Jakarta, CNBC Indonesia - Ilmuwan telah mengidentifikasi varian virus corona (Covid-19) baru di Inggris. Penyebarannya sangat cepat terjadi di bagian Tenggara negeri itu.
Ini menyebabkan kerajaan itu mengetatkan kembali pembatasan sosial yang kini sudah di level terketat, yakni tingkat tiga. Eropa bahkan menutup perbatasan mereka yang dekat dengan negeri Ratu Elizabeth II ini.
"Kami terus mempelajarinya ... Tapi kami cukup tahu, bahwa kami harus bertindak sekarang," kata Perdana Menteri Boris Johnson dalam konferensi pers akhir pekan kemarin seraya mengumumkan pengetatan pembatasan sosial, dikutip dari CNBC Internasional, Senin (21/12/2020).
"Ketika virus mengubah metode serangannya, kami harus mengubah metode pertahanan kami."
Berdasarkan rata-rata mingguan, Inggris melaporkan sekitar 24.061 kasus Covid-19 baru per hari. Ini merupakan peningkatan lebih dari 40% dibandingkan minggu sebelumnya, berdasarkan data Universitas Johns Hopkins.
Senin pekan kemarin, 1.000 lebih orang terdeteksi karena mutasi ini. Menurut Worldometers, saat ini Inggris memiliki 2.040.147 kasus total dengan 67.401 kematian.
Lalu, mengutip Science Focus, berikut beberapa fakta soal varian baru ini:
Halaman 2>>
Jenis ini bernama 'VUI - 202012/01' karena varian pertama yang diselidiki pada bulan Desember. Public Health England (Lembaga kesehatan masyarakat Inggris) mengatakan hingga 13 Desember, terdapat 1.108 kasus terkait varian baru ini.
Belum ada banyak penelitian apa potensi utama virus. Namun dikhawatirkan strain ini menyebarkan virus lebih cepat dan bisa berimplikasi pada makin sulitnya corona dikendalikan.
Vaksin bekerja dengan menunjukkan kepada tubuh bagian dari kode genetik virus. Sehingga sistem kekebalan kita dapat meningkatkan pertahanan.
Hal yang sepertinya tak mungkin, bahwa satu perubahan pada Covid-19, akan membuat proses ini kurang efektif. Namun seiring waktu, karena banyaknya mutasi, bisa saja ini mempengaruhi vaksin.
Lembaga kesehatan masyarakat Inggris mengatakan varian baru virus ini mencakup mutasi pada protein spike (protein s/protein lonjakan). Disebut protein spike karena bentuknya meruncing pada permukaan virus sehingga seperti mahkota.
Perubahan bagian pada spike protein menyebabkan virus corona lebih mudah menular. Ini menyebar singkat di antara manusia.
Kepala petugas medis Inggris, Professor Chris Whitty mengatakan belum ada fakta bahwa vaksin tidak akan bekerja melawan strain baru. Namun tes tengah dilakukan untuk mendeteksi.
Whitty juga mengatakan tidak ada yang menunjukkan bahwa strain baru menyebabkan gejala yang berbeda. Termasuk apakah hasil pengujiannya berbeda atau hasil klinis yang berbeda.
"Alasan utama kami mengangkat ini ke perhatian orang-orang adalah pertanyaan tentang apakah ini menyebar lebih cepat," kata Whitty.
"Ini mungkin jadi 'sebab dan akibat' atau mungkin juga tidak."
Kebanyakan mutasi yang muncul dan menyebar, tidak memiliki efek yang dapat dideteksi pada biologi virus. Tetapi memang, beberapa memiliki potensi untuk mengubah perilaku biologis virus, bertahan jika mereka memberikan keuntungan bagi virus.
Ada banyak mutasi pada virus corona sejak muncul pada 2019. Saat ini terdapat sekitar 4.000 mutasi pada gen protein spike.
Salah satunya adalah D614G, yang sebelumnya terdeteksi di Eropa Barat dan Amerika Utara. Termsuk varian 20A.EU1, yang menyebar di pekerja pertanian Spanyol Juni hingga Juli 2020.
Varian unik juga sempat ditemukan di tubuh jutaan hewan cerpelai di Denmark, yang menyebabkan hewan mamalia ini dimusnahkan massa. Ada 12 kasus varian unik, sebagaimana dilaporkan 5 November.
"(Namun) Tidak ada bukti bahwa varian yang baru dilaporkan menghasilkan penyakit yang lebih parah," kata Profesor Wendy Barclay, kepala departemen penyakit menular, Imperial College London.
Halaman 3>>
Sebenarnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sudah mengetahui mengetahui dan akan melakukan penyelidikan. Namun organisasi PBB ini meyakinkan bahwa belum ada bukti bahwa strain tersebut berperilaku berbeda dengan jenis yang ada saat ini.
"Kami mengetahui varian genetik ini dilaporkan pada 1.000 orang di Inggris," kata Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Mike Ryan, dalam jumpa pers di Jenewa pekan kemarin dikutip dari The Straits Times.
"Pihak berwenang sedang melihat signifikansinya. Kami telah melihat banyak varian, virus ini berkembang dan berubah seiring waktu."