
Duh! Lagi-lagi 124 Fintech Ilegal Ditutup OJK
Rahajeng Kusuma Astuti, CNBC Indonesia
07 December 2019 17:14

Jakarta, CNBC Indonesia- Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menutup 124 fintech lending yang tak terdaftar dan berizin alias fintech ilegal. Padahal pada 7 Oktober 2019, Satgas Waspada Investasi baru saja menindak dan menutup 133 entitas fintech P2P lending ilegal.
Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi sejak Januari-November 2019, sudah ada 1.494 entitas fintech lending ilegal yang ditangani oleh Satgas Waspada Investasi. Jika ditarik sejak 2018 hingga November lalu ada 1.898 fintech ilegal yang ditutup oleh Satgas Waspada Investasi.
"Kegiatan fintech peer-to-peer lending ilegal masih banyak beredar lewat website maupun aplikasi serta penawaran melalui sms. Kami meminta masyarakat untuk berhati-hati sebelum melakukan pinjaman secara online dengan melihat apakah aplikasi peer-to-peer lending tersebut telah terdaftar di OJK atau belum," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing dalam keterangan pers, Jumat (6/12/2019).
Tongam menambahkan pihaknya terus berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk 13 kementerian/lembaga di dalam Satgas Waspada Investasi dan sejumlah pihak terkait. Misalnya asosiasi fintech mencegah masyarakat menjadi korban dari fintech peer to peer lending ilegal, dengan memperbanyak sosialisasi dan informasi mengenai bijak meminjam di fintech P2P lending dan membuka layanan pengaduan Warung Waspada Investasi.
"Kami mengajak semua anggota Satgas untuk semakin aktif bersama-sama melakukan pencegahan maraknya fintech P2P lending ilegal dan invetasi ilegal untuk melindungi kepentingan masyarakat," kata Tongam.
Satgas Waspada Investasi terdiri dari 13 kementerian/lembaga yaitu OJK, Bank Indonesia, Kementerian Kominfo, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, Kemendagri, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kemendikbud, Kemenristek, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, PPATK dan BKPM.
Tongam menjelaskan sebagian besar ciri-ciri fintech ilegal ini mereka menolak untuk mendaftarkan diri dan mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mereka juga mengenakan bunga pinjaman yang kelewat tinggi bagi peminjam.
Hal itu yang membuat banyak peminjam akhirnya tidak bisa memenuhi kewajibannya dan harus berurusan dengan debt collector atau penagih utang yang bertindak tanpa etika.
Sebelumnya, Tongam mengutarakan menjamurnya P2P lending ilegal di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Kemajuan teknologi membuat banyak orang dengan mudah membuat aplikasi atau situs web. Sementara fintech lending yang terdaftar dan berizin baru 127 fintech.
"Urgensinya untuk UU ini sangat urgen, karena dengan tidak adanya UU Fintech tindak pidana fintech bersifat materiil, artinya ada korban dulu baru penyelidikan," kata Tongam Tobing.
Anggota Subdit Jaksi Dirtipideksus Bareskrim Polri Kompol Thomas Widodo mengungkapkan Bareskrim Polri tidak maksimal menindak fintech ilegal karena regulasi fintech belum ada.
"Regulasi tentang fintech belum ada, sanksi pidananya belum ada. Makanya kita bekerja pada hilir, dampak dari fintech ilegal diantaranya pemerasan, perbuatan tidak menyenangkan. Sekali lagi kita belum pada hulu," ujar beberapa waktu lalu.
Kompol Silvester Simamora dari Direktorat Siber Polri menambahkan Bareskrim sudah melakukan penindakan fintech ilegal termasuk penagihan di luar batas kewajaran hingga pencemaran nama baik menggunakan regulasi informasi dan transaksi elektronik (ITE).
"Penagihannya membuat grup dan memampang foto atau identitas peminjaman kalau dia penipu," jelasnya.
(sef/sef) Next Article Perhatian! Ini Daftar Nama 143 Fintech Ilegal
Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi sejak Januari-November 2019, sudah ada 1.494 entitas fintech lending ilegal yang ditangani oleh Satgas Waspada Investasi. Jika ditarik sejak 2018 hingga November lalu ada 1.898 fintech ilegal yang ditutup oleh Satgas Waspada Investasi.
"Kegiatan fintech peer-to-peer lending ilegal masih banyak beredar lewat website maupun aplikasi serta penawaran melalui sms. Kami meminta masyarakat untuk berhati-hati sebelum melakukan pinjaman secara online dengan melihat apakah aplikasi peer-to-peer lending tersebut telah terdaftar di OJK atau belum," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing dalam keterangan pers, Jumat (6/12/2019).
"Kami mengajak semua anggota Satgas untuk semakin aktif bersama-sama melakukan pencegahan maraknya fintech P2P lending ilegal dan invetasi ilegal untuk melindungi kepentingan masyarakat," kata Tongam.
Satgas Waspada Investasi terdiri dari 13 kementerian/lembaga yaitu OJK, Bank Indonesia, Kementerian Kominfo, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, Kemendagri, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kemendikbud, Kemenristek, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, PPATK dan BKPM.
Tongam menjelaskan sebagian besar ciri-ciri fintech ilegal ini mereka menolak untuk mendaftarkan diri dan mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mereka juga mengenakan bunga pinjaman yang kelewat tinggi bagi peminjam.
Hal itu yang membuat banyak peminjam akhirnya tidak bisa memenuhi kewajibannya dan harus berurusan dengan debt collector atau penagih utang yang bertindak tanpa etika.
Sebelumnya, Tongam mengutarakan menjamurnya P2P lending ilegal di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Kemajuan teknologi membuat banyak orang dengan mudah membuat aplikasi atau situs web. Sementara fintech lending yang terdaftar dan berizin baru 127 fintech.
"Urgensinya untuk UU ini sangat urgen, karena dengan tidak adanya UU Fintech tindak pidana fintech bersifat materiil, artinya ada korban dulu baru penyelidikan," kata Tongam Tobing.
Anggota Subdit Jaksi Dirtipideksus Bareskrim Polri Kompol Thomas Widodo mengungkapkan Bareskrim Polri tidak maksimal menindak fintech ilegal karena regulasi fintech belum ada.
"Regulasi tentang fintech belum ada, sanksi pidananya belum ada. Makanya kita bekerja pada hilir, dampak dari fintech ilegal diantaranya pemerasan, perbuatan tidak menyenangkan. Sekali lagi kita belum pada hulu," ujar beberapa waktu lalu.
Kompol Silvester Simamora dari Direktorat Siber Polri menambahkan Bareskrim sudah melakukan penindakan fintech ilegal termasuk penagihan di luar batas kewajaran hingga pencemaran nama baik menggunakan regulasi informasi dan transaksi elektronik (ITE).
"Penagihannya membuat grup dan memampang foto atau identitas peminjaman kalau dia penipu," jelasnya.
(sef/sef) Next Article Perhatian! Ini Daftar Nama 143 Fintech Ilegal
Most Popular