
Riset: Mayoritas Konsumen Tolak Kenaikan Tarif Ojek Online!
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
06 May 2019 15:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Research Institute of Socio-economic Development (RISED) merilis penelitian mengenai Persepsi Konsumen Terhadap Tarif Ojek Online di Indonesia di Gado-gado Boplo Menteng, Jakarta, Senin (6/5/2019).
Dari penelitian itu terungkap bahwa mayoritas konsumen menolak kenaikan tarif ojek online yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019. Aturan itu mulai berlaku 1 Mei 2019.
Ketua Tim Peneliti Rumayya Batubara menjelaskan penelitian dilakukan dengan melibatkan 3.000 responden di sembilan wilayah yang mewakili tiga zona aturan terkait tarif tersebut. Menurut dia, setelah tarif diterapkan, timbul pertanyaan dari konsumen.
"Timbul pertanyaan katanya cuma segitu (merujuk pada kenaikan tarif yang tertuang dalam Kepmenhub) tapi yang Saya (Konsumen) bayarkan lebih dari itu?," ujar Rumayya.
Hal itu terjadi karena kenaikan tarif dari peraturan Kepmen 328/2019 belum termasuk dengan penambahan keuntungan aplikator (Gojek dan Grab). Berikut perincian biayanya:
Zona 1: Tarif dasar Rp 1.850 hingga Rp 2.300 per KM (kilometer) dengan argo minimum Rp 7.000 hingga Rp 10.000. Sedangkan biaya yang akan dikenakan pada konsumen setelah ditambahkan pembagian keuntungan dengan aplikator menjadi Rp 2.312 hingga Rp 2.875 dengan argo minimum per KM Rp 8.750 hingga Rp 12.500
Zona 2: Tarif dasar Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per KM dengan argo minimum Rp 8.000 hingga Rp 10.000. Sedangkan biaya yang akan dikenakan pada konsumen setelah ditambahkan pembagian keuntungan dengan aplikator menjadi Rp 2.500 hingga Rp 3.125 per KM dengan argo minimum Rp 10.000 hingga Rp 12.500
Zona 3: Tarif dasar Rp 2.100 hingga Rp 2.600 per KM dengan argo minimum Rp 7.000 hingga Rp 10.000. Sedangkan biaya yang akan dikenakan pada konsumen setelah ditambahkan pembagian keuntungan dengan aplikator menjadi Rp 2.625 hingga Rp 3.25- per KM dengan argo minimum Rp 8.750 hingga Rp 12.500
Riset tersebut menjelaskan bahwa pada zona pengeluaran konsumen bertambah sebesar Rp 4.000 hingga Rp 11.000 per hari pada zona 1, Rp 6.000 hingga Rp 15.000 per hari pada zona 2, dan Rp 5.000 hingga Rp 12.000 per hari pada zona 3. Hal itu terjadi karena jarak tempuh rata-rata konsumen 7-10 KM per hari pada zona 1, 8-11 KM per hari pada zona 2, 6-9 KM per hari pada zona 3.
"Biasanya 20 ribu sekarang 40 ribu rupiah ini kenaikan dua lipat. Jadi fakta di lapangan bukan kenaikan 5%. Masyarakat mengalami hampir 100% dari tarif itu," kata Fithra Faisal, Ekonom Universitas Indonesia.
"Konsekuensi ada penurunan potensi penumpang," tambahnya.
Setelah peraturan ini diterapkan, banyak konsumen yang menolak. Berikut persentase konsumen yang menolak pengeluaran tambahan akibat kenaikan tarif:
Zona 1: 67% konsumen menolak
Zona 2: 82% konsumen menolak
Zona 3: 66% konsumen menolak
Secara nasional: 75% konsumen menolak
Simak video aturan terkait ojek online di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Terungkap! Ini Alasan Ojek Online Jadi Langka Saat Lebaran
Dari penelitian itu terungkap bahwa mayoritas konsumen menolak kenaikan tarif ojek online yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019. Aturan itu mulai berlaku 1 Mei 2019.
Ketua Tim Peneliti Rumayya Batubara menjelaskan penelitian dilakukan dengan melibatkan 3.000 responden di sembilan wilayah yang mewakili tiga zona aturan terkait tarif tersebut. Menurut dia, setelah tarif diterapkan, timbul pertanyaan dari konsumen.
Hal itu terjadi karena kenaikan tarif dari peraturan Kepmen 328/2019 belum termasuk dengan penambahan keuntungan aplikator (Gojek dan Grab). Berikut perincian biayanya:
Zona 1: Tarif dasar Rp 1.850 hingga Rp 2.300 per KM (kilometer) dengan argo minimum Rp 7.000 hingga Rp 10.000. Sedangkan biaya yang akan dikenakan pada konsumen setelah ditambahkan pembagian keuntungan dengan aplikator menjadi Rp 2.312 hingga Rp 2.875 dengan argo minimum per KM Rp 8.750 hingga Rp 12.500
Zona 2: Tarif dasar Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per KM dengan argo minimum Rp 8.000 hingga Rp 10.000. Sedangkan biaya yang akan dikenakan pada konsumen setelah ditambahkan pembagian keuntungan dengan aplikator menjadi Rp 2.500 hingga Rp 3.125 per KM dengan argo minimum Rp 10.000 hingga Rp 12.500
Zona 3: Tarif dasar Rp 2.100 hingga Rp 2.600 per KM dengan argo minimum Rp 7.000 hingga Rp 10.000. Sedangkan biaya yang akan dikenakan pada konsumen setelah ditambahkan pembagian keuntungan dengan aplikator menjadi Rp 2.625 hingga Rp 3.25- per KM dengan argo minimum Rp 8.750 hingga Rp 12.500
![]() |
Riset tersebut menjelaskan bahwa pada zona pengeluaran konsumen bertambah sebesar Rp 4.000 hingga Rp 11.000 per hari pada zona 1, Rp 6.000 hingga Rp 15.000 per hari pada zona 2, dan Rp 5.000 hingga Rp 12.000 per hari pada zona 3. Hal itu terjadi karena jarak tempuh rata-rata konsumen 7-10 KM per hari pada zona 1, 8-11 KM per hari pada zona 2, 6-9 KM per hari pada zona 3.
"Biasanya 20 ribu sekarang 40 ribu rupiah ini kenaikan dua lipat. Jadi fakta di lapangan bukan kenaikan 5%. Masyarakat mengalami hampir 100% dari tarif itu," kata Fithra Faisal, Ekonom Universitas Indonesia.
"Konsekuensi ada penurunan potensi penumpang," tambahnya.
Setelah peraturan ini diterapkan, banyak konsumen yang menolak. Berikut persentase konsumen yang menolak pengeluaran tambahan akibat kenaikan tarif:
Zona 1: 67% konsumen menolak
Zona 2: 82% konsumen menolak
Zona 3: 66% konsumen menolak
Secara nasional: 75% konsumen menolak
Simak video aturan terkait ojek online di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Terungkap! Ini Alasan Ojek Online Jadi Langka Saat Lebaran
Most Popular