
Masa Depan Fintech Indonesia, Mau Berkiblat ke AS atau China?
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
23 January 2019 17:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Fintech Indonesia menilai arah layanan teknologi finansial (fintech) di Indonesia masih meraba akan berkiblat ke Amerika Serikat (AS) atau China. Keberadaan dua kubu itu disampaikan Ajisatria Suleiman, Founding Director Asosiasi Fintech Indonesia.
"Di Amerika banyak fintech besar tapi terdistribusi, sedangkan di China ada dua super platform Alipay dan WeChat Pay," kata Aji dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (23/2/2019). "Di indonesia belum tahu arahnya ke mana. Tapi nanti bisa terlihat dari yang terjadi di 2019 ini."
Meskipun bisa berkiblat kepada AS dan China, Aji mengatakan Indonesia memiliki karakteristik yang unik dan berbeda dari dua raksasa ekonomi dunia itu. Karakteristik itu, yakni banyak yang belum terpapar bank.
"Mereka (AS & China) awalnya 75% penduduk sudah menggunakan bank jadi model produk didesain untuk memudahkan dengan rekening bank. Kalau di indonesia rada berbeda, ternyata (dari seluruh penduduk) cuma setengah yang punya bank," kata Aji.
"Kalo Alipay kita download langsung diminta rekening lalu otomatis link. Saat ini di Indonesia banyaknya top up agar address masyarakat yang gak punya rekening bank," lanjutnya.
Tidak hanya itu, Aji juga mengatakan keunikan lainnya yang merujuk pada riset Bank Dunia di tahun 2018 tentang penduduk di Indonesia 51% masih unbanked. Namun, meskipun belum memiliki bank, sebanyak 60% di antaranya sudah memiliki handphone sendiri.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso mengatakan ada beberapa faktor yang menunjukkan kecocokan penerapan fintech di Indonesia. Faktor-faktor itu, yaitu kondisi geografis Indonesia yang memiliki 17.000 pulau dan kehidupan masyarakat di Tanah Air yang dominan tinggal di daerah pelosok (remote).
"Hidup di daerah remote, enggak semua bisa di-visit [dikunjungi]. Orang [negara] lain terkagum-kagum. Kita dilahirkan, dengan penduduk 250 juta. Masyakarat juga tercampur," kata Wimboh,
Dalam paparannya, Wimboh mengungkapkan saat ini dalam industri fintech, Indonesia berada di urutan 16 sebagai negara dengan ekonomi terbesar. Pada tahun 2030, Indonesia diprediksi bisa berada di urutan ke-7 terbesar di dunia dalam industri fintech.
SVP Program Management Office Office Telkom Indonesia Ikhsan juga mendukung penerapan teknologi di Indonesia.
"Kita lihat bahwa kehidupan masyarakat sudah mengalami revolusi industri dari 1.0 ke 4.0. Dari pengalaman kami banyak dari 4.0 ini sudah diatur dan sudah apapun menggunakan internet," ujarnya.
"Semuanya sudah ada di satu genggaman saja di handphone dengan teknologi terjadi migrasi di mana masyarakat dengan kebutuhannya yang membuat perbankan berpacu," lanjut Ikhsan.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Dalam Fintech, RI Menuju ke Arah yang Sama dengan China
"Di Amerika banyak fintech besar tapi terdistribusi, sedangkan di China ada dua super platform Alipay dan WeChat Pay," kata Aji dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (23/2/2019). "Di indonesia belum tahu arahnya ke mana. Tapi nanti bisa terlihat dari yang terjadi di 2019 ini."
Meskipun bisa berkiblat kepada AS dan China, Aji mengatakan Indonesia memiliki karakteristik yang unik dan berbeda dari dua raksasa ekonomi dunia itu. Karakteristik itu, yakni banyak yang belum terpapar bank.
![]() |
"Mereka (AS & China) awalnya 75% penduduk sudah menggunakan bank jadi model produk didesain untuk memudahkan dengan rekening bank. Kalau di indonesia rada berbeda, ternyata (dari seluruh penduduk) cuma setengah yang punya bank," kata Aji.
"Kalo Alipay kita download langsung diminta rekening lalu otomatis link. Saat ini di Indonesia banyaknya top up agar address masyarakat yang gak punya rekening bank," lanjutnya.
Tidak hanya itu, Aji juga mengatakan keunikan lainnya yang merujuk pada riset Bank Dunia di tahun 2018 tentang penduduk di Indonesia 51% masih unbanked. Namun, meskipun belum memiliki bank, sebanyak 60% di antaranya sudah memiliki handphone sendiri.
![]() |
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso mengatakan ada beberapa faktor yang menunjukkan kecocokan penerapan fintech di Indonesia. Faktor-faktor itu, yaitu kondisi geografis Indonesia yang memiliki 17.000 pulau dan kehidupan masyarakat di Tanah Air yang dominan tinggal di daerah pelosok (remote).
"Hidup di daerah remote, enggak semua bisa di-visit [dikunjungi]. Orang [negara] lain terkagum-kagum. Kita dilahirkan, dengan penduduk 250 juta. Masyakarat juga tercampur," kata Wimboh,
Dalam paparannya, Wimboh mengungkapkan saat ini dalam industri fintech, Indonesia berada di urutan 16 sebagai negara dengan ekonomi terbesar. Pada tahun 2030, Indonesia diprediksi bisa berada di urutan ke-7 terbesar di dunia dalam industri fintech.
SVP Program Management Office Office Telkom Indonesia Ikhsan juga mendukung penerapan teknologi di Indonesia.
"Kita lihat bahwa kehidupan masyarakat sudah mengalami revolusi industri dari 1.0 ke 4.0. Dari pengalaman kami banyak dari 4.0 ini sudah diatur dan sudah apapun menggunakan internet," ujarnya.
"Semuanya sudah ada di satu genggaman saja di handphone dengan teknologi terjadi migrasi di mana masyarakat dengan kebutuhannya yang membuat perbankan berpacu," lanjut Ikhsan.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Dalam Fintech, RI Menuju ke Arah yang Sama dengan China
Most Popular