
KPPU Selidiki Potensi Monopoli OVO di Mal & Rumah Sakit Lippo
Redaksi, CNBC Indonesia
29 July 2019 10:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) ternyata serius melakukan pemeriksaan terhadap potensi monopoli penggunaan uang digital (e-money) OVO sebagai alat pembayaran di pusat perbelanjaan dan rumah sakit.
Komisioner KPPU Kodrat Wibowo mengatakan bahwa masalah ini sedang diteliti dan didalami sebagai inisiatif KPPU atas laporan masyarakat umum.
"Ini inisiatif dari KPPU setelah banyaknya laporan umum tentang keluhan penggunaan OVO secara eksklusif di beberapa pusat kegiatan publik, mall, rumah sakit, dan lainnya. Sekarang masih tahap kajian penelitian, kami sudah kirim beberapa orang ke beberapa titik yang katanya (penggunaan OVO) eksklusif," kata Kodrat, seperti dikutip CNBC Indonesia dari DetikFinance, Jumat (29/7/2019).
Alasan KPPU menyoroti penggunaan OVO karena ada kemungkinan dominasi yang dilakukan OVO sehingga mematikan usaha lainnya.
"Secara ranah hukum ada satu pasal mengenai penggunaan posisi dominan, ini kita coba di awal apakah ada kemungkinan dominasi pembiayaan atau permodalan yang dipegang satu pelaku usaha tertentu tanpa mengizinkan atau mengajak pihak lainnya," kata Kodrat.
Dalam kasus ini, Lippo menurut Kodrat disinyalir melakukan penentuan eksklusifitas terhadap penggunaan OVO di beberapa tempat publiknya.
"Dalam hal ini OVO, yang punya Lippo. Nah yang mau kita tahu apakah Lippo tentukan eksklusifitas ke OVO untuk alat pembayaran sementara pembayaran lain tidak dibuka," kata Kodrat.
"Apa benar cuma OVO saja, kan bisa ajak e-money, Dana, dan lainnya," pungkasnya.
Menanggapi hal masalah ini, Head of Public Relation Sinta Setyaningsih menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan ekosistem yang terbuka sebagai platform pembayaran digital. Pihaknya pun tak segan untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak mengenai transaksi non tunai.
"Sebagai platform pembayaran digital dengan strategi ekosistem terbuka, OVO terus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dengan visi yang sama, yaitu untuk mengedukasi masyarakat akan berbagai kelebihan transaksi non tunai," ungkap Sinta.
Kerja sama juga bisa dilakukan untuk menjadi merchant penyedia layanan keuangan. Hal tersebut menurut Sinta dapat mendukung edukasi transaksi non tunai dan mendukung perkembangan ekonomi digital.
"Kami juga memberikan keleluasaan bagi merchant untuk bekerjasama dengan penyedia layanan keuangan. OVO sangat mendorong ekosistem pembayaran yang kolaboratif dan inklusif untuk mendukung perkembangan ekonomi digital," kata Sinta.
Simak video tentang OVO di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/dru) Next Article Transaksi Go-Pay Cs Lebih Besar dari Uang Elektronik Bank
Komisioner KPPU Kodrat Wibowo mengatakan bahwa masalah ini sedang diteliti dan didalami sebagai inisiatif KPPU atas laporan masyarakat umum.
"Ini inisiatif dari KPPU setelah banyaknya laporan umum tentang keluhan penggunaan OVO secara eksklusif di beberapa pusat kegiatan publik, mall, rumah sakit, dan lainnya. Sekarang masih tahap kajian penelitian, kami sudah kirim beberapa orang ke beberapa titik yang katanya (penggunaan OVO) eksklusif," kata Kodrat, seperti dikutip CNBC Indonesia dari DetikFinance, Jumat (29/7/2019).
"Secara ranah hukum ada satu pasal mengenai penggunaan posisi dominan, ini kita coba di awal apakah ada kemungkinan dominasi pembiayaan atau permodalan yang dipegang satu pelaku usaha tertentu tanpa mengizinkan atau mengajak pihak lainnya," kata Kodrat.
Dalam kasus ini, Lippo menurut Kodrat disinyalir melakukan penentuan eksklusifitas terhadap penggunaan OVO di beberapa tempat publiknya.
"Dalam hal ini OVO, yang punya Lippo. Nah yang mau kita tahu apakah Lippo tentukan eksklusifitas ke OVO untuk alat pembayaran sementara pembayaran lain tidak dibuka," kata Kodrat.
"Apa benar cuma OVO saja, kan bisa ajak e-money, Dana, dan lainnya," pungkasnya.
Menanggapi hal masalah ini, Head of Public Relation Sinta Setyaningsih menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan ekosistem yang terbuka sebagai platform pembayaran digital. Pihaknya pun tak segan untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak mengenai transaksi non tunai.
"Sebagai platform pembayaran digital dengan strategi ekosistem terbuka, OVO terus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dengan visi yang sama, yaitu untuk mengedukasi masyarakat akan berbagai kelebihan transaksi non tunai," ungkap Sinta.
Kerja sama juga bisa dilakukan untuk menjadi merchant penyedia layanan keuangan. Hal tersebut menurut Sinta dapat mendukung edukasi transaksi non tunai dan mendukung perkembangan ekonomi digital.
"Kami juga memberikan keleluasaan bagi merchant untuk bekerjasama dengan penyedia layanan keuangan. OVO sangat mendorong ekosistem pembayaran yang kolaboratif dan inklusif untuk mendukung perkembangan ekonomi digital," kata Sinta.
Simak video tentang OVO di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/dru) Next Article Transaksi Go-Pay Cs Lebih Besar dari Uang Elektronik Bank
Most Popular