OMG! Butuh 65x Vaksinasi Untuk Cegah Kematian Akibat Covid-19

Tirta Widi Gilang Citradi & Tirta Citradi, CNBC Indonesia
07 September 2020 13:28
Julie Janke, a medical technologist at Principle Health Systems and SynerGene Laboratory, loads a sample for COVID-19 antibody testing Tuesday, April 28, 2020, in Houston. The company, which opened two new testing locations Tuesday, is now offering a new COVID-19 antibody test developed by Abbott Laboratories. (AP Photo/David J. Phillip)
Foto: AP/David J. PhillipIlustrasi Vaksin Antibodi untuk Covid-19 (AP/David J. Phillip)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketika vaksin virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang ampuh ditemukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan imunisasi masal untuk membuat populasi manusia kebal dari Covid-19.

Namun selain berapa banyak dosis vaksin yang dibutuhkan, faktor lain yang juga tak kalah penting adalah berapa kali vaksinasi dilakukan?

Jumlah penduduk dunia saat ini ditaksir mencapai 7,8 miliar jiwa. Jika ingin realistis tentunya akan sangat mustahil melakukan vaksinasi terhadap seluruh penduduk bumi mengingat banyak faktor yang berpengaruh beberapa diantaranya adalah kapasitas manufaktur dan akses setiap negara terhadap vaksin.

Agar akses terhadap vaksin dapat dioptimalkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) bersama dengan Gavi & Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) menggagas COVAX Facility.

Harapannya meski vaksin tentunya tak bisa menjangkau semua umat manusia, WHO merekomendasikan vaksinasi dilakukan terhadap tenaga medis terlebih dahulu baru menyasar 20% masyarakat yang paling rentan dalam suatu populasi.

Jika vaksinasi dilakukan dengan dua kali suntikan, maka butuh 15,6 miliar dosis untuk memvaksinasi seluruh penduduk bumi. Namun kapasitas manufaktur pengembang vaksin global untuk Covid-19 menurut McKinsey & Company hingga 2021 hanya 8,4 miliar dosis saja. 

Artinya masih adap gap sebesar 7,2 miliar dosis. Kalaupun seluruh vaksin dalam pipeline uji klinis ini lolos sampai tahap akhir dan disetujui otoritas medis setempat vaksin hanya bisa menjangkau 4,2 miliar penduduk bumi. Angka ini pun masih sangatlah fantastis tentunya, mengingat realitanya tak akan sesimpel hitungan tersebut.

Lagipula jumlah vaksinasi yang harus dilakukan untuk membuat masyarakat kebal Covid-19 juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Makhoul et al (2020), jumlah vaksinasi yang dibutuhkan sangat tergantung pada efficacy dari vaksin.

Dalam konsep epidemiologi, efficacy mengindikasikan kemampuan vaksin dalam menghasilkan output atau perlindungan terhadap patogen di tingkat yang diinginkan. Seringkali efficacy juga merujuk pada efektivitas meski sebenarnya ada perbedaan mendasar.

Secara sederhana, efficacy 80% artinya jika ada 100 orang yang belum pernah terpapar patogen tertentu divaksinasi maka 80 peserta akan kebal dari patogen tersebut. Namun efficacy ini lebih menunjukkan tingkat keberhasilan di fase uji klinis yang terkontrol, bukan kondisi lapangan riil seperti pada efektivitas.

Dalam studi Makhoul et al (2020), efficacy didefinisikan dalam empat indikator. Berikut ini adalah berbagai macam efficacy yang dimaksud dalam studi tersebut :

Karakteristik VaksinDefinisiDeskripsi
VEsefficacy dalam reduksi kerentananPenurunan jumlah orang yang terinfeksi pada kelompok yang divaksinasi vs tidak divaksinasi
VEiefficacy dalam reduksi penularanPenurunan tingkat penularan (viral load lebih rendah pada orang yang divaksinasi) meski tetap terjangkit Covid-19
VEp1efficacy dalam reduksi durasi infeksiPenurunan lama atau durasi infeksi pada kelompok yang divaksinasi meski masih terjangkit Covid-19
VEp2efficacy dalam reduksi jumlah penyakit parah dan kritisPenurunan jumlah orang yang terinfeksi parah atau kritis pada kelompok yang divaksinasi meski masih terjangkit Covid-19

Sumber : Makhoul et al.(2020)."Epidemiological impact of SARS-CoV-2 vaccination: mathematical modeling analyses". medRxiv preprint

Berdasarkan pemodelan yang dilakukan oleh para peneliti dari Cornell University dan Doha University tersebut, apabila efficacy vaksin untuk menurunkan jumlah orang yang terinfeksi (VEs) berada di tingkat 50%, maka vaksinasi cukup dilakukan 2,4x.

Dengan tingkat efficacy tersebut, maka butuh 25,4x vaksinasi untuk mencegah terjadinya keparahan Covid-19, 33,2x vaksinasi untuk mencegah Covid-19 menjadi kritis dan 65,1x vaksinasi untuk mencegah terjadinya kematian.

Makhoul et al. (2020). Sumber : Makhoul et al. (2020). "Epidemiological impact of SARS-CoV-2 vaccination: mathematical modeling analyses". medRxiv preprint

Skenario paling bagusnya adalah jika VEs = VEi = VEp1= 50%, maka hanya butuh 1,3x vaksinasi untuk mencegah penularan, 13,6x vaksinasi untuk mencegah munculnya satu orang dengan Covid-19 parah, 15,5x vaksinasi untuk mencegah munculnya orang dengan Covid-19 yang kritis dan 28,9x vaksinasi untuk mencegah kematian.

Tentu itu semua dengan asumsi jika efficacy vaksin berada di tingkat 50% dengan asumsi jangkauan vaksinasi mencapai 80% dari populasi. Studi lain yang juga menggunakan pemodelan matematis dilakukan oleh Bartsch et al (2020).

Secara umum temuan Bartsch dan koleganya juga mendukung temuan Makhoul dkk. Dalam studi yang dilakukan Bartsch dan rekannya, vaksin dengan efektivitas 80% dapat menurunkan 100% tingkat kasus infeksi Covid-19 di AS apabila 3/4 populasi divaksinasi serta jumlah yang terjangkit penyakit ganas itu mendekati nol persen.

Kendati begitu, vaksin dengan efficacy atau bahkan efektivitas yang lebih rendah bukan berarti tak berguna. Efektivitas vaksin yang lebih rendah dari 80% masih bisa menekan jumlah kasus, hanya saja protokol kesehatan seperti penggunaan masker dan jaga jarak aman masih harus ditegakkan.

Namun studi yang dilakukan oleh Makhoul dkk bukan berarti tanpa kekurangan. Dalam laporannya peneliti mengatakan kekurangan dari kajian berupa pemodelan matematis ini juga sangat tergantung dari validitas dari input data dan penggunaan China sebagai negara yang jadi objek penelitian mengingat banyak kasus yang tak terdokumentasikan di awal wabah merebak sehingga berpotensi pada overestimasi dampak vaksin.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(roy) Next Article Perbedaan Gejala Omicron di Orang yang Sudah Vaksin & Belum

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular