
Mau Diblokir Trump, TikTok Target Rekrut 10.000 Staf di AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Aplikasi berbagi video singkat, TikTok, mengumumkan rencana untuk merekrut 10.000 staf di Amerika Serikat (AS) selama tiga tahun ke depan. Rencana yang diumumkan pada Selasa (21/7/2020) oleh aplikasi asal China itu tetap disampaikan meskipun mereka mungkin akan dicekal di AS.
Sejauh ini perusahaan telah memiliki sekitar 1.400 karyawan di AS, naik dari di bawah 500 pada awal tahun. Kenaikan pesat jumlah karyawan terjadi seiring meningkatnya popularitas TikTok di negara itu.
"Pada tahun 2020, TikTok menambah tiga kali lipat jumlah karyawan yang bekerja di AS, dan kami berencana untuk menambah 10.000 pekerja di sini selama tiga tahun ke depan," kata juru bicara TikTok kepada CNBC International.
"Ini adalah pekerjaan bergaji baik yang akan membantu kami terus membangun pengalaman yang menyenangkan dan aman dan melindungi privasi komunitas kami."
Kabar itu disampaikan TikTok di saat perselisihan antara China-AS di sektor teknologi sedang memanas. Di mana AS sebelumnya menuduh China kerap kali menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi asal negara itu untuk kegiatan spionase atau memata-matai.
Salah satu perusahaan yang dicurigai menjadi "alat mata-mata China" tersebut adalah Huawei. Perusahaan pembuat ponsel itu sejauh ini menjadi target kecurigaan nomor satu dari pemerintahan Presiden Donald Trump.
Atas dasar itu, Trump telah melarang penggunaan peralatan telekomunikasi Huawei dalam jaringan AS dan menjatuhkan sanksi tegas pada perusahaan. Sanksi itu mengancam akan merusak bisnis perusahaan. Parahnya, Trump juga melobi sekutunya untuk melakukan hal yang sama.
Pihak Huawei telah membantah tuduhan tersebut.
TikTok sendiri kemungkinan akan menjadi target berikutnya. Sebelumnya pada awal bulan ini, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan AS sekarang sedang "meninjau" langkah pelarangan TikTok. Aplikasi TikTok dimiliki oleh ByteDance, perusahaan teknologi yang bermarkas di Beijing.
Pemerintah AS telah meluncurkan tinjauan keamanan nasional atas akuisisi ByteDance dari aplikasi Musical.ly, yang digabung ke TikTok, Reuters melaporkan pada bulan November. Pemerintah AS dilaporkan khawatir bahwa ByteDance mungkin menyensor konten yang sensitif secara politis dan khawatir tentang bagaimana data pengguna disimpan.
Meskipun menghadapi ancaman tersebut, TikTok mengatakan pihaknya berniat untuk terus mengembangkan bisnis di AS. Untuk menunjukkan niatnya, pada bulan Mei lalu perusahaan telah merekrut seorang CEO asal Amerika, Kevin Mayer, yang adalah mantan kepala streaming Disney.
Kantor terbesar TikTok di AS terletak di California, New York, Texas, dan Florida. Area bisnis utama untuk TikTok di AS meliputi penjualan, moderasi, teknik, dan moderasi konten.
(res/res)
Next Article Ternyata TikTok Belum Lolos dari Sanksi Blokir Trump
