
Gilak! AS Borong Banyak Vaksin, Terus yang Lain Dapat Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) sampai saat ini masih jadi pemimpin klasemen dan menyandang status sebagai negara dengan jumlah penderita Covid-19 terbanyak di planet bumi. Hal tersebut membuat Uncle Sam agresif memborong berbagai macam vaksin yang tengah dikembangkan saat inii.
Hampir 4,5 juta warga AS menderita Covid-19. Lebih dari 150 ribu orang telah terenggut nyawanya karena tak mampu melawan serangan patogen ganas yang awalnya berasal dari Wuhan, Provinsi Hubei, China itu.
Akibat wabah Covid-19 yang terus merebak di AS, ekonomi negeri Adikuasa harus hancur lebur. Output mengalami kontraksi hingga 32,9% pada kuartal kedua tahun ini. Kini AS harus merogoh kocek miliaran dolar untuk membeli penangkal virus itu dari para pengembang vaksin global.
CNBC International melaporkan, pemerintah AS setuju menggelontorkan dana sebesar US$ 2,1 miliar untuk membayar Sanofi dan GSK agar perusahaan farmasi tersebut memberikan vaksin Covid-19 sebanyak 100 juta dosis.
Lebih dari setengah dari US$ 1,5 miliar akan digunakan untuk mendukung pengembangan lebih lanjut dari vaksin, termasuk uji klinis. Sisanya untuk pembuatan dan pengiriman 100 juta dosis. Lebih lanjut, AS akan memiliki opsi untuk memesan tambahan 500 juta dosis.
Pada 14 April lalu, Sanofi dan GSK mengumumkan bahwa mereka telah menandatangani perjanjian kerja sama untuk membuat vaksin Covid-19 pada akhir tahun depan.
Untuk membuatnya, Sanofi mengatakan akan menggunakan kembali teknologi yang digunakannya dalam vaksin flu sementara GSK akan menyediakan teknologi tambahan yang dirancang untuk meningkatkan respon imun dalam vaksin.
Pengumuman itu dikeluarkan kurang dari dua minggu setelah pemerintah AS mengatakan akan membayar Pfizer dan perusahaan bioteknologi BioNTech senilai US$ 1,95 miliar untuk memproduksi 100 juta dosis vaksin mereka jika terbukti aman dan efektif.
Jauh sebelum itu, tepatnya pada pekan terakhir Mei, upaya AS untuk mendapatkan vaksin Covid-19 juga sudah dimulai ketika perusahaan farmasi asal Inggris yang juga mengembangkan vaksin Covid-19 yakni AstraZeneca dikabarkan terlibat kerja sama dengan AS untuk menyediakan 300 juta dosis vaksin senilai US$ 1,2 miliar.
Jika ditotal maka AS merogoh kocek hingga US$ 5,25 miliar untuk memesan kurang lebih 500 juta dosis vaksin. Saat ini penduduk AS ada kurang lebih 350 juta jiwa. Jika semuanya perlu divaksinasi dan asumsinya satu orang dua dosis maka AS butuh 700 juta dosis vaksin.
Jumlah penderita yang banyak serta ekonomi yang porak poranda mungkin dua hal ini lah yang membuat AS getol tebar duit untuk memborong vaksin dari siapapun yang dianggap potensial.
Dengan asumsi vaksin dapat diproduksi dalam kurun waktu 12-18 bulan dan diperkirakan baru ada 3 miliar dosis tahun depan sementara AS sudah memesan hampir seperlimanya sendiri, lantas bagaimana nasib yang lain? Apakah masih dapat jatah?
Terkait apakah semua negara bakal mendapatkan vaksin, GAVI (aliansi vaksin global) terus berupaya agar vaksin Covid-19 menjadi barang milik publik melalui program yang dinamakan COVAX Facility.
Hingga 15 Juli 2020, sudah ada 75 negara yang tertarik untuk bergabung dengan COVAX Facility. Tujuh puluh lima negara ini akan membantu mendanai pengembangan vaksin dan bekerja sama dengan 90 negara berpenghasilan rendah lain yang didukung oleh GAVI.
Tujuan COVAX adalah untuk menghasilkan dua miliar dosis vaksin yang aman dan efektif yang telah melewati persetujuan otoritas kesehatan. Vaksin-vaksin ini akan dikirimkan secara merata ke semua negara yang berpartisipasi, sebanding dengan populasi mereka, dengan prioritas terhadap petugas layanan kesehatan kemudian berkembang hingga mencakup 20% dari populasi negara yang berpartisipasi.
Dosis lebih lanjut akan disediakan berdasarkan kebutuhan negara, kerentanan dan ancaman Covid-19. COVAX juga akan menyediakan dosis cadangan/penyangga untuk penggunaan darurat, termasuk menangani wabah tak terkendali.
Keberhasilan upaya ini pada akhirnya akan sangat bergantung pada jumlah dana yang digelontorkan oleh pemerintah negara anggota serta komitmen dari produsen vaksin untuk untuk menyediakan vaksin dalam jumlah yang sesuai kebutuhan.
Melalui COVAX, negara-negara yang mendanai vaksin melalui anggaran domestik diharuskan untuk memberikan pembayaran dimuka dan berkomitmen untuk membeli dosis pada akhir Agustus.
Selain itu, pada bulan Juni lalu GAVI meluncurkan COVAX Advance Market Commitment (AMC), sebuah instrumen pembiayaan yang bertujuan mendorong produsen vaksin untuk memproduksi vaksin Covid-19 dalam jumlah cukup untuk memastikan akses ke negara-negara berkembang.
AMC telah mengumpulkan hampir US$ 600 juta dari target awal US$ 2 miliar dari donor berpenghasilan tinggi serta sektor swasta. Aliansi GAVI juga akan bekerja dengan negara-negara berkembang untuk memastikan kesiapan pasokan dan infrastruktur serta pelatihan untuk menjangkau kelompok berisiko tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah AS Bayar Rp 28 T Demi 100 Juta Dosis Vaksin Corona