
Kenapa Ekosistem Blockchain Indonesia Butuh Local Player?

Jakarta, CNBC Indonesia - Blockchain banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Selain karena potensi dampak besarnya, teknologi ini (berbeda dengan teknologi lainnya) juga memiliki harga yang bersifat publik di pasaran. Kok bisa? Karena teknologi blockchain adalah "teknologi uang".
Rhein Mahatma dari Vexanium Foundation menjelaskan mengapa sangat penting untuk mengembangkan ekosistem blockchain (bukan hanya crypto) di Indonesia. Dan kenapa public blockchain lokal seperti Vexanium Protocol adalah hal yang penting untuk dikembangkan di Indonesia.
Unknown Potential dari Blockchain
Kenapa bisa begitu?
Ini beberapa alasannya:
* Karena blockchain bisa meredefinisi "trust" maka bisa membawa evolusi "minimization of trust" dalam berhubungan dan bertransaksi antar manusia. Arun Sundarajaran, digital economy expert dari NYU's Stern School of Business dan penulis buku The Sharing Economy mengatakan bahwa "If you look back at history, every time there was a big expansion in the world's economic activity, it was generally induced by the creation of a new form of trust"
* Jika diterapkan dalam mata uang digital bank sentral, maka akan berpotensi secara drastis meningkatkan kepatuhan pajak (karena dipotong dan dilaporkan otomatis dengan smart contract)
* Salah satu manfaat blockchain adalah "tokenisasi ownership" yang membuat ownership bisa cepat diperdagangkan dan dipindahkan dalam unit yang sangat kecil, bisa dianalogikan sebagai "digitalisasi konten" tentu Anda tahu bahwa "digitalisasi konten" adalah sebuah evolusi besar yang membawa nilai-nilai baru bagi hidup manusia dan menciptakan begitu banyak lapangan pekerjaan.
* Mengubah tata kelola dari banyak entitas, dari yang semula tersentralisasi menjadi desentralisasi oleh user atau customer atau komunitas
* Redistribution of value : Berbeda dengan bisnis model platform yang mengkonsentrasikan ownership informasi dan men-drive value ke pusatnya (central), bisnis model berbasis blockchain memiliki struktur yang mendistribusikan ownership informasi dan value ke "pinggirnya" di mana customer dan kebanyakan orang berada.
"Melihat berbagai manfaat blockchain di atas, mungkinkah teknologi blockchain akan secara dominan menguasai hajat hidup orang banyak di masa depan?" tanya Rhein.
Halaman Selanjutnya >>
Rhein mencontohkan kembali. "Misalnya Anda ingin membuka restoran nasi goreng dan ingin mengiklankan promosi khusus restoran Anda dalam radius 5 Km dari lokasi fisik Anda. Tentu saja Anda memilih beriklan di sosmed atau search engine (dengan jenis iklan display network). Dua platform ini tentu saja bukan platform lokal, namun sangat menguasai hajat hidup orang banyak," tuturnya.
"Jika Anda melihat daftar top 100 Alexa Indonesia, semua website yang berasal dari Indonesia dan masuk daftar tersebut adalah website konten dan beberapa perdagangan, sedangkan semua website yang bersifat teknologi atau utility adalah bisnis/website yang bukan dari Indonesia."
Ia mengatakan, lihatlah seberapa besar ketergantungan teknologi dalam negeri terhadap platform asing. Dan saat mulai merasa membutuhkan platform lokal, semua terasa terlambat karena kekuatan network effect yang sudah terbangun, rasanya tidak memungkinkan membuat search engine atau social network lokal.
![]() |
Dibutuhkan Public Blockchain
"Jaringan public blockchain berarti adalah jaringan blockchain di mana semua orang bisa berpartisipasi tanpa membutuhkan izin atau permissionless, biasanya digunakan untuk use case yang bersifat retail," kata Rhein lebih jauh.
Public blockchain banyak digunakan jika ada kebutuhan public verifiability (bisa diverifikasi oleh public) dan interoperability dari banyak pihak (bisa digunakan oleh aplikasi lain di atasnya), misalnya kebutuhan penggunaan / pengawasan dana government atau pemakaian untuk decentralized finance / DeFi, contohnya seperti unydex yang merupakan decentralized exchange dan VynDAO yang merupakan jenis DeFi Loan).
Public blockchain juga lebih mudah digunakan jika ada developer atau enterprise tertarik membuat project blockchain atau decentralized application (Dapp) diatas public blockchain yang sudah ada. "Saat ini dari segi volume, pemakaian public blockchain karena sifatnya yang retail, tentu lebih tinggi dibandingkan private blockchain."
Public blockchain yang biasanya berbadan hukum foundation/yayasan dan disebut sebagai "protokol" bisa diibaratkan sebagai sebuah "internet" di mana aplikasi blockchain atau yang dikenal sebagai decentralized app (Dapp) berjalan di atasnya.
Lalu kenapa ekosistem blockchain di Indonesia membutuhkan public blockchain lokalnya sendiri? Belum Terlambat Membuat Killer Apps Blockchain Lokal
Membuat search engine lokal? Sosmed lokal? Rasanya terlalu terlambat.
Namun dunia blockchain sekarang di 2020 itu seperti internet 1995 yang adalah tahun dimana Bill Gates datang ke acara TV "Late Show" yang dipandu David Litterman yang kemudian menanyakan "apa sih beda internet dengan radio? Lalu dengan tape recorder ?".
Dunia blockchain saat ini bisa dibilang belum memiliki killer apps, kalau di industri internet, killer apps nya muncul setelah penggunanya (juga penetrasi internet) banyak dan munculnya dalam beberapa gelombang, misalnya search engine, sosmed yang didorong oleh browser dan on demand apps yang didorong oleh mobile.
Di ekosistem blockchain Indonesia bagaimana? "Tentu untuk saat ini peluang membuat killer apps di blockchain lokal masih sangat besar."
Platform Blockchain Lokal Berkembang, Local Job Terserap
Alm. Clayton Christensen, penulis buku Innovator dilemma dan prosperity paradox, dalam sebuah paper yang dipublikasikan MIT (Blockchain for Global Development) menyebutkan bahwa teknologi blockchain adalah teknologi yang bersifat "market creating innovation" yang bisa mendrive pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan membawa negara ke arah prosperity, karena bisa membuka pasar baru bagi perusahaan, sehingga perusahaan harus merekrut tenaga kerja baru untuk melayani pasar baru ini.
Pembukaan pasar baru juga memiliki dampak terhadap pendanaan bagi inovasi-inovasi selanjutnya.
"Coba kita lihat dulu platform teknologi besar lain yang membuka pasar di Indonesia, perusahaan mesin pencari dan social media yang kini merajai dunia," tegas Rhein.
Menurutnya, si raja mesin pencari itu memiliki lebih dari 100 ribu karyawan, sedangkan raja social media memiliki lebih dari 45 ribu karyawan di seluruh dunia.
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang no. 4 terbesar di dunia, berapa kira-kira jumlah karyawan yang dipekerjakan di Indonesia?
Si raja sosmed mempekerjakan 30-an karyawan di Indonesia (dari total global 45 ribuan), padahal menurut data April 2020, social media users Indonesia ada di nomor 3 terbesar di dunia.
Si raja mesin pencari? 60-an saja di Indonesia (dari total 100 ribuan).
Mari bandingkan dengan jumlah karyawan perusahaan teknologi lokal asal Indonesia, atau minimal memiliki basis kuat di Indonesia :
Tokopedia 4.700
Gojek lebih dari 4.000
Shopee lebih dari 3.000
Mengapa karyawan di perusahaan sosmed atau search engine sedikit sekali di Indonesia? "Tentu saja karena basisnya tidak di sini," ujarnya melanjutkan.
"Memang teknologi akan membuka market baru, blockchain adalah teknologi yang membuka pasar baru dalam dekade ke depan dan perusahaan akan merekrut banyak orang, mengembangkan banyak talenta untuk melayani market ini, tetapi kalau pasar yang dibuka adalah pasar Indonesia, kalau tenaga kerja yang direkrut bukan tenaga kerja Indonesia, programmer yang dididik bukan programmer Indonesia, berarti bisa jadi efek dari market creating innovation hanya sedikit saja," paparnya.
Edukasi Talenta Lokal
Karyawan lokal yang direkrut oleh perusahaan teknologi lokal tentu akan mendapatkan edukasi transfer teknologi dan pengetahuan, dan punya peluang untuk membangun bisnis juga di ranah teknologi, dan berpeluang dapat pendanaan dari investor ("alumni Gojek", "ex Rocket Internet" dll) dan membuka lapangan kerja baru.
"Edukasi" ini bukanlah hal yang sederhana. Karena edukasi ada di faktor nomor 1 yang mendorong kemajuan atau kemunduran sebuah bangsa.
Bila public blockchain lokal berkembang, efeknya adalah project blockchain lokal Indonesia juga akan berkembang, use case blockchain semakin banyak dan bukan hanya project luar yang mengajak trader crypto Indonesia untuk membeli token, namun juga programmer / developer lokal yang membuat dan menjadi founder dari project blockchain tersebut. "Sehingga disintermediasi ("proses hilangnya middleman" atau middleman yang berubah bentuk) yang terjadi di industri Indonesia juga bisa dinikmati prosperitynya oleh developer/founder lokal dan kontributor lokal, bukan hanya dinikmati oleh developer / kontributor luar."
"Saat ini public blockchain lokal dari Indonesia hanya ada 1 yaitu Vexanium dan terus aktif mengedukasi developer/programmer di Indonesia untuk terus membangun use case blockchain."
"Itu adalah alasan kenapa ekosistem blockchain Indonesia membutuhkan pengembangan public blockchain lokal seperti Vexanium. Potensi evolusi yang dibawa oleh blockchain sedemikian besar, bahkan "unknown". Mari berharap kita orang-orang Indonesia bisa berperan besar dalam evolusi ini," tutup Rhein dalam tulisannya.
(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sepenting Apa Belajar soal Blockchain? Cek Nih!