
Butuh Rp 50 T untuk Vaksinasi Covid-19 Rakyat RI, Sanggupkah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengembangan vaksin virus corona (SARS-CoV-2) terus berjalan. Usai kandidat vaksin buatan Sinovac tiba di Indonesia beberapa waktu lalu, kini saatnya uji klinis tahap terakhir dilakukan di Tanah Air.
Perusahaan pembuat vaksin pelat merah PT Bio Farma memang bekerja sama dengan perusahaan asal China yaitu Sinovac untuk mengembangkan vaksin virus penyebab Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) tersebut.
Dalam kerja sama tersebut, Bio Farma dikabarkan merogoh kocek sebesar Rp 40,5 miliar. Estimasi biaya tersebut tidak menghitung ongkos untuk pengembangan pabrik mengingat Bio Farma memiliki fasilitas pabrik sendiri siap mengembangkan vaksin Covid-19.
Namun biaya tersebut sudah termasuk biaya pengembangan mulai dari tahap pra klinis, uji klinis hingga tahap pendaftaran tetapi belum termasuk biaya untuk fase komersial. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ghufron Mukti selaku Kepala Riset & Inovasi untuk Covid-19 Kemenristek/BRIN dalam press rilisnya.
Saat ini Bio Farma memiliki kapasitas kurang lebih 250 juta dosis. Dengan biaya dan kapasitas itu, sebenarnya berapa harga vaksin virus corona?
Reuters melaporkan, Komisi Uni Eropa menyebut bahwa konsorsium pengembangan vaksin Covid-19 yaitu COVAX Facility menargetkan harga vaksin paling mahal adalah US$ 40 untuk negara-negara kaya.
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Corporate secretary Bio Farma Bambang Heriyanto mengatakan sampai sekarang belum ada harga pasti dari vaksin.
"Kalau harga pastinya belum ada," ungkap Bambang kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/7/2020). "Itu baru range estimasi harga per dosisnya US$ 5-10," lanjutnya. Jika dirupiahkan menggunakan kurs tengah BI hari ini di Rp 14.570/US$ maka harga per dosisnya berkisar di Rp 72.850 - Rp 145.700.
Jika menggunakan kapasitas Bio Farma saat ini di 250 juta dosis dengan asumsi uji klinis fase akhir berjalan lancar sehingga vaksin bisa diproduksi pada kuartal I-2020 dan satu orang butuh dua dosis, maka akan ada 125 juta orang Indonesia yang dapat divaksinasi dan merogoh kocek sekitar Rp 18,2 - Rp 36,4 triliun.
Apabila mengacu pada keterangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, saat ini ada 170 juta masyarakat RI yang membutuhkan vaksinasi, maka secara total butuh 340 juta dosis dengan begitu biaya untuk menanggung vaksinnya saja bisa mencapai Rp 24,8 - Rp 49,5 triliun.
Mahal memang. Namun mengingat urgensi serta prioritas saat ini, pemerintah perlu mengalokasikan subsidi vaksin Covid-19 terutama untuk kelompok-kelompok yang rentan serta memiliki aksesibilitas rendah terhadap fasilitas kesehatan.
Itu baru biaya untuk menebus harga vaksinnya saja, belum biaya untuk distribusi dan logistik serta tetek bengeknya. Di sisi lain pemerintah juga diharapkan memberikan insentif fiskal agar industri farmasi Tanah Air mampu memproduksi vaksin Covid-19 sesuai dengan kebutuhan domestik sehingga tidak perlu melakukan impor.
Selain Bio Farma, perusahaan dan berbagai institusi lain juga tengah mengembangkan vaksin Covid-19. Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman merupakan salah satu institusi riset terkemuka di Tanah Air yang juga ikut berpartisipasi dalam pengembangan vaksin Covid-19.
LBM Eijkman tidak sendirian di sini, melainkan lembaga itu menjadi pemimpin konsorsium vaksin nasional yang sekarang sedang mengembangkan vaksin Covid-19 dengan teknologi protein rekombinan serta vaksin berbasis mRNA/DNA.
Ghufron dalam press rilisnya mengatakan estimasi biaya yang dibutuhkan untuk pengembangan vaksin dengan teknologi protein rekombinan mencapai Rp 63,2 miliar sementara untuk kategori vaksin berbasis mRNA/DNA butuh Rp 71,6 miliar.
Sekali lagi biaya tersebut hanya untuk pengembangan saja yang meliputi tahap pre-klinis hingga pendaftaran.
Saat ini LBM Eijkman dan konsorsium tengah mencoba melakukan untuk 'membiakkan' virus dalam kultur sel mamalia. Pada akhir Januari dan Februari 2021, Eijkman akan memimpin uji imunogenisitas dan karakterisasi ajuvan dalam model tikus juga pembuatan bibit vaksin yang siap untuk produksi vaksin skala besar.
Selain LBM Eijkman dan Bio Farma, perusahaan swasta lokal yakni PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) juga turut serta dalam pengembangan vaksin Covid-19. Kalbe terlibat dalam konsorsium yang terdiri dari perusahaan farmasi serta institusi riset terkemuka asal Korea Selatan dan negara Asia lain yang dinamai konsorsium Genexine.
Kalbe dan konsorsium tersebut mengembangkan vaksin Covid-19 berbasis teknologi DNA dan diberi nama GX-19.
Tentu kita semua berharap bahwa vaksin dapat segera ditemukan dan memberikan imunitas atau kekebalan yang panjang sehingga kehidupan dapat kembali seperti semula meski tetap saja ada perubahan. Lebih dari itu, semoga ketika vaksin tersedia barang tersebut benar-benar menjadi milik publik dan dapat diakses secara merata.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Lho Bedanya Kandidat Vaksin Bio Farma, Kalbe dan Eijkman
