
Digital Banking, Benarkah Bank Tidak Butuh Cabang Lagi?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 November 2019 18:32

Kedua faktor tersebut menjadi pendorong utama tren transaksi digital seperti sekarang ini. Sebenarnya bank dapat memanfaatkan tren ini untuk mengambil peran mengingat potensi pasar masih terbuka lebar. Hingga 2018 saja populasi masyarakat Indonesia yang masuk unbanked population di Indonesia masih tinggi.
Menurut laporan e-Conomy SEA menyebutkan bahwa setidaknya ada 92 juta orang Indonesia atau setengah populasi orang dewasa belum mendapat akses keuangan formal seperti perbankan. Jumlah tersebut hampir 35% dari total populasi.
Belum lagi sekarang bank di Indonesia tidak hanya bersaing dengan bank lainnya sebagai kompetitor. Namun bank juga bersaing dengan perusahaan finansial technology (fintech) yang jumlahnya menjamur dalam beberapa tahun ini.
Perusahaan fintech ini berada di sepanjang rantai nilai bisnis perbankan menyediakan solusi transaksional melalui uang digital hingga penyaluran kredit melalui peer to peer lending.
Untuk itu, digitalisasi dalam sektor perbankan mutlak diperlukan guna tetap mampu beradaptasi. Digitalisasi tidak berarti kemudian berlomba-lomba menutup kantor cabang dan mengalokasikan duit untuk pengembangan sistem digital.
Tantangan perbankan justru terletak di bagaimana mengintegrasikan setiap touchpoint yang ada untuk memberikan layanan prima bagi nasabah. Baik itu yang berbentuk fisik seperti kantor cabang maupun yang berbentuk aplikasi digital.
Bagaimanapun juga kantor cabang hingga saat ini masih memiliki peran yang penting. Kembali mengutip laporan McKinsey, kantor cabang dan ATM merupakan salah satu pertimbangan nasabah memilih bank, selain itu juga kantor cabang juga masih dirasa lebih unggul dari segi keamanan dalam bertransaksi terutama transaksi yang sifatnya kompleks.
Selain itu, pada kasus BCA walau dari segi pengunjung terus menurun namun dari segi transaksi masih mendominasi. Jumlahnya hingga 50%. Artinya eksistensi cabang masih dibutuhkan untuk mengelola uang tunai, kliring, cek dan lainnya.
Maka strategi yang mungkin dilakukan perbankan terkait kantor cabang ini adalah rasionalisasi jumlah dan peran kantor cabang. Bank dituntut mampu untuk merasionalisasi peran kantor cabang. Bank juga dituntut mampu untuk mengintegrasikan layanan yang ada.
Contoh integrasi yang dapat dilakukan dan sudah mulai diaplikasikan adalah, untuk jenis transaksi yang rumit, nasabah diberikan akses ke mobile banking untuk menentukan masalah kapan waktu transaksi akan dijalankan sehingga nasabah tidak perlu mengantre lama dan membuang waktunya.
Atau bisa juga dilakukan untuk memfasilitasi masyarakat urban dengan mobilitas tinggi, bank dapat memberikan layanan pembukaan akun melalui aplikasi mobile banking dan kemudian dapat mengambil buku tabungan maupun kartu rekening di bank setelah selesai tanpa harus menunggu.
Jadi intinya adalah rasionalisasi kantor cabang dengan mempertimbangkan kebutuhan, karakteristik serta segmen nasabah guna memberikan layanan yang prima.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/roy)
Menurut laporan e-Conomy SEA menyebutkan bahwa setidaknya ada 92 juta orang Indonesia atau setengah populasi orang dewasa belum mendapat akses keuangan formal seperti perbankan. Jumlah tersebut hampir 35% dari total populasi.
Belum lagi sekarang bank di Indonesia tidak hanya bersaing dengan bank lainnya sebagai kompetitor. Namun bank juga bersaing dengan perusahaan finansial technology (fintech) yang jumlahnya menjamur dalam beberapa tahun ini.
Untuk itu, digitalisasi dalam sektor perbankan mutlak diperlukan guna tetap mampu beradaptasi. Digitalisasi tidak berarti kemudian berlomba-lomba menutup kantor cabang dan mengalokasikan duit untuk pengembangan sistem digital.
Tantangan perbankan justru terletak di bagaimana mengintegrasikan setiap touchpoint yang ada untuk memberikan layanan prima bagi nasabah. Baik itu yang berbentuk fisik seperti kantor cabang maupun yang berbentuk aplikasi digital.
Bagaimanapun juga kantor cabang hingga saat ini masih memiliki peran yang penting. Kembali mengutip laporan McKinsey, kantor cabang dan ATM merupakan salah satu pertimbangan nasabah memilih bank, selain itu juga kantor cabang juga masih dirasa lebih unggul dari segi keamanan dalam bertransaksi terutama transaksi yang sifatnya kompleks.
Selain itu, pada kasus BCA walau dari segi pengunjung terus menurun namun dari segi transaksi masih mendominasi. Jumlahnya hingga 50%. Artinya eksistensi cabang masih dibutuhkan untuk mengelola uang tunai, kliring, cek dan lainnya.
Maka strategi yang mungkin dilakukan perbankan terkait kantor cabang ini adalah rasionalisasi jumlah dan peran kantor cabang. Bank dituntut mampu untuk merasionalisasi peran kantor cabang. Bank juga dituntut mampu untuk mengintegrasikan layanan yang ada.
Contoh integrasi yang dapat dilakukan dan sudah mulai diaplikasikan adalah, untuk jenis transaksi yang rumit, nasabah diberikan akses ke mobile banking untuk menentukan masalah kapan waktu transaksi akan dijalankan sehingga nasabah tidak perlu mengantre lama dan membuang waktunya.
Atau bisa juga dilakukan untuk memfasilitasi masyarakat urban dengan mobilitas tinggi, bank dapat memberikan layanan pembukaan akun melalui aplikasi mobile banking dan kemudian dapat mengambil buku tabungan maupun kartu rekening di bank setelah selesai tanpa harus menunggu.
Jadi intinya adalah rasionalisasi kantor cabang dengan mempertimbangkan kebutuhan, karakteristik serta segmen nasabah guna memberikan layanan yang prima.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages
Most Popular