Berantas Fintech Nakal, OJK Usul Strategi Terobosan

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
03 August 2019 12:55
Otoritas Jasa Keuangan mencoba terobosan untuk memberantas fintech ilegal yang semakin menjamur.
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia- Otoritas Jasa Keuangan mencoba terobosan untuk memberantas fintech ilegal yang semakin menjamur. Strategi terobosan ini diperlukan karena fintech ilegal yang tercatat beroperasi di Indonesia mencapai lebih dari 1.200 entitas, jauh lebih tinggi dibandingkan yang resmi.

Kepala Group Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono, mengatakan fintech bermasalah tersebut dapat di-take out dari server dengan berkoordinasi pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

"Pada dasarnya, Kemenkominfo sangat koordinatif. Kita bisa take out. Masalahnya ini bisnis besar antar negara. Keberadaan mereka di luar negeri, di luar yurisprudensi kita. Yang bisa kita lakukan adalah mencegahnya masuk ke Indonesia," kata Triyono saat ditemui di Binus University, Jakarta, Sabtu (3/8/2019).


Dengan cara ini maka setiap fintech ilegal akan mudah diblokir alias ditutup ruang operasionalnya di Indonesia. Hal ini diperlukan, karena banyak fintech ilegal yang ditutup namun kemudian membuka layanan yang sama lagi dalam kuran waktu yang tak lama.

Triyono mengatakan sebelum terbitnya POJK Nomor 77/POJK.01/2016, perusahaan fintech selama itu tidak pernah diwajibkan untuk melapor ke OJK.

"Setelah ada aturan ada kewajiban lapor. Kalau tidak terdaftar, ilegal. Kalau Anda fintech, Anda harus daftar. As simple as that. Please come to us kalau Anda ingin bekerja secara profeional. Kalau Anda bukan penjahat pasti mencari polisi agar mendapat keamanan," katanya.


Sebelumnya, Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI), yang terdiri dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) mengeluarkan daftar nama 143 fintech ilegal. Sebanyak 14 investasi ilegal pun ditutup. Hal itu diumumkan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (2/8/2019).

Dari penelusuran SWI, lokasi server entitas tersebut sebanyak 42% tidak diketahui keberadaannya, 22% ada di Indonesia, 15% dari Amerika Serikat dan sisanya dari berbagai negara.

"Singapura 8%, China 4% dan Malaysia 2%," kata Ketua Satgas Waspada Invetasi, Tongam L Tobing, di Bareskrim Polri, Mabes Polri Jakarta, Jumat (2/8/2019).



(dob/dob) Next Article Lagi, Satgas Waspada Investasi Temukan 399 Fintech Ilegal

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular