
Dunia Terancam Kiamat Serangga, Apa Dampaknya ke Ekonomi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia sedang menghadapi penurunan tajam jumlah serangga. Hal ini diketahui melalui publikasikan di Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN yang melansir riset LIPI.
Disebutkan, pada 2017, laporan Caspar Hallman dari Radboud University, Belanda menemukan bahwa populasi serangga terbang di cagar alam Jerman menurun lebih dari 75% selama 27 tahun terakhir. Bahkan Bayo dan Wyckhuys melaporkan penurunan serangga tetap terjadi meskipun di kawasan cagar alam yang masih belum terjamah.
Djunijanti Peggie, peneliti bidang Entomologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengatakan penurunan populasi serangga adalah alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida dan pupuk sintetis, serta adanya faktor biologis termasuk patogen dan spesies invasif.
"Status kiamat serangga saya setuju dan sangat mengkhawatirkan, "ungkap Peggie dikutip CNBC Indonesia, Kamis (11/6/2020). Namun di lain sisi, Peggie menekankan penurunan biomassa hingga 76 persen perlu dicermati secara detail. "Belum terlihat jenis serangga yang terancam sehingga belum dapat melakukan prioritas. Oleh karena itu perlu dilakukan pendataan terlebih dahulu."
Lantas, seberapa besar kontribusi serangga pada ekonomi dunia? Mengutip laporan Dana Moneter International (IMF), kumpulan makhluk kecil berbagai jenis ini bisa berkontribusi senilai mencapai ratusan miliar dolar Amerika Serikat (AS) dalam produksi pangan global.
"Dan dari dasar rantai makanan yang menghidupi burung, reptil, amfibi dan mamalia, beberapa (serangga) yang mendaur ulang benda mati seperti kayu dan dedaunan, sementara serangga karnivora menjaga hama pemakan tanaman tetap terkendali, dan (jenis) yang lain, seperti lebah, menyerbuki bunga dan tanaman lainnya, (semua aktivitas serangga ini) diperkirakan menyumbang US$ 200 miliar (Rp 2.800 triliun) untuk produksi pangan global," Kata IMF.
Dalam laporan tersebut, IMF juga menyoroti jumlah serangga terus berkurang, bahkan diperkirakan beberapa jenis akan punah dalam waktu 100 tahun.
"Ilmuwan mengatakan 40% spesies serangga di ambang kepunahan, dan jika jumlah saat ini terus berkurang maka serangga dapat punah dalam waktu 100 tahun. Tanpa serangga, 75% tanaman kita tidak akan mampu melakukan reproduksi, dan akan mati pada akhirnya," jelas IMF.
"Yang sangat mengkhawatirkan adalah kita tidak tahu persis apa alasan populasi dapat menurun. Intensifikasi pertanian dan pestisida kemungkinan besar merupakan salah satu dari masalah (yang menyebabkan penurunan jumlah serangga), tetapi tentu saja lebih rumit dari itu, dan hilangnya habitat dan perubahan iklim juga dapat berperan (dalam proses kepunahan)m," tambahnya.
Untuk mencegah kepunahan serangga dan kekacauan dalam sistem pertanian yang pada akhirnya akan berdampak pada kehidupan manusia secara luas, IMF mengajak untuk melakukan berbagai perubahan seperti dalam pola gaya hidup.
"Saat aktivitas manusia semakin diluar kendali dalam hal keberagaman hidup di planet kita, hal ini menantang kita untuk mengubah cara kita hidup sebelum terlambat," tegasnya.
(roy/roy) Next Article Fenomena Alam di Tengah Pandemi: Ada Kiamat Serangga!