Facebook, WhatsApp Cs Batasi Konten Israel-Palestina, Kenapa?

Tech - Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
17 May 2021 20:26
People holding placards and Palestinian flags march in solidarity with the Palestinian people amid the ongoing conflict with Israel, during a demonstration in Dublin, Ireland, Saturday May 15, 2021. (Niall Carson/PA via AP) Foto: AP/Niall Carson

Jakarta, CNBC Indonesia - Platform media sosial (medsos) seperti Facebook, Instagram, hingga Twitter serta aplikasi berbalas pesan WhatsApp dan Telegram membatasi penyebaran konten terkait konflik Israel dan Palestina.

Meski dianggap mengganggu kebebasan berpendapat, para platform medsos menganggap kebanyakan konten konflik Israel dan Palestina yang muncul mengandung unsur hoaks.

Salah satu contoh hoaks adalah dalah video pernyataan juru bicara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Ofir Gendelman. Dalam video 28 detik, Ofir mengatakan Palestina meluncurkan serangan roket ke Israel dari daerah padat penduduk.

Namun, setelah ditelusuri lebih dalam, video tersebut bukan dari Gaza. Bahkan video tersebut merupakan video lama tahun 2018. Menurut keterangan pada versi lama video, tayangan tersebut menunjukkan militan menembakkan roket dari Suriah atau Libya.

Video itu hanyalah salah satu bagian dari informasi hoaks yang telah beredar di Twitter, TikTok, Facebook, WhatsApp dan aplikasi lainnya.

Informasi palsu tersebut termasuk video, foto, dan klip teks yang konon berasal dari pejabat pemerintah di wilayah tersebut, dengan postingan tanpa dasar yang mengklaim awal pekan ini bahwa tentara Israel telah menginvasi Gaza, atau bahwa massa Palestina akan mengamuk melalui pinggiran kota Israel.

Analisis oleh The New York Times melaporkan kebohongan atau kabar hoaks telah diperkuat karena telah dibagikan ribuan kali di Twitter dan Facebook, menyebar ke grup WhatsApp dan Telegram yang memiliki ribuan anggota.

Efek dari informasi yang salah berpotensi mematikan. Para ahli disinformasi mengatakan ini dapat mengobarkan ketegangan antara Israel dan Palestina saat kecurigaan dan ketidakpercayaan meningkat.

"Banyak rumor dan telepon yang rusak, tetapi sekarang dibagikan karena orang sangat ingin berbagi informasi tentang situasi yang sedang terjadi," kata Arieh Kovler, analis politik dan peneliti independen di Yerusalem yang mempelajari informasi yang salah.

"Apa yang membuatnya lebih membingungkan adalah bahwa itu adalah campuran dari klaim palsu dan hal-hal asli, yang dikaitkan dengan tempat yang salah atau waktu yang salah."

Hingga berita ini diturunkan, pihak Twitter, TikTok, Facebook, Instagram dan WhatsApp, tidak menanggapi permintaan komentar. Sementara Christina LoNigro, juru bicara WhatsApp, menyatakan perusahaan telah membatasi berapa kali orang dapat meneruskan (forward) pesan sebagai salah satu cara menekan informasi hoaks.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Bye Twitter & Facebook, Trump Mau Luncurkan Medsos Sendiri


(roy/roy)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading