Pemberi Pinjaman Fintech Harus Tanggung Kredit Macet, Kenapa?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
10 October 2019 19:45
OJK mengatakan para lender atau pemberi pinjaman (lender) fintech lendinga harus menanggung risiko apabila ada masyarakat yang tidak membayarkan hutangnya.
Foto: Ilustrasi (Designed by Freepik)
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi mengatakan, para lender atau pemberi pinjaman (lender) fintech lending harus menanggung risiko apabila ada masyarakat  yang tidak membayarkan hutangnya.

"Peer to peer (P2P) lending  dilarang memberi jaminan dalam bentuk apapun. Jadi jika ada rupiah yang macet, maka lender yang menanggung," ujarnya saat ditemui di Hotel Four Seaons, Jakarta Selatan, Kamis (10/10/2019).


Pasalnya, kata Hendrikus, dalam bisnis P2P melalui fintech ini, para lender dibebaskan untuk menentukan sendiri sejauh apa kemampuan mereka dalam menargetkan angka besaran kredit macet atau non-performing loan (NPL).

Karena, kalau OJK menekan NPL ini, dikhawatirkan, bisnis ini akan lesu dan para pelaku usaha akan mundur menjalankan usahanya dalam industri P2P lending.

Oleh karena itu, OJK selalu menekankan kepada P2P lending untuk menaruh angka NPL yang relevan dan harus memberikan data bisnisnya secara transparan dan tidak ada yang ditutup-tutupi.

"OJK hanya ingin pastikan bahwa pelaku P2P lending transparan dan jujur informasinya. Makanya di setiap P2P lending, akan disclaimer bahwa kegiatan ini berbahaya," tuturnya.

Artinya, para lender dalam P2P lending harus melakukan assestment dan menangani sendiri risikonya. Hal ini tentu akan memudahkan OJK dalam bertugas.

"Bagi OJK tugas akan lebih ringan, karena lender tahu berisiko maka otomatis akan melakukan assessment," jelas Hendrikus.


(roy/roy) Next Article Beri Bunga di Atas Ketentuan, 2 Fintech Ini Dijatuhi Sanksi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular