasi maupun pinjaman korporasi yang dilakukan oleh Holding BUMN Farmasi yakni PT Bio Farma dengan anak usahanya, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF).
Sedangkan untuk biaya Vaksinasi Gotong Royong Individu, yang sedianya berlaku Senin kemarin (12/7) dan ditunda, menggunakan kewajaran harga vaksinasi yang akan dikaji oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Semua penerima Vaksinasi Gotong Royong Individu harus dinaungi badan usaha atau lembaga tempat ia bekerja. Tentu data yang akan digunakan adalah data badan usaha atau lembaga yang telah terdaftar untuk Vaksinasi Gotong Royong melalui Kadin, dan divalidasi oleh Kementerian Kesehatan. Hal ini akan dirinci lebih lanjut dalam sosialisasi Vaksinasi Gotong Royong Individu," jelasnya.