Jakarta, CNBC Indonesia - Persaingan di pasar ponsel cerdas sangatlah ketat. Kali ini perusahaan perakit smartphone asal Negeri Ginseng yaitu LG menjadi tumbal di pasar yang sangat kejam. LG memilih mengibarkan bendera putih dan menarik diri dari kompetisi penjualan handphone (HP).
Rasanya sedih jika mengingat LG juga merupakan salah satu pionir di pasar smartphone. Sekitar delapan tahun silam LG masih bisa dibilang berjaya. Inovasi berupa peluncuran produk ponsel pintar dengan layar kamera yang super lebar membuatnya menjadi produsen HP terbesar ketiga setelah Samsung.
Seiring dengan berjalannya waktu, pangsa pasar LG terus menyusut. Pada kuartal pertama tahun 2015 market share LG masih sekitar 4,6%. Setelah itu pasar didominasi oleh ponsel pintar keluaran Samsung, Huawei dan Apple.
Tahun lalu market share LG tercatat hanya sekitar 2% saja. Reuters melaporkan LG hanya menjual 23 juta unit HP. Dengan begitu volumenya hanya sepersepuluh dari Samsung yang mengirimkan 256 juta unit smartphone.
Pelan tapi pasti smartphone buatan China mulai menginvasi pasar dan mencuri perhatian konsumen dan menggerus market share para pesaingnya. Bayangkan saja Xiaomi yang lima tahun silam pangsa pasarnya masih di bawah 5%, tahun lalu sudah mencapai 11,2%.
Harga yang miring dengan fitur yang tak kalah membuat HP buatan China seperti Xiaomi, OPPO dan Vivo mendapat respons positif dari pasar. Banyak analis yang mengkritisi kekalahan LG dikarenakan kurang ahlinya strategi marketing LG.
Bahkan sejak 2018 LG sudah tidak diperhitungkan di pasar dan menyisakan Samsung, Huawei, Apple, Xiaomi, OPPO dan Vivo. Kini LG semakin menggenapi rentetan daftar produsen HP yang tumbang menyusul Nokia, HTC dan Blackberry.
Keluarnya LG dari medan pertempuran akan menguntungkan Samsung dan HP cerdas merek China lainnya mengingat segmen pasar yang disasar lebih ke arah kelas menengah. Mundurnya LG dari pasar smartphone global akan resmi dilakukan pada akhir Juli tahun ini.
Kontribusi penjualan HP bagi LG juga tergolong kecil karena hanya menyumbang 7% dari pendapatan (top line). Divisi smartphone LG tercatat sudah menderita kerugian selama enam tahun berturut-turut sebesar US$ 4,5 miliar atau setara Rp 65,25 triliun (asumsi Rp 14.500/US$).
Pada kuartal terakhir tahun lalu, LG melaporkan bahwa penurunan penjualan produk premium dari divisi Mobile Communication membuat profitabilitas menurun kendati fixed cost perusahaan cenderung turun.
Dalam dokumen corporate presentation kuartal IV-20202 yang diperoleh CNBC Indonesia dari LG Electronics, pihak perusahaan sudah mengakui bahwa pasar untuk segmen ini bakal pulih lagi ke level sebelum Covid-19.
Namun LG juga mengatakan bahwa kompetisi bakal semakin ketat dan pihaknya akan menentukan bakal di bawa ke mana bisnis unit penjualan HP cerdas ini. Ternyata jawabannya adalah ditutup.
Setelah menutup unit bisnis yang terus merugi ini, LG bakal fokus ke segmen unit bisnis lain yang menjanjikan seperti komponen mobil listrik dan perkakas rumah tangga atau home appliances.
Sebelum divisi yang smartphone ditutup, LG memiliki lima unit bisnis mulai dari perkakas rumah tangga, home entertainment, mobile communications, komponen kendaraan dan solusi bisnis.
Pendapatan terbanyak LG secara konsolidasi paling banyak disumbang oleh divisi perkakas rumah tangga dan home entertainment sebesar KRW 9,82 triliun atau setara dengan US$ 8,8 miliar. Jumlah tersebut setara dengan 52,3% dari total penjualan konsolidasi pada kuartal keempat tahun 2020.
LG berencana untuk mempertahankan paten teknologi inti 4G dan 5G serta personel inti R&D, dan akan terus mengembangkan teknologi komunikasi untuk 6G. Belum diputuskan apakah akan melisensikan kekayaan intelektual semacam itu di masa depan.
LG akan tetap memberikan dukungan layanan dan pembaruan perangkat lunak untuk pelanggan produk ponsel yang ada untuk jangka waktu yang berbeda-beda tergantung wilayahnya.
Di Korea Selatan, karyawan divisi yang ditutup akan dipindahkan ke bisnis dan afiliasi LG Electronics lainnya, sementara di tempat lain keputusan tentang ketenagakerjaan akan dibuat di tingkat lokal.
Bagaimanapun juga yang namanya bisnis sangat dinamis. Apalagi di sektor teknologi yang persaingannya ketat. Tanpa inovasi dan strategi yang jitu posisi jawara bisa saja mudah digeser lawan. Namun sayang LG masih belum pernah mencicipi rasanya berada di puncak tetapi harus turun gunung duluan.
Well, sayonara LG, You'll be missed!
TIM RISET CNBC INDONESIA