Buat Apa Banyak Unicorn & Decacorn Jika Picu Krisis?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 January 2020 18:25
Menjamurnya Startup Digital di RI
Foto: Infografis/ 5 startup Disruptor Teratas 2019/Aristya Rahadian Krisabella
Studi yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan, pada 2019 jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 171 juta orang. Jumlah ini juga diperkirakan masih akan terus bertambah.

Momen ini juga tak mau dilewatkan oleh generasi muda Indonesia yang punya jiwa entrepreneurship tinggi untuk membangun bisnis digital impiannya. Hal inilah yang dilirik investor sehingga mau ‘menggarap’ pasar Indonesia.

Dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun terakhir, startup digital terus bermunculan. Jumlahnya terus bertambah tiap tahun. Buat usaha tak perlu takut karena tak ada modal seperti dulu lagi. Selagi ada ide inovatif dan menggunakan senjata utama bernama ‘teknologi’ ada saja investor yang mau menggelontorkan dananya.

Saat ini startup digital yang model bisnis sudah diterima di masyarakat Indonesia ada beberapa tipe seperti e-commerce, online travel agency (OTA), online media, ojek online hingga fintech.

Nilai ekonomi dari bisnis digital tersebut terus tumbuh. Bahkan peningkatannya sangat signifikan. Menurut studi yang dilakukan oleh Google,Bain & Company danTemasek, pada periode 2015-2019 total transaksi pada bisnis belanja online atau lebih sering dikenal Gross Merchandise Value (GMV) tumbuh 88% per tahun.
Buat Apa Banyak 'Unicorn' & 'Decacorn' Kalau Bikin Bubble?Sumber : Google, Temasek, Bain & Company
Pada 2015, nilai transaksi belanja online di Indonesia diestimasikan menyentuh US$ 1,7 miliar atau kalau dengan nilai kurs rupiah kala itu transaksinya mencapai Rp 18,8 triliun. Walaupun masih kecil jika dibandingkan dengan transaksi ritel secara keseluruhan, tetapi angka pertumbuhannya bertumbuh dengan pesat.

Empat tahun berselang tepatnya pada 2019, Google, Bain & Company dan Temasek mengestimasi GMV yang dihasilkan dari orang yang berbelanja online platform e-commerce di tanah air mencapai US$ 21 miliar atau setara dengan Rp 294 triliun.

Fantastis bukan peningkatannya? Itu baru e-commerce saja, belom model yang lain seperti ojol dan yang sekarang ngetrend adalah fintech.

Pesatnya ekonomi digital tanah air membuat investor menjadi semakin bergairah untuk memarkirkan uangnya ke Indonesia. Investor ini adalah Venture Capital (VC) atau bahkan Private Equity (PE) baik lokal maupun internasional yang terus menyuntik dana segar ke startup-startup yang membutuhkan ‘darah’.

Nilai dan jumlah pendanaan yang membanjiri startup di Indonesia terus tumbuh. Pada 2016 pendanaan untuk perusahaan berbasis internet RI nilainya mencapai US$ 1,2 miliar dengan total kesepakatan pendanaan mencapai 166. Artinya dalam satu kali putaran pendanaan, dana yang digelontorkan oleh investor rata-rata mencapai US$ 7,3 juta (Rp 96,1 miliar).

Pada 2018, total nilai pendanaan dan jumlah putaran pendanaan meningkat. Duit yang disuntikkan ke ekonomi digital tanah air kala itu mencapai US$ 3,8 miliar dan total kesepakatan dari putaran pendanaan jumlahnya menjadi 349. Artinya setiap kesepakatan pendanaan, ada US$ 10,9 juta (Rp 152,4 miliar) yang digelontorkan oleh investor.
Buat Apa Banyak 'Unicorn' & 'Decacorn' Kalau Bikin Bubble?Sumber : Google, Temasek, Bain & Company
Jumlah tersebut tentu bukan main besarnya. Di balik besarnya suntikan dana itu, ada investor yang berharap untung dan mendapatkan dividen ada pula yang berharap dapat cuan dari selisih valuasi pada ronde putaran investasi selanjutnya.


(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular