
Perkembangan Teknologi
Data Center di Luar Negeri Bisa Kuras Devisa RI
Roy Franedya, CNBC Indonesia
22 October 2018 16:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengamat teknologi informasi Heru Setiadi angkat bicara soal polemik penempatan data center. Menurutnya data center harusnya berada di Indonesia.
Heru bercerita Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) dibentuk karena kesulitan pemerintah mengakses data dari perusahaan Over The Top (OTT) asing.
Ketika itu pemerintah kesulitan mengases data Blackberry yang memiliki data center di Kanada untuk kebutuhan penyelidikan dan pembuktian di pengadilan tindak pidana korupsi (tipokor).
"Apalagi waktu itu perusahaan OTT asing agak sombong membuka data sehingga kedaulatan data kita dipertanyakan, karena itulah dibentuk PP 82 tahun 2012," jelas Heru kepada CNBC Indonesia, Senin (22/10/2018).
Heru menambahkan setelah PP no.82 diterbitkan industri data center dalam negeri berkembang dengan pesat dan sudah harusnya dibina untuk bisa berkembang di Indonesia.
Heru menambahkan data center di dalam negeri memberikan keuntungan bagi Indonesia. Pertama, Indonesia memiliki kedaulatan data di mana pemerintah dan pemerintah dapat mengakses data yang sebenarnya data pengguna dalam negeri.
Kedua, lebih murah. Mengakses data center di luar negeri membuat devisa keluar dari Indonesia dan cenderung mahal beda dengan data center di dalam negeri yang bisa memberikan harga yang lebih murah.
Heru menjelaskan adanya sistem cloud computing (computasi awan) tidak seharusnya menjadi alasan pemberian izin pada data center boleh ditempatkan di luar negeri.
"Penempatan data center di dalam negeri bukan berarti perusahaan kesulitan menggunakan cloud computing. Teknologi data cloud computing juga membutuhkan data center fisik, kalau mau berbisnis di Indonesia mereka harus mau berinvestasi di Indonesia," ujar Heru.
"Indonesia harus menekankan kedaulatan data. Dengan data center di dalam negeri lalu lintas dan trafik bisa dikontrol. Berbeda dengan data center yang ada di luar negeri di mana kita tidak bisa kontrol dan tidak tahu juga bagaimana data digunakan."
Polemik data center
Sebelumnya rencana pemerintah untuk merevisi PP No 82 menuai polemik karena memperbolehkan data center berada di luar negeri. Data yang bukan data strategis boleh di tempatkan di data center luar negeri.
Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan tidak semua data bisa disimpan dalam data center di luar negeri. Data yang bersifat strategis untuk kepentingan negara harus berada di dalam negeri. "Ini untuk melindungi kepentingan pemerintah," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (22/10/2018).
Adapun data yang diperbolehkan di luar negeri adalah data yang masuk kategori data berisiko tinggi. Tetapi penyimpanan data ini di luar negeri harus tunduk pada aturan otoritas yang mengatur sektor ini.
"Contohnya maskapai penerbangan luar negeri. Mereka bisa tidak mendirikan data center di Indonesia karena jumlah penumpang mereka ke Indonesia dan dari Indonesia rendah, tetapi harus tunduk pada aturan Kementerian Perhubungan," terang Semuel.
"Bank domestik yang dimiliki investor asing juga boleh menempatkan data center di luar negeri asal tunduk pada aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya OJK boleh mengakses data center bank tanpa perlu ke luar negeri."
Data lain yang bisa ditempatkan di data center luar negeri adalah berisiko rendah. Artinya data tersebut bisa diakses oleh siapa saja karena berkaitan dengan keterbukaan informasi.
"Logikanya data center harus dekat dengan penggunanya. Kok, pengguna orang Indonesia tetapi data center ada di luar Indonesia."
[Gambas:Video CNBC]
(roy/dru) Next Article Data Center Tak Wajib di RI, Ini Penjelasan Kemenkominfo
Heru bercerita Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) dibentuk karena kesulitan pemerintah mengakses data dari perusahaan Over The Top (OTT) asing.
Ketika itu pemerintah kesulitan mengases data Blackberry yang memiliki data center di Kanada untuk kebutuhan penyelidikan dan pembuktian di pengadilan tindak pidana korupsi (tipokor).
Heru menambahkan data center di dalam negeri memberikan keuntungan bagi Indonesia. Pertama, Indonesia memiliki kedaulatan data di mana pemerintah dan pemerintah dapat mengakses data yang sebenarnya data pengguna dalam negeri.
Kedua, lebih murah. Mengakses data center di luar negeri membuat devisa keluar dari Indonesia dan cenderung mahal beda dengan data center di dalam negeri yang bisa memberikan harga yang lebih murah.
Heru menjelaskan adanya sistem cloud computing (computasi awan) tidak seharusnya menjadi alasan pemberian izin pada data center boleh ditempatkan di luar negeri.
"Penempatan data center di dalam negeri bukan berarti perusahaan kesulitan menggunakan cloud computing. Teknologi data cloud computing juga membutuhkan data center fisik, kalau mau berbisnis di Indonesia mereka harus mau berinvestasi di Indonesia," ujar Heru.
"Indonesia harus menekankan kedaulatan data. Dengan data center di dalam negeri lalu lintas dan trafik bisa dikontrol. Berbeda dengan data center yang ada di luar negeri di mana kita tidak bisa kontrol dan tidak tahu juga bagaimana data digunakan."
Polemik data center
Sebelumnya rencana pemerintah untuk merevisi PP No 82 menuai polemik karena memperbolehkan data center berada di luar negeri. Data yang bukan data strategis boleh di tempatkan di data center luar negeri.
Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan tidak semua data bisa disimpan dalam data center di luar negeri. Data yang bersifat strategis untuk kepentingan negara harus berada di dalam negeri. "Ini untuk melindungi kepentingan pemerintah," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (22/10/2018).
![]() |
Adapun data yang diperbolehkan di luar negeri adalah data yang masuk kategori data berisiko tinggi. Tetapi penyimpanan data ini di luar negeri harus tunduk pada aturan otoritas yang mengatur sektor ini.
"Contohnya maskapai penerbangan luar negeri. Mereka bisa tidak mendirikan data center di Indonesia karena jumlah penumpang mereka ke Indonesia dan dari Indonesia rendah, tetapi harus tunduk pada aturan Kementerian Perhubungan," terang Semuel.
"Bank domestik yang dimiliki investor asing juga boleh menempatkan data center di luar negeri asal tunduk pada aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya OJK boleh mengakses data center bank tanpa perlu ke luar negeri."
Data lain yang bisa ditempatkan di data center luar negeri adalah berisiko rendah. Artinya data tersebut bisa diakses oleh siapa saja karena berkaitan dengan keterbukaan informasi.
"Logikanya data center harus dekat dengan penggunanya. Kok, pengguna orang Indonesia tetapi data center ada di luar Indonesia."
[Gambas:Video CNBC]
(roy/dru) Next Article Data Center Tak Wajib di RI, Ini Penjelasan Kemenkominfo
Most Popular