
Kisah Sedih LG: Rugi Rp 65 T Dalam 6 Tahun, Akhirnya Tutup

Kontribusi penjualan HP bagi LG juga tergolong kecil karena hanya menyumbang 7% dari pendapatan (top line). Divisi smartphone LG tercatat sudah menderita kerugian selama enam tahun berturut-turut sebesar US$ 4,5 miliar atau setara Rp 65,25 triliun (asumsi Rp 14.500/US$).
Pada kuartal terakhir tahun lalu, LG melaporkan bahwa penurunan penjualan produk premium dari divisi Mobile Communication membuat profitabilitas menurun kendati fixed cost perusahaan cenderung turun.
Dalam dokumen corporate presentation kuartal IV-20202 yang diperoleh CNBC Indonesia dari LG Electronics, pihak perusahaan sudah mengakui bahwa pasar untuk segmen ini bakal pulih lagi ke level sebelum Covid-19.
Namun LG juga mengatakan bahwa kompetisi bakal semakin ketat dan pihaknya akan menentukan bakal di bawa ke mana bisnis unit penjualan HP cerdas ini. Ternyata jawabannya adalah ditutup.
Setelah menutup unit bisnis yang terus merugi ini, LG bakal fokus ke segmen unit bisnis lain yang menjanjikan seperti komponen mobil listrik dan perkakas rumah tangga atau home appliances.
Sebelum divisi yang smartphone ditutup, LG memiliki lima unit bisnis mulai dari perkakas rumah tangga, home entertainment, mobile communications, komponen kendaraan dan solusi bisnis.
Pendapatan terbanyak LG secara konsolidasi paling banyak disumbang oleh divisi perkakas rumah tangga dan home entertainment sebesar KRW 9,82 triliun atau setara dengan US$ 8,8 miliar. Jumlah tersebut setara dengan 52,3% dari total penjualan konsolidasi pada kuartal keempat tahun 2020.
LG berencana untuk mempertahankan paten teknologi inti 4G dan 5G serta personel inti R&D, dan akan terus mengembangkan teknologi komunikasi untuk 6G. Belum diputuskan apakah akan melisensikan kekayaan intelektual semacam itu di masa depan.
LG akan tetap memberikan dukungan layanan dan pembaruan perangkat lunak untuk pelanggan produk ponsel yang ada untuk jangka waktu yang berbeda-beda tergantung wilayahnya.
Di Korea Selatan, karyawan divisi yang ditutup akan dipindahkan ke bisnis dan afiliasi LG Electronics lainnya, sementara di tempat lain keputusan tentang ketenagakerjaan akan dibuat di tingkat lokal.
Bagaimanapun juga yang namanya bisnis sangat dinamis. Apalagi di sektor teknologi yang persaingannya ketat. Tanpa inovasi dan strategi yang jitu posisi jawara bisa saja mudah digeser lawan. Namun sayang LG masih belum pernah mencicipi rasanya berada di puncak tetapi harus turun gunung duluan.
Well, sayonara LG, You'll be missed!
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/roy)[Gambas:Video CNBC]