
Kominfo Setop Lelang Pita Frekuensi 5G, Pengamat: Unik

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kominfo secara resmi membatalkan proses lelang frekuensi 2,3 Ghz. Menurut pengamat telekomunikasi, Nonot Harsono hal ini sesuatu yang unik dan perlu dipertanyakan.
"Ini unik, mungkin khas Indonesia penuh pemakluman. Proses lelang sisa pita 2,3 Ghz itu sebenarnya sudah tuntas selesai, tinggal penyelesaian administrasi pembayaran," kata Nonot kepada CNBC Indonesia, Rabu (27/1/2021).
Informasi saja, Kominfo menghentikan proses seleksi lelang frekuensi 2,3 GHz dengan alasan langkah kehati-hatian dan kecermatan serta menyelaraskan setiap bagian dari proses tersebut dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kementerian Kominfo.
"Tapi yang kurang hati-hati yang mana? yang kurang sesuai pun yang sama?" ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi. Menurutnya penghentian ini jadi yang pertama sejak 2016, yakni lelang dilakukan secara terbuka, transparan dan menghasilkan pemasukan untuk negara.
Dia pun mempertanyakan rincian informasi batalnya lelang tersebut mengingat pemenang serta masa sanggah juga sudah selesai. Termasuk alasan dalam siaran pers Kementerian Kominfo soal pembatalan lelang Heru menilai kurang jelas dan transparan.
"Apakah karena penawaran peserta lelang harganya sama, penyampaian dokumen pada jam yang sama atau kenapa, ini yang perlu kita ketahui bersama," kata Heru.
Misalnya akibat ada kecurangan dari sisi operator, menurutnya bid Bond harus diambil oleh negara. Heru menambahkan jika tidak ada kejelasan, operator sebagai peserta lelang juga bisa menggugat secara hukum, karena dalam hal ini mereka dirugikan.
Menurutnya penyelenggaraan lelang menjadi bagian dari good dan open governance dan dipantau oleh dunia internasional. Jadi Heru menuturkan jangan ada kesan jika proses seleksi tidak matang.
"Ini akan membuat kepercayaan investor telekomunikasi akan menurun. Sebab industri telekomunikasi merupakan sektor yang investasi terutama asing sangat besar," ujar Heru.
Nah skema lelang yang dibatalkan kemarin juga dinilai bisa mengganggu iklim investasi sektor telekomunikasi. Bahkan rencana konsolidasi antara PT Indosat Tbk (ISAT) dengan PT Hutchinson 3 Indonesia bisa ditinjau ulang atau malah batal jika tidak menguntungkan kedua belah pihak.
Heru juga menilai bagi kedua operator tersebut, memengaruhi rencana dan kalkulasi dari kedua operator.
"Rencana yang tadinya mulus bisa jadi ada diskusi kembali. Meski peluang konsolidasi tetap besar tapi pembatalan hasil lelang membuat strategi ke depan bisa berubah," ujar Heru.
Walaupun, secara bisnis dan kepemilikan frekuensi Tri dinilai masih tetap menarik. "Meski kita tidak tahu detail yang diakuisisi Tri atau Indosat. Atau konsolidasinya berupa penggunaan frekuensi bersama," lanjutnya.
Pembatalan lelang 5G tersebut tentu dipantau dunia internasional sehingga berhubungan dengan kepercayaan investor luar negeri.
Frekuensi menjadi salah satu alat kompetisi bagi operator sehingga tiap operator akan berlomba-lomba mendapatkan frekuensi sebanyak-banyak. Apalagi kebutuhan masyarakat akan internet semakin tinggi.
Dia menuturkan, sebenarnya kehadiran 5G tidak terlalu berpengaruh kepada operator karena 2,3 GHz bukan frekuensi yang cocok untuk 5G saat ini. Bahkan di beberapa negara jaringan 5G digunakan pada frekuensi 3,5 GHz dan 2,5-2,6 GHz.
Kominfo mulai lelang pita frekuensi 2,3 GHz pada Oktober 2020. Sebelum dihentikan ada tiga operator seluler yang dinyatakan lulus seleksi tahap penentuan peringkat melalui aplikasi pencatatan waktu. Yakni, Telkomsel, Hutchison 3 Indonesia (Tri) dan Smartfren.
Ketiganya memberikan harga penawaran Rp 144,867 miliar. Smartfren menguasai Blok A, Tri Indonesia menguasai Blok B, dan Telkomsel menguasai Blok C. Namun kemudian proses ini disetop Kominfo.
Sebelumnya, Manajemen PT Indosat Tbk (ISAT) mengatakan hingga saat ini belum ada dampak ke perseroan secara langsung terkait rencana para pemegang saham menjalin kerjasama kombinasi bisnis dengan PT Hutchinson 3 Indonesia. Dalam paparan publik (public expose) hari ini, Selasa (12/1/2021), manajemen tidak memberikan penjelasan terlalu rinci.
Chief Financial Officer Indosat, Eyas Naif Assaf mengatakan belum ada progres yang signifikan. "Tidak ada dampak material terhadap operasional, hukum kondisi keuangan dan/atau kelangsungan usaha perusahaan. Pemegang saham (pada) 28 Desember 2020 sudah (menyepakati) mengenai transaksi tersebut melalui legally MoU," kata Naif, beberapa waktu lalu.
Kedua pemegang saham sudah melakukan pertemuan terkait konsolidasi ini, bahkan meneken nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU).
Pemegang saham pengendali ISAT yakni Ooredoo Q.P.S.C, asal Qatar menyatakan telah menandatangani MoU yang eksklusif dan tidak mengikat secara hukum dengan CK Hutchison Holdings Limited (CK Hutchison), pemilik terakhir dari Tri.
Nota kesepahaman itu sehubungan dengan rencana potensi transaksi untuk mengkombinasikan dua perusahaan telekomunikasi di Indonesia yakni, Indosat dan Tri kendati tidak spesifik memakai kata merger. Hanya saja MoU ini menjadi sinyal bahwa arah merger bisa saja dipilih. Masa eksklusivitas MoU tersebut berlaku hingga 30 April 2021.
(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Frekuensi 5G Bakal Dilelang Lagi, Kominfo Diminta Lakukan Ini
