Remdesivir: Disetujui Trump Obat Corona, Gagal Diuji China

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
03 May 2020 09:21
cover topik/dunia berlomba mencari vaksin virus corona dalam/Aristya Rahadian Krisabella
Foto: cover topik/dunia berlomba mencari vaksin virus corona dalam/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Remdesivir kini sedang menjadi obat yang digadang-gadang dapat menyembuhkan pasien terjangkit COVID-19. Namun, efek obat yang awalnya dirancang untuk mengobati Ebola ini masih simpang siur.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau FDA memberikan izin penggunaan darurat obat remdesivir dari perusahaan biotek Gilead Science untuk mengobati COVID-19. Hal ini disampaikan oleh Presiden AS Donald Trump dalam pengumuman Jumat (1/5/2020) sore waktu setempat.

"Ini benar-benar situasi yang menjanjikan," kata Trump dikutip AFP. Trump membuat pengumuman bersama CEO Gilead Daniel O'Day dalam pertemuan di Gedung Putih, dengan perjanjian Gilead akan menyumbang 1,5 juta botol obat remdesivir.

Dalam uji coba dilakukan Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) AS, obat remdesivir diklaim dapat mempersingkat durasi gejala COVID-19 menjadi 11 hari dari sebelumnya 15 hari.

Menurut laporan uji coba NIAID, ditemukan 50% pasien yang diobati dengan obat remdesivir selama lima hari dapat sembuh dan keluar dari rumah sakit dalam kurun waktu dua minggu.

"Data menunjukkan remdesivir memiliki dampak positif yang jelas dan signifikan dalam mengurangi waktu pemulihan," Anthony Fauci, Penasehat Kesehatan White House.

Namun berbeda dengan pihak China. Beberapa waktu lalu, pemerintah negara tirai bambu mengeluarkan hasil penelitian jika obat remdesivir gagal dalam menurunkan jumlah virus dalam tubuh atau risiko kematian pada pasien COVID-19.

Pemerintah China sebelumnya melakukan penelitian acak terhadap 237 pasien dewasa yang terjangkit COVID-19 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei. Sebanyak 158 pasien yang menggunakan remdesivir dilaporkan tidak membaik, dibandingkan 79 pasien yang dirawat dengan menerima plasebo.

Namun di sisi lain, berdasarkan laporan tersebut, para peneliti China kesulitan mendapatkan sukarelawan untuk melakukan percobaan yang dapat menghasilkan data signifikan secara statistik, sehingga hasilnya tidak konklusif. Wabah corona di China sendiri dapat dikendalikan dengan cepat akibat aturan penguncian (lockdown) yang dilakukan.

Remdesivir sendiri merupakan obat keras yang penggunaannya disuntikkan ke selang infus. Obat ini awalnya digunakan untuk mengobati Ebola, yang bekerja dengan menyerang enzim yang dibutuhkan virus untuk bereplikasi.

[Gambas:Video CNBC]




(roy/roy) Next Article Obat Corona 'Gilead' Mau Diproduksi di 127 Negara, RI Masuk?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular