Positif ke Ekonomi, Bank Digital Bikin Orang Banyak Belanja

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
01 March 2021 15:58
Sasar Nasabah Milenial, BCA Siap Luncurkan Bank Digital (CNBC Indonesia TV)
Foto: Sasar Nasabah Milenial, BCA Siap Luncurkan Bank Digital (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri keuangan dan perbankan saat ini marak membangun bank digital. Adanya bank digital membawa hal positif bagi perekonomian, terutama dalam efisiensi dan kemudahan masyarakat untuk bertransaksi.

"Dengan digital ini memudahkan transaksi, orang tidak perlu ke bank. Jadi ada kemudahan transaksi dalam perbankan atau transaksi online," jelas Ekonom Senior INDEF Aviliani kepada CNBC Indonesia, Senin (1/3/2021).

Adanya kemudahan bertransaksi tersebut, kata Aviliani mendorong masyarakat berbelanja, karena transaksinya semakin mudah.

Bahkan saat ini masyarakat diuntungkan dengan adanya sistem pembayaran seperti OVO, GoPay, DANA, dan sebagainya. Karena lewat sistem pembayaran digital, masyarakat terutama kaum milenial bisa berinvestasi dengan mudah.

"Dengan digital ini, investasi ritel makin naik. Sekarang anak-anak muda dengan gampang beli obligasi. Minimal pembelian Rp 1 juta mereka bisa beli sekarang. Jadi, bank digital ini lebih ke investasi naik signifikan," jelas Aviliani.

Kendati demikian, untuk bisa mengukur dampak bank digital ke pertumbuhan ekonomi, kata Aviliani masih sangat jauh. Karena kemungkinan bank-bank digital saat ini hanya mampu mengerek kredit konsumsi masyarakat dengan nominal yang sedikit.

Pasalnya saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih ditopang oleh konsumsi, di mana konsumsi berasal dari pendapatan masyarakat. Jadi, apabila pendapatan masyarakat meningkat, maka otomatis pertumbuhan ekonomi juga bisa terkerek naik.

Selain konsumsi, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga ditopang oleh investasi, belanja pemerintah, dan perdagangan internasional ekspor dan impor.

"Kredit tumbuh ekonomi baik itu efek kedua. Yang harus bagus dulu adalah sektor riilnya atau income [pendapatan] masyarakatnya," jelas Aviliani.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira juga berpandangan, hadirnya bank digital bisa menurunkan belanja operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) bank. Karena dengan bank digital bank cabang tidak lagi dibutuhkan.

Bhima berharap, dengan adanya bank digital bisa memberikan suku bunga pinjaman yang lebih murah kepada masyarakat.

"Karena biaya operasional efisien, tidak adanya kantor cabang maka bunga jauh lebih kompetitif dibanding bank tradisional," jelas Bhima.

Dengan begitu, kata Bhima kredit konsumsi pasti terdorong naik dengan kehadiran bank digital ini. Pada akhirnya bank digital bisa jadi penggerak sektor konsumsi rumah tangga.

"Bank digital ini bisa membaca pola kebutuhan tiap konsumen. Dimana kredit konsumsi bisa lebih cepat prosesnya dan sesuai kebutuhan plafon tiap konsumen. Credit scoring secara digital juga lebih memberikan informasi kemampuan calon debitur," tuturnya.

"Akhirnya bank digital bisa menjadi motor penggerak sektor konsumsi rumah tangga," jelas Bhima.

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah memandang adanya bank digital tidak akan terpengaruh terhadap melonjaknya konsumsi dan pertumbuhan kredit.

"Bank digital itu tidak ada bedanya dengan bank biasa, cuma layanan digital. Kan pertumbuhan kredit tetap rendah, bahkan negatif, termasuk kredit konsumsi. Artinya, tidak ada pengaruh dari bank digital untuk mendorong konsumsi," tutur Piter.

Kendati demikian, seluruh ekonom, tidak spesifik merinci seberapa besar andil bank digital terhadap pertumbuhan ekonomi secara luas.

Sepanjang 2020, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi 2,07% secara year on year (yoy). Realisasi Produk Domestik Bruto (PDB) ini anjlok dibandingkan 2019 lalu yang tumbuh 5,02%, sekaligus merupakan yang terburuk sejak krisis 1998 yang tumbuh minus 13,16%.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hampir seluruh komponen mencatatkan minus sepanjang 2020. Konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 57,66% terhadap PDB kontraksi hingga 2,63%.

Kemudian konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) terkontraksi 4,29%, investasi terkontraksi 4,95%, ekspor terkontraksi 7,7%, dan impor terkontraksi 14,71%. Begitu juga dengan konsumsi pemerintah yang hanya tumbuh 1,94% pada 2020, melambat dari 2019 yang tumbuh 3,26%.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramai Soal Bank Digital, Apa Untungnya Bagi Nasabah?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular