Banyak Fintech Nakal, OJK Review Ulang Aturan P2P Lending

rah, CNBC Indonesia
21 June 2021 13:45
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank, Anggota Dewan Komisioner OJK Riswinandi . (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank, Anggota Dewan Komisioner OJK Riswinandi . (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK, Riswinandi mengatakan pihaknya tengah melakukan peninjauan kembali atau review POJK 77/2016 tentang Fintech Peer to Peer (P2P) Lending. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dan memperbaiki regulasi yang mengikuti perkembangan Fintech P2P lending dalam beberapa tahun terakhir.

Menurutnya penyesuaian terutama terkait ketentuan permodalan, governance, manajemen risiko, perizinan dan kelembagaan.

"Kami ingin mendorong P2P agar dapat lebih resilience dan memiliki kualitas yang baik untuk bersaing secara sehat. Di samping itu upaya literasi tetap harus ditingkatkan agar masyarakat pengguna P2P dapat lebih mengetahui Platform P2P yang terdaftar dan berizin dari OJK," kata Riswinandi, dalam Fintech Week yang diselenggarakan CNBC Indonesia, Senin (21/06/2021).

Sejak 2016, setelah ada regulasi mengenai Fintech di Indonesia, telah ada 60 Fintech P2P yang statusnya terdaftar di OJK serta 65 yang telah memiliki status berizin. Riswinandi mengatakan pertumbuhan fintech dalam lima tahun terakhir pun sangat cepat, baik P2P, sektor perbankan yakni digital banking atau Neo Bank, hingga di Pasar Modal seperti equity/security crowdfunding serta. Selain itu adapula berbagai platform penjualan instrumen pasar modal, dan di IKNB di bidang yang berada di bawah pengawasan kami ada InsurTech (Insurance Technology).

"Khusus Fintech P2P lending ini memiliki keunggulan dalam hal dukungan teknologi serta mampu melakukan akuisisi pelanggan secara cepat, tanpa tatap muka dan mampu melakukan assessment risiko dengan dukungan teknologi mesin cerdas buatan atau artificial intelligence (AI)," ujar Riswinandi.

Namun teknologi saja menurutnya tidak cukup menjadi satu-satunya modal fintech untuk berkembang. Dia menambahkan saat ini OJK tengah melakukan moratorium pada pendaftaran Fintech untuk memastikan fintech yang ada bisa bertahan dan berkembang dengan baik.

Riswinandi mengatakan bisnis Fintech Lending pun memiliki risiko yang tinggi, dan masih banyak pelaku P2P yang kesulitan mengenerate laba, sehingga kondisi ini tengah menjadi evaluasi OJK.

"Teknologi saja tidak cukup kuat, perlu dukungan yang baik dari sisi SDM maupun pengalaman dari manajemen dan komitmen permodalan. Sampai saat ini Indonesia masih dikategorikan sebagai lucrative market dengan segala advantage baik itu populasi produktif kita," kata dia.

OJK juga tengah membangun Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) sebagai pengawasan yang memanfaatkan sistem informasi. Hingga kini sudah ada 80 perusahaan fintech peer to peer lending yang digabung di dalamnya, dan akan terus bertambah seiring bertambahnya Fintech Lending yang berizin OJK.

"Nantinya transaksi seluruh Fintech P2P dapat dimonitor dan diawasi secara langsung oleh kami baik itu pengawasan terhadap limit pinjaman, monitor TKB90 (Tingkat Keberhasilan 90 hari), kepatuhan wilayah penyaluran pinjaman dan yang lainnya. Diharapkan dengan hadirnya system pengawasan ini nantinya dapat semakin memperkuat pengawasan fintech," pungkasnya.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kisah Nyata, Orang Ini Ngutang ke 40 Pinjol Dalam Seminggu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular